Larangan Ekspor Batu Bara: Mustahil!
Jakarta, CNBC Indonesia - King coal is back menjadi cerita yang paling mewarnai perdagangan komoditas tahun ini. Beragam faktor membuat batu bara kembali menjadi raja komoditas, mencetak rekor baru, hingga membuat Indonesia melarang ekspor komoditas tersebut walaupun kemudian mencabut kebijakan tersebut dengan cepat.
Sepanjang tahun ini, batu bara mencetak rekor dua kali yakni pada 2 Maret 2022 di posisi US$ 446 per ton serta pada 5 September 2022 di harga US$ 463, 75 per ton.
Batu bara juga beberapa kali menjalani rally panjang, termasuk menguat selama 10 hari perdagangan beruntun pada November.
Pasir hitam juga berkali-kali menembus level psikologis US$ 400 per ton pada tahun ini.
Kondisi ini berbeda dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya di mana harga batu bara akan cenderung turun dan sulit melonjak kembali setelah terbang tinggi.
Pada tahun ini, batu bara mampu bangkit dengan cepat setelah melandai.
Setidaknya ada lima periode di mana harga batu bara tembus US$ 400 yakni awal Maret, pertengahan Mei, pertengahan Juli, sepanjang Agustus-September, dan awal Desember.
Yang menarik, lonjakan harga dan kembali tembusnya batu bara ke level US$ 400 selalu ditopang dengan cerita dan faktor yang berbeda. Di antaranya adalah perang, krisis energi, kekeringan, hingga persoalan pasokan gas.
Kembali panasnya batu bara pada tahun ini juga mengukuhkan posisi bahan bakar fosil dalam pasokan energi global.
Di tengah gencarnya penggunaan energi bersih, batu bara membuktikan bisa menjadi sumber energi yang bisa diandalkan karena murah dan produksinya yang masih memadai.
AdministrasiInformasiEnergi Amerika Serikat (EIA)memperkirakan konsumsi batu bara global akan meningkat 1,2% pada 2022 menjadi 8,025 miliar ton. Jumlah tersebut melewati rekor tertingginya yang tercatat pada 2013 yakni 7,997 miliar ton.
Lonjakan konsumsi ini berimbas pada meningkatnya produksi pasir hitam. EIA memperkirakan produksi batu bara akan melonjak 5,4% menjadi 8,3 miliar pada tahun ini, Jumlah tersebut adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.
"Konsumsi batu bara global akan mencapai puncak pada 2022 dan akan berada di level yang sama pada beberapa tahun ke depan jika tidak ada upaya untuk beralih ke energi yang lebih rendah karbon," tulis EIA dalam laporannya.
(mae/mae)