Newsletter

Lupakan Amerika, China Bakal Jadi Masalah Besar Bagi RI!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 May 2023 06:00
Presiden Xi Jinping dan pencapaiannya di Tiongkok di bawah kepemimpinannya di Balai Pameran Beijing di ibu kota tempat Kongres Partai ke-20 akan diadakan di Beijing, Rabu, 12 Oktober 2022. (AP/Andy Wong)
Foto: Presiden Xi Jinping dan pencapaiannya di Tiongkok di bawah kepemimpinannya di Balai Pameran Beijing di ibu kota tempat Kongres Partai ke-20 akan diadakan di Beijing, Rabu, 12 Oktober 2022. (AP/Andy Wong)
  • IHSG, rupiah hingga SBN sukses menguat pada perdagangan Rabu, beberapa data ekonomi dari dalam negeri yang bagus mampu memberikan sentimen positif.
  • Inflasi di Amerika Serikat kembali melandai, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed pun menurun yang tentunya bisa menjadi sentimen positif pada perdagangan hari ini.
  • China kini menjadi perhatian, sebab inflasinya sangat rendah bahkan ada yang menyebut mengalami deflasi, pertumbuhan ekonominya pun terancam rendah. Hal itu bisa menjadi masalah besar bagi Indonesia, sebab China merupakan pasar ekspor terbesar.  

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses mencatat penguatan dua hari beruntun Rabu kemarin. Pelaku pasar menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang bisa menjadi kabar baik pada perdagangan Kamis (11/5/2023).

Selain data inflasi, beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia hari ini, seperti masalah besar yang bisa ditimbulkan China dibahas pada halaman 3.

IHSG kemarin ditutup menguat 0,47% menjadi 6811,90 secara harian. Sebanyak 257 saham menguat, 249 saham melemah, sementara 224 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan transaksi mencapai Rp8,96 triliun dengan melibatkan 20,17 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,62 juta kali.

Rupiah juga sukses menguat melawan dolar AS meski tipis saja 0,03% ke Rp 14.720/US$, sekaligus menghentikan pelemahan dua hari beruntun.

Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 1 tahun menjadi satu-satunya yang mengalami pelemahan. Tenor lainnya menguat terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami penurunan.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya.

Kabar baik datang dari Bank Indonesia (BI) dalam dua hari terakhir. Selasa lalu BI melaporkan Survei Konsumen pada April 2023 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2023 sebesar 126,1, lebih tinggi dibandingkan dengan 123,3 pada Maret 2023.

Semakin optimistis konsumen artinya akan ada banyak belanja yang dilakukan.Hal ini bisa berdampak positif, sebab belanja konsumen merupakan motor penggerak perekonomian. Pada kuartal I-2023 kontribusinya mencapai 51,88%, bahkan hanya konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibandingkan kuartal IV-2022, sektor lainnya mengalami kontraksi.

Sementara kemarin, Indeks Penjualan Riil (IPR) periode Maret 2023 tercatat sebesar 215,3 atau secara tahunan tumbuh sebesar 4,9% year-on-year (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,6% (yoy).

BI juga memperkirakan kinerja penjualan eceran secara tahunan tetap kuat pada April 2023.

Data ini bisa memberikan gambaran bagaimana konsumsi masyarakat memasuki kuartal II-2022, yang seharusnya tumbuh tinggi mengingat berada saat bulan Ramadhan.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street

Bursa saham AS (Wall Street) bervariasi pada perdagangan Rabu (10/5/2023) waktu setempat merespon rilis data inflasi. Indeks Dow Jones melemah tipis 0,1%, sementara S&P 500 dan Nasdaq naik masing-masing 0,45% dan 1%.

Inflasi pada April dilaporkan tumbuh 4,9% (yoy) lebih rendah dari ekspektasi ekonom sebesar 5%. Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 5,5%, lebih rendah dari bulan sebelumnya 5,6% tetapi sesuai ekspektasi.

Analis pasar senior Oanda, Ed Moya mengatakan ke depannya inflasi masih akan terus menurun, tetapi untuk mencapai 2% akan cukup sulit.

"Inflasi seharusnya terus menurun dalam beberapa bulan ke depan, tetapi untuk mencapai 2% lagi akan cukup sulit melihat pasar tenaga kerja yang kuat," kata Moya sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/5/2023)

Pada Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.

Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.

Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% month-to-month, lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara year-on-year, rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.

Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat dengan rata-rata upah yang tinggi tentunya menjadi kabar baik. Tetapi, dalam kondisi "perang" melawan inflasi hal itu menjadi buruk bahkan bisa sangat buruk.

Rata-rata upah per jam yang masih naik tinggi tentunya membuat daya beli masyarakat tetap kuat. Alhasil, inflasi menjadi sulit turun.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Seperti disebutkan halaman sebelumnya, inflasi di Amerika Serikat terus melandai, tetapi dikatakan sulit mencapai target bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%.

Namun, setidaknya rilis data tersebut membuat ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed pada bulan depan menurun. Data terbaru dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar kini melihat probabilitas sebesar 9% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% - 5,5% pada 14/15 Juni mendatang.

Probabilitas tersebut menurun drastis ketimbang sebelum rilis data inflasi, sebesar 21%.

fedFoto: FedWatch CME Group

Hal ini tentunya menjadi kabar bagus bagi pasar finansial global, termasuk Indonesia. IHSG, rupiah hingga SBN pun bisa mendapat sentimen positif.

Namun, kini yang menjadi perhatian adalah inflasi China. Berbeda dengan kebanyakan negara, China justru menghadapi masalah inflasi yang terlalu rendah.

Pada Maret lalu, inflasi China hanya tumbuh 0,7% (yoy) menjadi yang terendah sejak September 2021. Rendahnya inflasi terjadi meski bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas suku bunganya dan menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.

Inflasi tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat, sebaliknya inflasi yang rendah bisa berarti daya beli masyarakat lemah atau masyarakat enggan berbelanja dan memilih saving. Sehingga, tingkat inflasi yang tepat, bisa merupakan indikator kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

Negara-negara maju misalnya, menetapkan target inflasi sebesar 2%, tidak lebih dan tidak kurang.

Dalam kasus China, masyarakatnya lebih memilih untuk menahan belanja. Artinya, masyarakat China masih belum optimistis terhadap kondisi perekonomian.

"Pandangan inti kami ekonomi China mengalami deflasi," kata Raymond Yeung, kepala ekonom untuk China di ANZ Research, sebagaimana dilaporkan CNN, Selasa (25/4/2023).

Hasil survei Reuters menunjukkan inflasi pada April yang dirilis pagi ini hanya tumbuh 0,4% (yoy). Jika sesuai prediksi, inflasi tersebut akan menjadi yang terendah sejak Maret 2021, atau saat China menghadapi masa sulit pandemi Covid-19.

Deflasi bisa menjadi masalah yang tidak kalah rumit ketimbang inflasi tinggi. Jepang sudah mengalaminya selama dua dekade yang membuat pertumbuhan ekonominya sangat rendah.

Masalahnya, China merupakan negara perekonomian terbesar kedua di dunia, dan mitra dagang utama Indonesia. Ketika perekonomian China melambat, maka permintaan impor dari Indonesia berisiko menurun.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 nilai ekspor Indonesia ke China sebesar US$ 63,5 miliar, melesat 24% dibandingkan 2021. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 23% terhadap total ekspor Indonesia.

Bandingkan dengan ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 28, miliar yang berkontribusi sebesar 10%. Ekspor ke China dua kali lipat lebih besar ketimbang ke Amerika Serikat, sehingga pelambatan ekonomi Negeri Tiongkok bisa berdampak signifikan ke Indonesia.

"Satu kalimat yang bisa menggambarkan ekonomi China saat ini adalah deflasi sudah dimulai dan perekonomian menuju jurang resesi," kata Liu Yuhui, profesor di Chinese Academy of Social Sciences (CASS).

Perkembangan ekonomi China ini layak menjadi perhatian para pelaku pasar.

Selain itu, setelah pasar finansial Indonesia ditutup sore nanti akan ada pengumuman suku bunga bank sentral Inggris (Bank of England/BoE). Inflasi yang masih tinggi diprediksi memaksa BoE kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%.

Dampak dari kebijakan BoE baru akan terasa di dalam negeri pada perdagangan Jumat.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini



Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data ekspektasi inflasi (8:00 WIB)
  • Data inflasi China (8:30 WIB)
  • Pengumuman suku bunga BoE (18:00 WIB)
  • Data inflasi produsen AS (19:30)
  • Data klaim tunjangan pengangguran AS (19:30 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cash Dividend (distribution): CSAP, AUTO
  • Cash Dividend (cum): TLDN, KLBF, NICL
  • Cash Dividend (ex): SMSM, EPMT, LUCY
    Cash Dividend (recording): AKRA, TUGU
  • Right Issue (recording): BKSW
  • Stock Split (ex): TMAS
  • Public Expose: DNAR, PGJO, SFAN
  • RUPS: DNAR, ADRO, PZZA

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY)

5,03%

Inflasi (April 2023 YoY)

4,33%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Februari 2023)

0,61% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (April 2023)

US$ 144,2 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular