Newsletter

'Perang' Amerika-China Makin Panas, Semoga RI Baik-Baik Saja

Putra, CNBC Indonesia
05 July 2023 06:00
bendera AS-China
Foto: REUTERS/DADO RUVIC

Di tengah sepinya pasar saham domestik akhir-akhir ini, tensi antara AS dan China naik turun seiring kedua raksasa dunia tersebut saling berbalas 'serangan' soal industri teknologi semikonduktor.

Pasar keuangan global tentu tak mau dua ekonomi terbesar dunia tersebut berlarut-larut dalam selisih paham bilateral karena akan menimbulkan ketidakpastian yang lebih lanjut di saat dunia sedang berjuang melawan inflasi tinggi.

Kabar teranyar, melansir Wall Street Journal (WSJ), Senin (4/7), China menerapkan pembatasan ekspor pada dua mineral yang menurut AS sangat penting untuk produksi semikonduktor, sistem rudal, dan sel surya. Ini bisa jadi bentuk pamer 'otot' ala China menjelang pembicaraan ekonomi antara dua negara tersebut.

Mineral yang dimaksud, yakni gallium dan germanium, bersama dengan lebih dari lusinan material terkait lainnya akan tunduk pada kontrol ekspor yang tidak dijelaskan secara rinci mulai 1 Agustus mendatang, seperti yang diumumkan oleh Kementerian Perdagangan Beijing pada Senin.

Berkaitan dengan itu, pernyataan Kementerian Perdagangan China menyebut soal melindungi keamanan dan kepentingan nasional dan mengatakan, beberapa pemberlakuan ekspor di masa depan akan memerlukan tinjauan oleh badan pemerintah tertinggi, yakni Dewan Negara.

Pembatasan baru pada gallium dan germanium mempengaruhi logam khusus yang diproduksi dan disuling utamanya di China, memberikan keuntungan di sektor-sektor terkini.

Kendati tidak diperdagangkan dalam jumlah besar, keduanya tetap memiliki manfaat penting bagi industri-industri tertentu, terutama dalam produksi semikonduktor yang seringkali dirancang untuk digunakan di AS, meskipun diproduksi di Taiwan dan Korea Selatan.

"Tindakan ini akan segera berdampak luas pada industri semikonduktor, terutama terkait dengan chip berkinerja tinggi," kata Alastair Neill, anggota dewan Critical Mineral Institute yang memiliki pengalaman hampir 30 tahun dalam industri logam China, dikutip WSJ, Senin (4/7).

Sejurus dengan itu, pemerintahan Biden sedang bersiap untuk membatasi akses perusahaan China ke layanan komputasi awan AS, demikian menurut sumber anomim kepada WSJ, Senin (4/7). Ini menjadi sebuah langkah yang, seperti disinggung di atas, dapat memperburuk hubungan antara dua kekuatan ekonomi dunia itu.

Aturan baru tersebut, jika diterapkan, kemungkinan akan membuat penyedia layanan komputasi awan AS macam Amazon.com dan Microsoft perlu meminta izin pemerintah AS sebelum mereka menyediakan layanan komputasi awan yang menggunakan chip kecerdasan buatan tingkat lanjut kepada pelanggan China.

Rencana pembatasan tersebut ini dipandang sebagai cara untuk menutup celah yang signifikan. Para analis keamanan nasional AS memperingatkan, perusahaan-perusahaan kecerdasan buatan (AI) China mungkin telah menghindari peraturan pembatasan ekspor yang ada saat ini dengan menggunakan layanan komputasi awan.

Layanan-layanan itu memungkinkan pelanggan untuk memperoleh kemampuan komputasi yang kuat tanpa harus membeli peralatan canggih-termasuk chip-yang masuk dalam daftar kendali, seperti chip A100 dari perusahaan teknologi Amerika, Nvidia.

Departemen Perdagangan AS diperkirakan akan mengumumkan tindakan ini dalam beberapa minggu mendatang sebagai bagian dari ekspansi kebijakan kontrol ekspor semikonduktor yang diterapkan pada Oktober, ungkap para sumber.

Pembicaraan soal restriksi ekspor tersebut, yang kedua belah pihak mengklaim ditujukan untuk melindungi keamanan nasional, menjadi sorotan dalam pembicaraan tingkat tinggi antara kedua pemerintah.

Isu ini kemungkinan akan menjadi fokus utama ketika Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, mengunjungi Beijing minggu ini, dan jika Menteri Perdagangan, Gina Raimondo, melakukan kunjungan yang diharapkan dalam beberapa bulan mendatang.

Kunjungan Janet Yellen ke Beijing pada 6-9 Juli merupakan kunjungan pertamanya sebagai Menteri Keuangan dan merupakan upaya terbaru oleh AS-China untuk memulihkan komunikasi bilateral, meskipun adanya pembatalan kunjungan sebelumnya dan ketegangan yang berlanjut terkait perdagangan semikonduktor dan barang teknologi tinggi lainnya.

Para analis industri melihat pola tindakan balasan satu sama lain alias tit-for-tat pattern.

"Jika Anda tidak mengirimkan chip kelas atas ke China, China akan merespons dengan tidak mengirimkan elemen kinerja tinggi yang Anda butuhkan untuk chip tersebut," kata Neill kepada WSJ, sembari menambahkan, biasanya Beijing mencoba menyamakan tindakan perdagangan AS dengan tindakan balasan proporsional yang setara.

Sebelumnya, pada Oktober tahun lalu, AS menghentikan ekspor peralatan teknis yang digunakan untuk memproduksi semikonduktor canggih ke China, dan mengajak sekutu seperti Korea Selatan dan Belanda untuk melakukan hal yang sama.

Beijing memperingatkan perusahaan-perusahaannya untuk mempertimbangkan implikasi keamanan nasional dari ekspor ke AS.

China juga melarang penggunaan produk yang dibuat oleh Micron, produsen chip memori terbesar di AS, dalam perusahaan infrastruktur-informasi pentingnya.

Selain kabar China-AS di atas, data PMI sektor jasa sejumlah negara, seperti Australia hingga Jerman, rapat kebijakan bank sentral Eropa (ECB) hingga cum dividen sejumlah emiten juga akan ikut menjadi fokus investor pasar saham RI hari ini.

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular