Newsletter

Awas! Benih-Benih Kenaikan Suku Bunga The Fed Muncul Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 May 2023 06:00
Jerome Powell
Foto: Reuters
  • IHSG mampu mencatat penguatan Selasa kemarin, mayoritas SBN juga sama, hanya rupiah yang masih melemah. 
  • Ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga lagi semakin meningkat setelah rilis data tenaga kerja AS pekan lalu, dan pasar menanti data inflasi malam ini. 
  • Presiden The Fed wilayah New York, John William, juga memberikan sinyal periode kenaikan suku bunga belum berakhir.

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik dari dalam negeri mampu mendongkrak kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Selasa kemarin. Namun, pelaku pasar masih berhati-hati terhadap dinamika eksternal khususnya ekspektasi suku bunga di Amerika Serikat (AS) membuat IHSG berfluktuasi.

Ekspektasi suku bunga bank sentral AS (The Fed) masih akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia pada perdagangan Rabu (9/5/2023). Apalagi nanti malam akan ada rilis data inflasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini dibahas pada halaman 3.

IHSG kemarin tercatat menguat 0,15% ke 6.779,98. Sebanyak 297 saham menguat, 236 saham melemah, sementara 204 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan transaksi mencapai Rp10,07 triliun dengan melibatkan 21,98 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,49 juta kali.

Kabar baik datang dari Bank Indonesia yang melaporkan Survei Konsumen pada April 2023 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2023 sebesar 126,1, lebih tinggi dibandingkan dengan 123,3 pada Maret 2023.

"Menguatnya optimisme konsumen didorong oleh peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi terhadap ekonomi ke depan," papar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono, Selasa (9/5/2023).

Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) April 2023 yang masing-masing tercatat sebesar 116,6 dan 135,5, lebih tinggi dari 113,1 dan 133,5 pada bulan sebelumnya.

Semakin optimistis konsumen artinya akan ada banyak belanja yang dilakukan. Hal ini bisa berdampak positif, sebab belanja konsumen merupakan motor penggerak perekonomian. Pada kuartal I-2023 kontribusinya mencapai 51,88%, bahkan hanya konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibandingkan kuartal IV-2022, sektor lainnya mengalami kontraksi.

Sayangnya rilis data tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah yang melemah dua hari beruntun melawan dolar AS. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah tercatat melemah 0,2% ke Rp 14.725/US$.

Pergerakan rupiah tersebut menjadi indikasi pelaku pasar sangat menanti data inflasi AS yang bisa memberikan gambaran lebih jelas kebijakan apa yang akan diambil The Fed.

Dari pasar obligasi, mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) menguat, terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami penurunan.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Biden dan McCarthy Bertemu, Wall Street Melemah Lagi

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street pada awal perdagangan Selasa waktu setempat. Pelaku pasar saat ini menanti perkembangan pembahasan pagu utang Amerika Serikat serta rilis data inflasi.

Indeks Dow Jones melemah 0,17, S&P 500 0,46%, dan Nasdag memimpin penurunan sebesar 0,6%.

Presiden AS Joe Biden mengadakan pertemuan dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy. Kedua belah pihak sebelumnya sudah menyatakan jika ini adalah percakapan biasa, dan kenaikan pagu utang tidak akan terjadi dalam pertemuan kali ini.

Seperti diketahui Amerika Serikat kembali mengalami masalah utang yang sudah mencapai batas pagu US$ 31,4 triliun. Jika tidak dinaikkan, maka Amerika Serikat terancam mengalami gagal bayar. Hal ini menjadi salah satu penekan Wall Street dalam beberapa pekan terakhir.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, sudah berulang kali memperingatkan hal tersebut. Ia menyebut AS akan kehabisan anggaran pada awal Juni, dan kegagalan menaikkan batas pagu utang akan menjadi "bencana ekonomi"

"Proyeksi kami saat ini adalah bahwa pada awal Juni, suatu hari akan tiba ketika kami tidak dapat membayar tagihan kami kecuali Kongres menaikkan pagu utang," kata Yellen dalam program tersebut, Minggu, (7/5/2023), sebagaimana diwartakan CNBC International.

"Itu adalah sesuatu yang saya sangat mendesak Kongres untuk melakukannya," tegasnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Wall Street yang kembali melemah tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar finansial hari ini. Suku bunga di Amerika Serikat kembali menjadi perhatian. The Fed pada pekan lalu sebenarnya memberikan sinyal akan menghentikan periode kenaikan suku bunga setelah melakukan selama 10 kali beruntun dengan total 500 basis poin menjadi 5% - 5,25%.

Namun, rilis data tenaga kerja AS yang kuat membuat pelaku pasar melihat kemungkinan Jerome Powell dan kolega menaikkan suku bunga lagi.

Pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 17% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan Juni. Padahal sebelum rilis data tenaga kerja, probabilitas tersebut nyaris nol, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.

fedFoto: FedWatch CME Group

Pada Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.

Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.

Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% month-to-month, lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara year-on-year, rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.

Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat dengan rata-rata upah yang tinggi tentunya menjadi kabar baik. Tetapi, dalam kondisi "perang" melawan inflasi hal itu menjadi buruk bahkan bisa sangat buruk.

Rata-rata upah per jam yang masih naik tinggi tentunya membuat daya beli masyarakat tetap kuat. Alhasil, inflasi menjadi sulit turun.

Presiden The Fed wilayah New York, John William mengatakan inflasi baru akan mencapai target 2% dalam jangka waktu dua tahun ke depan. Ia juga membuka peluang suku bunga kembali dinaikkan. 

"Kami tidak pernah mengatakan kenaikan suku bunga sudah berakhir. Kami akan memastikan mencapai target kami, kami akan menilai apa yang terjadi pada perekonomian dan mengambil keputusan berdasarkan data," kata William sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (9/5/2023).

Data inflasi dari AS akan dirilis malam ini. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada April diprediksi tumbuh 0,4% month-to-month (mtm) lebih tinggi dari sebelumnya 0,1%. Sementara secara tahunan atau year-on-year (yoy) diperkirakan sebesar 5%, sama dengan bulan sebelumnya.

Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan pangan diprediksi tumbuh 0,4% (mtm) sama dengan pertumbuhan Maret, dan 5,5% (yoy) sedikit turun dari bulan sebelumnya 5,6% (yoy).

Prediksi tersebut menunjukkan inflasi di Amerika Serikat masih sulit turun, yang bisa jadi menguatkan ekspektasi kenaikan suku bunga. Apalagi jika inflasi tersebut justru lebih tinggi dari prediksi.

Hal ini tentunya bisa memberikan tekanan ke pasar finansial global, termasuk Indonesia. IHSG, rupiah hingga SBN bisa kembali mengalami tekanan.

Sebelum rilis data tersebut, aset-aset di dalam negeri kemungkinan masih akan bergerak volatil.

Dari dalam negeri, akan dirilis data survei penjualan eceran oleh Bank Indonesia. Data ini bisa memberikan gambaran bagaimana konsumsi masyarakat memasuki kuartal II-2022, yang seharusnya tumbuh tinggi mengingat berada saat bulan Ramadhan.

Seperti disebutkan pada halaman 1, konsumsi masyarakat merupakan tulang punggung perekonomian. Semakin tinggi maka pertumbuhan ekonomi akan semakin terkerek.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data indeks keyakinan konsumen Australia (7:30 WIB)
  • Data inflasi final Jerman (13:00 WIB)
  • Data produksi industri Italia (10:00 WIB)
  • Data inflasi AS (19:30)
  • Data penjualan ritel Indonesia


Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cash Dividend (distribution): DRMA, BNGA, BELL
  • Cash Dividend (cum): SMSM, EMPT, LUCY
  • Cash Dividend (ex): AKRA, TUGU
  • Cash Dividend (recording): BYAN
  • Right Issue (ex): BKSW
  • Stock Split (cum): TMAS
  • IPO (allotment): SMIL
  • Public Expose: ESTA, ABMM
  • RUPS: TOTL, ABMM, MERK, ESTA, ADMR, CMNP, HAIS, AGRO, WEGE, JSMR, MYOH, TCID

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY)

5,03%

Inflasi (April 2023 YoY)

4,33%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Februari 2023)

0,61% PDB)

Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (April 2023)

US$ 144,2 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular