Jakarta, CNBC Indonesia - Teranyar, demi komitmen terhadap energi hijau, Indonesia melalui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengubah kenaikan target emisi dengan upaya sendiri.
Sebagaimana diketahui Indonesia pada 2030 sebelumnya menargetkan 29% penurunan emisi karbon dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
"Tetapi pak Jokowi pada Kemarin mengikuti pertemuan di G7 di Hiroshima beliau meningkatkan target itu yang tadinya 29% menjadi 31,89% untuk upaya sendiri dan dari 41% menjadi 43,25% dukungan internasional, ini luar biasa," ungkap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sekaligus Ketua Perkumpulan industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko dalam Green Economic Forum, CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).
Langkah nol emisi karbon tersebut itu salah satunya terlihat dari penerbitan Peraturan Presiden No. 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
Peraturan Presiden yang ditetapkan pada 13 September 2022 ini berlaku efektif pada saat diundangkan yakni sama seperti tanggal penetapan, 13 September 2022.
Dalam peraturan ini, Jokowi resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara. Tak hanya itu, dia pun meminta para menteri untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran atau memensiunkan PLTU yang masih beroperasi saat ini.
Adapun kebijakan tersebut ditujukan dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3.
Industri batu bara dan PLTU akan terkena dampak signifikan dari kebijakan ini, yang tak lain berujung pada upaya mencapai target netral karbon di 2060 atau lebih cepat. Begitu juga dengan dunia yang tengah mengurangi penggunaan batu baranya.
Perlu diketahui, batu bara merupakan komoditas andalan RI saat ini. Bahkan, pada 2020 Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Tak ayal bila industri ini menyerap banyak tenaga kerja.
Industri batu bara telah menyerap tenaga kerja di Indonesia hingga 150 ribu pada 2019 lalu. Hal tersebut tertuang dalam data Booklet Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020.
"Industri batu bara menyerap tenaga kerja hingga 150.000 pada tahun 2019. Komposisi tenaga kerja asing sebanyak 0,1%," tulis Booklet Batu Bara Kementerian ESDM 2020 tersebut.
Jumlah tenaga kerja tersebut bahkan belum termasuk penyerapan tenaga kerja di bidang operasional PLTU. Bila dimasukkan dengan tenaga kerja di PLTU, artinya jumlah tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaan menjadi lebih besar lagi.
Bank Kurangi Kredit
Dari skala yang lebih luas, di industri keuangan, muncul tren global di mana beberapa lembaga finansial utama (utamanya di negara maju) menyatakan menghentikan pembiayaan ke sektor yang dinilai memicu pemanasan iklim, yakni sektor energi fosil.
Kebijakan itu makin gencar dipromosikan pasca-kesepakatan multilateral dalam forum KTT iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia, misalnya, mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mendanai proyek yang berkaitan dengan eksplorasi atau produksi tambang batu bara, minyak bumi dan gas alam di dunia.
Selain ADB, dari kancah global juga ada UBS yang melakukan penurunan pembiayaan terhadap bisnis bahan bakar fosil hingga 73%, dari US$ 7,7 miliar (Rp 111,65 triliun) pada tahun 2016 menjadi US$ 2,1 miliar (Rp 30,45 triliun) pada 2020, menurut analisis CNBC Make It.
Dari tingkat regional, Malayan Banking Berhad atau Maybank tahun lalu juga memutuskan akan menghentikan pembiayaan untuk aktivitas pertambangan batu bara. Pada 2025, Maybank berencana mengalokasikan RM 50 miliar dalam upaya mendorong pembiayaan berkelanjutan.
Setahun sebelumnya, pesaing Maybank yakni CIMB Group Holdings Bhd, juga telah berkomitmen untuk menghapus batu bara dari portofolionya per 2040. CIMB mengklaim menjadi grup perbankan pertama di Malaysia dan Asia Tenggara yang melakukan penghentian pembiayaan batu bara.
Masih Jadi Andalan
Hingga kuartal III 2023, porsi energi terbarukan turun menjadi 10,4%, sedangkan porsi batu bara dalam bauran energi primer Indonesia mencapai 43%, rekor tertinggi sepanjang masa. Ini artinya, target bauran energi baru terbarukan pada tahun 2025 adalah sebesar 23% semakin sulit direalisasikan.

Sumber: IESR
Produksi batu bara RI juga menembus rekor baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan produksi batu bara RI pada 2022 mencapai 687 juta ton, naik 12% dari produksi pada 2021 yang tercatat sebesar 614 juta ton.
Arifin bahkan menyebut realisasi produksi batu bara pada 2022 ini bahkan melampaui target, tepatnya 104% dari target 2022 sebesar 663 juta ton.
"Produksi batu bara di 2022 dari target 663 juta ton, ternyata produksi kita meningkat menjadi 687 juta ton," ungkapnya saat konferensi pers, Senin (30/01/2023).
Dia menyebut, peningkatan produksi batu bara di dalam negeri pada 2022 juga turut dipicu peningkatan permintaan konsumsi batu bara di dalam negeri.
Kebutuhan batu bara di dalam negeri pada 2022 disebutkan mencapai 193 juta ton atau 116% dari target 166 juta ton. Bahkan, bila dibandingkan dengan kebutuhan batu bara di dalam negeri pada 2021 yang "hanya" 133 juta ton, artinya permintaan batu bara dalam negeri pada 2022 ini meningkat 45%.
"Ini disebabkan demand, kalau kita lihat domestik juga konsumsi batu baranya meningkat dari target 166 juta ton menjadi 193 juta ton, dan ekspor itu capaiannya mencapaian 434 juta ton," tuturnya.
Bila melihat data produksi sepanjang sejarah, ternyata produksi batu bara RI pada 2022 ini mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Produksi batu bara pada 2022 ini telah melampaui rekor produksi batu bara tertinggi sebelumnya yang terjadi pada 2019 lalu. Pada 2019 lalu, produksi batu bara RI tercatat mencapai 616,2 juta ton. Lalu di bawahnya terjadi pada 2021 di mana produksi batu bara RI tercatat sebesar 614 juta ton.
Kementerian ESDM menetapkan target produksi batu bara pada 2023 sebesar 694 juta ton, naik nyaris 5% dari tahun sebelumnya yang mencapai 663 juta ton.
Sementara itu Proyeksi permintaan batu bara dari sektor kelistrikan (PLN dan IPP) juga diprediksi naik signifikan sepanjang 2023 menjadi 161,15 juta ton dari perkiraan 115 juta ton untuk tahun 2022. Selain itu, permintaan dari industri semen dan pupuk juga diperkirakan akan meningkat pada tahun 2023.
Survei S&P Global Commodity Insights menyebut bahwa penambang di Indonesia akan meningkatkan produksi dengan lebih banyak batu bara kalori rendah hingga menengah, karena peningkatan permintaan domestik dengan ekspektasi rebound di sektor industri dan perumahan.
Strategi Pemain Batu Bara
Direktur PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), Alexander Ery Wibowo mengungkapkan, jika transisi energi benar-benar berakhir, dan komoditas batu bara sudah tidak dilirik, kemungkinan banyak yang beralih ke petrochemical.
"Masa depan industri batu bara setelah transisi energi berakhir sulit dijawab, tapi kelihatan saat ini bisa jadi industri petrochemical, ini yang terjadi di bidang pertambangan, batu bara," jelas Alexander dalam Green Economic Forum 2023, Senin, (22/5/2023).
Untuk itu lanjutnya perlu kolaborasi yang dilakukan perusahaan batu bara untuk mencari bentuk bisnis yang memungkinkan, ketika batu bara tidak lagi diperlukan untuk sumber daya.
Perusahaan di industri batu bara sendiri lanjutnya tetap berkomitmen mendorong program pemerintah menuju net zero emission 2060, meskipun status batu bara masih menjadi tulang punggung di beberapa negara.
Menurut Alexander batu bara masih sangat dibutuhkan di beberapa negara dan telah menjadi backbone di Asia seperti di Indonesia, Filipina, Cina, dan India.
Dengan fungsinya sebagai sumber energi listrik dan energi lainnya, tentunya penggunaan baru bara belum bisa sepenuhnya dihilangkan. Terlebih batu bara menjadi komoditas andalan, khususnya di Indonesia.
"Butuh waktu sesuai teknologi dan investasi secara keekonomisan. Kami percaya nanti akan ada perkembangan teknologi yang bisa tercapai karena periode jauh, kesempatan tetap ada, tapi pelaku penambang harus bisa kelola sebaik mungkin untuk melakukan green ekonomi," terangnya.
Pada tengah tahun lalu, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), misalnya juga mengaku bakal beradaptasi atas perubahan yang terjadi dengan mulai melirik bisnis energi baru terbarukan (EBT).
"Untuk proyek EBT, saat ini Adaro Power sedang dalam proses mengikuti tender PLTBayu 70MW di Kalimantan, dan kami juga menjadi salah satu dari dua konsorsium yg lolos kualifikasi utk tender PLT Sampah Jawa Barat," terang Nadira.
ADRO melalui anak usahanya, Adaro Power, memang tengah mengawal proyek green energy. Selain PLTBayu, sejak awal tahun 2021, Adaro Power telah membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap 130 kWp.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]