CNBC Indonesia Research

CPO Kena "Blacklist" Eropa, RI Kurangi Babat Hutan Demi Sawit

Research - Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
09 November 2022 06:20
sawit Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia kerap menjadi perdebatan karena isu deforestasi. Namun, Indonesia berhasil membuat kemajuan dengan menurunkan deforestasi secara signifikan.

Awal mula CPO Indonesia tertiup angin kurang segar diawali pada laporan Time Toast, pada 1 Januari 2007, bahwa organisasi PBB menilai produksi minyak sawit sebagai penyebab utama deforestasi di Indonesia, di mana pembalakan liar dan penanaman kelapa sawit lazim terjadi di 37 dari 41 taman nasional.

Dampak dari deforestasi ini tentunya tidak kecil. Mulai dari berkurangnya hutan primer (hutan yang belum pernah disentuh oleh manusia), punahnya spesies yang dilindungi dan keanekaragaman hayati, serta pemanasan global. Hal ini jelas mengkhawatirkan mengingat hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia.



Akibat hal itu, pada April 2017 Parlemen Uni Eropa (UE) menerbitkan resolusi tentang minyak kelapa sawit dan deforestasi hutan hujan. Tujuan akhirnya yakni melarang impor kelapa sawit yang tidak sesuai dengan pembangunan berkelanjutan serta produk turunannya pada 2020 ke wilayah UE. Resolusi tersebut juga mendesak agar minyak kelapa sawit tidak dimasukkan pada kategori bahan baku dalam program biodiesel UE pada 2020.

Pada awal 2019, Eropa menerbitkan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II), di mana kelapa sawit dianggap sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan atau dikenal dengan deforestasi atau indirect land-use change (LUC).

Dalam situs resmi Europa.eu, RED II telah menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 40% pada 2030. Demi mencapai target tersebut, Uni Eropa berupaya untuk mengurangi konsumsi biodiesel sawit secara berangsur-angsur dan akan menghentikannya secara total pada 2030.

Lantas, apa dampaknya terhadap industri minyak kelapa sawit Indonesia?

Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, tentunya peraturan ini menjadi ancaman yang serius.

Pada tahun 2018 saja, produksi minyak sawit Tanah Air mencapai 47,4 juta ton. Malaysia di posisi ke-2 mengekor di belakang dengan 19,5 juta ton. Jika digabung, Indonesia dan Malaysia menyumbang 85% dari total pasokan minyak sawit dunia.

Sebelum peraturan tersebut mencuat, volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa pada 2017 tercatat hingga mencapai 3,34 juta ton dan didominasi oleh impor dari Belanda hingga 1,16 juta ton. Nilai impor tersebut bahkan melebihi total impor China di 3,1 juta ton, meskipun masih kalah dengan impor India hingga 7,3 juta ton.

Dengan begitu, Uni Eropa memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap keseimbangan antara pasokan dan permintaan CPO Indonesia. Seperti diketahui, Uni Eropa terdiri dari 27 negara, bahkan Jerman, Perancis, Italia dan Belanda termasuk di dalamnya. Beberapa negara tersebut juga memiliki perekonomian yang cukup besar di dunia.

Sehingga, dampak dari pengurangan permintaan CPO dari Uni Eropa akan sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, ekspor minyak sawit menyumbang sebesar 12% dari total ekspor non migas. Pada industri CPO, terdapat 5 juta orang petani yang akan kehilangan sebagian besar pendapatannya.

Pemerintah Indonesia tentunya tidak hanya berdiam diri. Pada 2018, pemerintah telah merencanakan program B20, yang membuat 20% campuran dari biodiesel berasal dari minyak sawit. Hal tersebut sebagai upaya untuk menyerap kelebihan pasokan CPO Indonesia jika Uni Eropa mulai mengurangi impor CPOnya.

Kendati demikian, tampaknya Uni Eropa telah mulai menurunkan impor CPO sejak kebijakan tersebut muncul. Melansir data United Nations Comtrade, impor CPO Indonesia ke Uni Eropa pada 2019 menurun drastis hingga mencapai US$ 2,1 miliar, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Posisi impor tersebut juga menjadi yang terendah sejak 2008.

comtradeSumber: comtrade



Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO Indonesia pada 2019 pun merosot 17,39%, menjadi US$ 19 miliar dari tahun sebelumnya di US$ 23 miliar. Penurunan pada nilai ekspor tersebut juga dipicu oleh harga acuan CPO dunia yang turun.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah Indonesia untuk menggunakan CPO sebagai bahan baku biodiesel, turut meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa konsumsi domestik pada 2019 mencapai 16,67 juta ton atau naik 23,57% dari 2018. Konsumsi biodiesel di pasar dalam negeri terpantau melesat 49%, sedangkan konsumsi pangan naik 14% dan oleokimia naik 9%.

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono menyatakan bahwa 2019 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri minyak kelapa sawit Indonesia. Rencana implementasi Renewable Energy Directived (RED) II oleh Uni Eropa (UE) yang menghapuskan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel, perbedaan tarif impor produk minyak sawit Indonesia ke India, kemarau yang berkepanjangan, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, serta harga CPO yang terus menurun merupakan tantangan utama yang dihadapi industri sawit hampir sepanjang 2019.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Deforetasi Indonesia Menurun! 

Ini Bukti Bahwa Deforestasi di Indonesia Menurun!
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2
Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading