Newsletter

Mohon Maaf Investor, The Fed Tak Akan Pangkas Suku Bunga

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Kamis, 04/05/2023 05:59 WIB
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Pasar keuangan Tanah Air cenderung bervariasi pada perdagangan kemarin jelang keputusan suku bunga The Fed.
  • Wall Street kembali terkoreksi karena investor cenderung kecewa dengan pernyataan The Fed yang belum akan merubah arah kebijakan suku bunganya dalam waktu dekat.
  • The Fed memandang masih terlalu dini untuk merubah kebijakan suku bunganya, meski mereka juga mempertimbangkannya.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Rabu (3/5/2023) kemarin cenderung bervariasi, di tengah memburuknya sentimen global jelang keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali melemah, sedangkan rupiah dan harga Surat Berharga Negara (SBN) terpantau menguat.

Investor masih cenderung wait and see menanti sinyal dari suku bunga The Fed. Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan global dan dalam negeri hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.


Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,74% ke posisi 6.812,722. IHSG sempat kembali ambles hingga lebih dari 1%. Namun pada akhir perdagangan kemarin, IHSG berhasil memangkas koreksinya lagi.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 15 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 206 saham menguat, 337 saham melemah, dan 190 saham lainnya stagnan.

Investor asing kembali mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 131,1 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Sementara di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas melemah kemarin, sehingga IHSG tidak sendirian. Hanya indeks SET Thailand yang berhasil ditutup menguat kemarin.

Sementara untuk pasar saham China dan Jepang kemarin tidak dibuka karena adanya libur nasional.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Rabu kemarin berhasil ditutup menguat terhadap dolar AS.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.680/US$, menguat 0,14% di pasar spot.

Rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang Asia juga berhasil mengalahkan The Greenback kemarin. Hanya rupee India yang kalah melawan The Greenback. Sedangkan won Korea Selatan memimpin penguatan.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Rabu kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan masih ramai diburu oleh investor.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 2,7 basis poin (bp) menjadi 6,509%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.

Sentimen pasar global yang kembali memburuk membuat IHSG kembali merana dan sempat membebani rupiah. Namun pada akhirnya rupiah sukses menutup perdagangan kemarin di zona hijau.

Sentimen pasar memburuk karena investor di AS khawatir dengan huru-hara yang terjadi di AS, seperti krisis perbankan dan plafon utang AS.

Krisis perbankan yang kembali muncul membuat saham perbankan di AS kembali merana dan berimbas ke saham perbankan di Tanah Air.

Hal ini terjadi karena investor mempertanyakan stabilitas lembaga keuangan regional yang lebih kecil setelah krisis yang melanda Silicon Valley Bank (SVB) dan First Republic Bank dan keduanya pun di ambang kebangkrutan, meski JPMorgan telah resmi mengambilalih First Republic Bank.

Pasar juga dikhawatirkan dengan utang AS yang cenderung bermasalah. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS bakal gagal membayar utang (default) pada 1 Juni mendatang.

Hal ini akibat alotnya pembahasan untuk menaikkan plafon utang AS. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini dipimpin Partai Republik memilih untuk menaikkan menaikkan batas pinjaman nasional.

Ada syarat yakni pemotongan drastis anggaran belanja karena pemerintah dianggap terlalu boros, yang bakal menjadi sandungan bagi Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.

"Perkiraan terbaik kami adalah bahwa kami tidak akan dapat terus memenuhi semua kewajiban pemerintah pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni," katanya dikutip AFP, Selasa (2/5/2023).

Sementara di dalam negeri, ambruknya saham energi terutama saham batu bara juga membebani IHSG kemarin. Saham-saham batu bara sudah terkoreksi selama dua hari beruntun.

Sepertinya, banyak investor yang terkena 'dividen trap' membuat mereka melepas saham batu bara secara besar-besaran dan membuat saham batu bara kembali ambruk.

Beberapa hari lalu, emiten raksasa batu bara memang sudah membagikan dividen. Hanya tinggal beberapa emiten lagi yang belum membagikan dividennya.


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas

Pages