
Bersiaplah, Triliunan Dana Asing Segera Masuk ke RI

Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street akhirnya kembali kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau.
Indeks Dow Jones terbang 1,26% atau 428,73 poin ke 34.408,06 dan indeks Nasdaq melesat 1,15% atau 156,24 poin posisi 13.782,82.
Indeks S&P 500 melonjak 1,22% atau 53,25 poin ke posisi 4.425,84. Artinya, indeks S&P sudah menguat selama enam hari beruntun, rekor terlamanya sejak November 2021. Posisi penutupan Nasdaq dan S&P juga menjadi yang tertinggi sejak April 2022.
Saham-saham teknologi menjadi salah satu penopang utama pergerakan Wall Street. Saham Micrsoft melonjak 3,2% dan Oracle melonjak 3,2% se dan saham Alibaba menanjak 3,5%.
Kembali kompaknya Wall Street menjadi kabar baik setelah pada perdagangan hari sebelumnya, Rabu (14/6/2023(, bursa AS tersebut ditutup beragam. Indeks Dow Jones anjlok 0,68% sementara indeks Nasdaq menguat 39% dan indeks S&P 500 naik 0,08%.
Ketiga bursa tersebut bisa mengakhiri perdagangan kompak menguat pada Kamis pekan lalu dan Selasa pekan ini.
Pada awal perdagangan kemarin, Dow Jones langsung menguat sementara Nasdaq dan S&P melemah.
Namun, Nasdaq dn S&P berbalik arah ke zona hijau setelah investor semakin percaya diri jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunga.
Optimisme tersebut muncul setelah ada harapan jika inflasi AS melandai setelah data tenaga kerja keluar.
Data tenaga kerja AS yang dirilis kemarin memburuk. Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran tercatat 262.000 pada pekan yang berakhir pada 10 Juni, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang tercatat 249.000. Jumlah klaim pekan tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2021.
Kenaikan klaim pengangguran yang meningkat bisa menjadi signal jika ekonomi AS melambat sehingga ada harapan inflasi turun tajam.
Pada Selasa (13/6/2023), AS juga mengumumkan jika inflasi mereka melandai ke 4% (yoy) pada Mei, dari 4,9% (yoy) pada April tahun ini.
Kendati demikian, data penjualan ritel Mei 2023 masih kencang. Penjualan ritel naik (mtm) 0,3% pada Mei, lebih rendah dibandingkan 0,4% (mtm) pada April. Namun, pertumbuhan penjualan ritel lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni koreksi 0,1%.
Pertumbuhan penjualan ritel ditopang oleh penjualan peralatan taman serta spare parts kendaraan.
"Ada tanda-tanda inflasi melambat tetapi ekonomi juga masih cukup kuat. Investor juga melihat jika The Fed tidak mungkin sehawkish pernyataan mereka," tutur Ross Mayfield, analis Baird, dikutip dari CNBC International.
Pelaku pasar kini bertaruh 67% ika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada Juli dan memangkasnya paling terlambat Desember tahun ini.
Seperti diketahui, The Fed pada akhirnya memilih untuk menahan suku bunga acuan pada rapat yang berakhir Kamis dini hari waktu Indonesia.
Ditahannya suku bunga acuan The Fed ini sudah sesuai ekspektasi pasar.
Namun, harapan pasar untuk melihat peluang pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat harus dikubur dalam-dalam.
The Fed juga mengisyaratkan untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi ke depan. Hal ini berdasarkan median proyeksi The Fed yang memperkirakan suku bunga ada di kisaran 5,5-5,75% pada 2023 dari 5-5,25% sebelumnya.
Namun, Chairman The Fed Jerome Powell menjelaskan suku bunga saat ini mendekati target puncaknya sehingga kenaikan ke depan bisa semakin lambat.
Keputusan The Fed kemarin sempat membuat investor panik sehingga banyak yang menjual portofolio mereka. Kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan dikhawatirkan bisa membawa ekonomi AS ke jurang resesi.
"Banyak orang yang tidak mengkhawatirkan resesi dan memilih kembali ke pasar saham. Ini yang membuat saham menguat," tutur David Russell, vice president Market Intelligence dari TradeStation, dikutip dari Reuters.
