Eropa Cari Gara-gara ke Indonesia, Harga CPO Melesat 1,53%

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 09/06/2023 08:57 WIB
Foto: Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange terpantau menguat di sesi awal perdagangan jelang akhir pekan Jumat (9/6/2023) mematahkan koreksi pada perdagangan kemarin. Pelaku pasar kini tengah terbebani oleh perkiraan pesediaan dan produksi Mei.

Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan terpantau melesat 1,53% ke posisi MYR 3.314 per ton pada pukul 08:40 WIB. Dengan penguatan ini harganya kembali naik ke level MYR 3.300 setelah sebelumnya jatuh ke level 3.200 nyaris posisi terendah dalam dua tahun.

Pada perdagangan kemarin, Kamis (8/6/2023) harga CPO ditutup ambrol 1,69% ke posisi MYR 3.264 per ton. Ini merupakan posisi terendah sejak perdagangan 1 Juni. Untuk diketahui perdagangan 1 Juni ini juga menjadi posisi terendah dalam 2 tahun.


Dengan ini, dalam 4 hari perdagangan harga CPO terpantau sudah jatuh 3,46%, namun masih mencatatkan penguatan 1,97%, dan koreksi dalam masih terjadi atau sebesar -21,8% secara tahunan.

Ekonomi China yang mulai lesu tengah diperhatikan oleh para pelaku pasar. China merupakan salah satu negara dengan konsumsi CPO terbesar di dunia. Wajar saja ketika ekonominya menurun potensi permintaan terhadap minyak nabati meningkat dan harganya juga bakal terancam.

Kenikan harga CPO terjadi karena prospek peningkatan persediaan melebihi dukungan dari ringgit yang lebih lemah. Ekspektasi cuaca basah di beberapa bagian Midwest AS membebani harga kedelai dan minyak kedelai.

Awal pekan ini, Asosiasi Minyak Sawit Malaysia memperkirakan produksi Mei melonjak 26,3% dari bulan sebelumnya, menurut pedagang dan analis.

Investor sedang menunggu data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia, yang dijadwalkan pada 12 Juni, untuk menilai tingkat kenaikan produksi.

Membatasi kerugian, ringgit MYR=, mata uang perdagangan sawit, turun 0,48% terhadap dolar, membuat komoditas lebih murah bagi pemegang mata uang asing.

Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan mengalami kondisi El Nino yang lemah mulai Juni dan seterusnya, dengan intensitas fenomena cuaca yang cenderung meningkat ke tingkat sedang pada November, kata menteri lingkungan negara itu pada hari Rabu.

Presiden Indonesia Joko Widodo menyerukan kerja sama yang lebih baik dengan negara tetangga Malaysia untuk melawan apa yang disebutnya "diskriminasi" terhadap produk minyak sawit Indonesia.

Seperti diketahui, Uni Eropa menerbitkan Undang-undang (UU) deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR). UE mengklaim menerbitkan UU karena tak ingin mengonsumsi produk yang dihasilkan karena deforestasi.

Akibatnya, kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit terancam. Di mana, eksportir diwajibkan harus mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa.

Akibatnya, kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit terancam. Di mana, eksportir diwajibkan harus mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa.

Kontrak soyoil teraktif Dalian DBYcv1 turun 0,45%, sementara kontrak minyak sawit DCPcv1 turun 0,4%. Harga Soyoil di Chicago Board of Trade BOcv1 naik 0,2%.

Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapat bagian di pasar minyak nabati global.

Menurut analisis teknikal Wang Tao yang dikutip dari Reuters, pada perdagangan hari ini harga CPO dapat naik ke kisaran MYR 3.341-3.368 per ton.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(aum)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Belajar Dari Negeri Jiran, Ini Cara Pabrik Sawit Atasi Masalah