CNBC Indonesia Research

Pro-Kontra Dari Program Biodiesel RI, Pemerintah Kudu Piye?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
21 December 2022 06:45
Tes bahan bakar B40 ke mobil saat uji coba dan uji jalan atau road test kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, (27/7/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Tes bahan bakar B40 ke mobil saat uji coba dan uji jalan atau road test kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, (27/7/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memang memiliki segudang 'harta karun' dari berbagai komoditas, tapi sayangnya produksi minyak mentah di dalam negeri masih belum sebanding dengan konsumsinya. Sehingga Indonesia pun menjadi negara importir minyak mentah juga minyak olahan alias Bahan Bakar Minyak (BBM).

Dari catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat bahwa di tahun ini produksi migas Indonesia ditargetkan mencapai 703 ribu barel per hari (bph). Sementara, kebutuhannya mencapai 1,4 juta bph.

Artinya, masih ada selisih sekitar 500 ribuan bph untuk konsumsi minyak mentah yang akan dijadikan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kebutuhan kendaraan di dalam negeri.

Melansir data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia, impor minyak mentah Indonesia pada 2021 tercatat mencapai 104,40 juta barel, melonjak 31% dibandingkan 2020 yang sebesar 79,68 juta barel. Adapun pada 2019 impor minyak mentah RI sebelum masa pandemi Covid-19 mencapai 89,31 juta barel.

Begitu juga dengan impor BBM Indonesia. Pada 2021 tercatat impor produk minyak atau BBM Indonesia mencapai 22,09 juta kilo liter (kl), naik 5,8% dibandingkan impor pada 2020 yang sebesar 20,87 juta kl.

Sejak perang Rusia-Ukraian terjadi pada 24 Februari silam, mengakibatkan harga energi dan komoditas pun melambung. Sebagai negara importir minyak, Indonesia pun kena dampaknya. Angka inflasi pun meninggi karena harga minyak metah dunia melesat hingga di atas US$ 100/barel. Selain itu, tingginya harga minyak mentah dunia juga memberikan dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebagai negara pengimpor, harga BBM di dalam negeri tentunya akan dipengaruhi oleh harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bila harga minyak melonjak dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah, maka negeri ini harus bersiap menghadapi lonjakan harga BBM di dalam negeri.

Untuk itu, pemerintah Indonesia berupaya untuk terus berinovasi melalui program pengembangan biodiesel.

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil. Program tersebut juga diharapakan dapat mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional sehingga dapat menurunkan jumlah impor solar ke depannya.

Hal tersebut juga sejalan dengan mimpi Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060, dengan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan sebesar 23% pada 2025.

Program biodiesel di Indonesia tersebut sebenarnya sudah mulai di implementasikan sejak tahun 2016 dengan mewajibkan pencampuran 20% minyak kelapa sawit dengan 80% bahan bakar jenis solar untuk menghasilkan produk B20.

Pengembangan biodiesel tidak berhenti pada B20 saja, pemerintah kembali mengembangkan program B30, dengan meningkatkan campuran sebanyak 30% dari minyak kelapa sawit dan 70% bahan bakar minyak jenis solar. Program tersebut telah berjalan sejak Januari 2020.

Indonesia patut bangga, pasalnya kita menjadi negara pertama yang berhasil mengimplementasikan B20 dengan menggunakan bahan baku utama yang bersumber dari kelapa sawit. Pada 2018, Minesota dan AS menyusul. Adapun Kolombia baru memulai tahap B10 pada 2011 dan Malaysia mengimplementasi B10 pada 2019.

Sementara itu, pada awal bulan ini, Presiden RI Joko Widodo kembali memerintahkan untuk melaksanakan mandatori program campuran biodiesel 35% dengan BBM solar atau dikenal dengan B35 yang akan mulai di implementasikan pada 1 Januari 2023.

Sebagai respons atas instruksi Presiden tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah menetapkan alokasi biodiesel dan badan usaha pemasok biodiesel untuk 2023.

Hal ini sudah tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE/2022 tanggal 15 Desember 2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari - Desember 2023.

Kementerian ESDM menetapkan alokasi biodiesel untuk B35 pada 2023 mencapai 13.148.594 kilo liter (kl), naik dari alokasi 2022 sebesar 11.025.604 kl. Pada 2022 pemerintah masih memberlakukan program B30.

Hal ini dengan asumsi konsumsi diesel/Solar di Indonesia pada tahun depan mencapai 37.567.411 kl, naik 3% dari proyeksi tahun ini 36.475.050 kl.

Lalu, bagaimana untung dan rugi dari program Biodiesel? Simak di halaman berikutnya>>>

Semenjak diimplementasikan program biodiesel di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatatkan beberapa manfaat mulai dari aspek ekonomi serta lingkungan. Pada 2018, program biodiesel berhasil menghemat devisa hingga Rp 26,67 triliun dan terus bertambah menjadi Rp 63,39 triliun pada 2020.

Selain itu, program biodiesel turut membuka lapangan pekerjaan khususnya petani sawit hingga mencapai 1,2 juta orang pada 2020. Program tersebut juga dapat menurnkan emisi gas rumah kaca mulai dari 5,61 juta ton CO2 pada 2018 hingga 14,25 juta ton CO2 pada 2020.

Sementara itu, pada tahun ini, Kementerian ESDM memiliki target untuk menurunkan sebesar 91 juta ton CO2.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pun optimis bahwa pangsa pasar biodiesel akan terus tumbuh di masa depan sebab akan menjadi alternatif bahan bakar fosil.

CPO

Namun, sisi lainnya, dengan meningkatnya permintaan terhadap CPO untuk program biodiesel berpotensi pula meningkatkan deforestasi secara bersamaan.

Padahal, angka deforestasi di Indonesia memang menunjukkan penurunan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa angka deforestasi bersih pada 2019-2020 seluas 115.459 hektar, turun sampai 75% dibandingkan dengan tahun 2018-2019 sebesar 462.460 hektar. Data tersebut merupakan data deforestasi Indonesia yang disesuaikan dengan peta rupa bumi terbaru di Kebijakan Satu Peta.

Namun, Indonesia tampaknya masih harus berusaha lebih keras lagi. Sebab jika melansir data Global Forest Watch, Indonesia masuk kedalam empat negara yang paling banyak kehilangan hutan selama dua dekade terakhir. Pada periode 2022 hingga 2020, Indonesia diprediksikan kehilangan 9,75 juta hectare hutan primer.

bbc

Pertanyaan selanjutnya yakni, bagaimana pemerintah Indonesia bisa menerapkan biodiesel dan mengakhiri pembabatan hutan secara bersamaan?

Kerap kali program biodiesel dinilai baik untuk hilirnya, sementara pada hulunya juga menyebabkan kerusakan lingkungan melalui deforestasi. Sebab, ketika deforestasi besar-besaran akan berdampak pada lepasnya emisi dan akan mempengaruhi iklim.

Indonesia tampaknya masih punya banyak 'PR' untuk dibenahi sebelum benar-benar memutuskan untuk meningkatkan program biodiesel ke depannya. Tidak hanya aspek perekonomian saja yang perlu diperhatikan, tapi dari aspek lingkungan juga penting untuk di cermati.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular