
Ekonomi Amerika Bikin Pusing, Kabar Baik Berarti "Malapetaka"

Meski membukukan kinerja yang buruk sepanjang pekan lalu, Wall Street sebenarnya sukses menguat pada perdagangan Jumat (5/5/2023) waktu setempat. Seperti disebutkan halaman sebelumnya, sektor perbankan regional rebound cukup kuat pada saat itu, yang membuat Wall Street mampu menguat.
Penguatan Wall Street pada perdagangan Jumat bisa menjadi sentimen positif bagi pasar finansial Indonesia hari ini. Tetapi yang patut menjadi perhatian adalah data tenaga kerja Amerika Serikat.
Pada Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.
Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.
Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% month-to-month, lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara year-on-year, rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.
Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat dengan rata-rata upah yang tinggi tentunya menjadi kabar baik. Tetapi, dalam kondisi "perang" melawan inflasi hal itu menjadi buruk bahkan bisa sangat buruk.
Rata-rata upah per jam yang masih naik tinggi tentunya membuat daya beli masyarakat tetap kuat. Alhasil, inflasi menjadi sulit turun.
The Fed yang sebelumnya mengindikasikan akan menghentikan kenaikan suku bunganya kini muncul lagi "benih-benih" pengetatan lebih lanjut.
Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 8% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan Juni. Probabilitas tersebut memang masih kecil, tetapi bisa semakin meninggi jika data inflasi di AS kembali menunjukkan kenaikan.
Kuatnya pasar tenaga kerja AS cukup membuat pelaku pasar bingung. Dengan kenaikan suku bunga The Fed yang sangat agresif, pasar tenaga kerja harusnya melemah.
Sejak Maret 2022 lalu, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 10 kali dengan total 525 basis poin.
Inflasi di Amerika Serikat sudah mulai melandai, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2023 juga mulai melambat. Tetapi pasar tenaga kerja masih sangat kuat.
Jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, tentunya pasar finansial bisa kembali gonjang-ganjing, yang juga berdampak ke dalam negeri.
Semakin tinggi suku bunga, maka risiko resesi yang semakin dalam di Amerika Serikat juga semakin besar.
Ekonom Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan "Dr Doom" alias "Dokter Kiamat" dalam beberapa kesempatan memperingatkan "malapetaka" yang akan dialami Amerika Serikat. Ia melihat krisis yang terjadi bisa kombinasi antara stagflasi 1970an dan krisis finansial global 2008.
"Jika saya benar, rata-rata inflasi tidak akan sebesar 2%, tetapi 6%. Kemerosotan yang kita lihat pada tahun lalu pada saham dan obligasi akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun ke depan," kata Roubini dalam wawancara dengan CNN, Kamis (23/2/2023).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
(pap/pap)