Lengkap! Ini Pasal-Pasal Super Penting di UU P2SK

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
15 December 2022 10:52
Rapat paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta Selasa (17/9/2019). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Rapat paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta Selasa (17/9/2019). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). RUU P2SK ini diselesaikan dalam tempo yang cepat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan keberadaan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih cepat. Bahkan, dia menilai target Indonesia Maju pada 2045 bisa terealisasi dengan RUU itu.

"Menjadi tonggak penting bagi reformasi sektor keuangan dan merupakan salah satu fondasi penting untuk mendorong perekonomian Indonesia menuju visi Indonesia emas 2045," kata Sri Mulyani dalam pembahasan RUU P2SK dengan Panja DPR, dikutip Kamis (15/12/2022).

Adapun, jika dibedah isinya, UU PPSK diawali dengan Bab I mengenai ketentuan umum pasal 1, Bab II mengenai azas maksud, tujuan, serta ruang lingkup yang terdiri dari pasal 2 dan pasal 3, Bab III mengenai kelembagaan yang terdiri dari pasal 5 bagian umum, pasal 6 KSSK, pasal 7 LPS, pasal 8 OJK, pasal 9 BI, pasal 10 rupiah digital, hingga pasal 11 mengenai pengembangan sektor keuangan.

Kemudian, pasal 12 mengenai pengendalian tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana pendanaan terorisme, bab 13 tentang bagian umum perbankan, pasal 14 perbankan, serta pasal 15 perbankan syariah.

Adapun pasal 16 masuk ke dalam Bab 5 berkaitan dengan pasar modal, pasar uang dan pasar valas tentang infrastruktur pasal, pasal 17 tentang penyelenggaraan infrastruktur pasar, pasal 18 instrumen keuangan dalam transaksi pasar modal, pasal 19 sampai pasal 22 tentang pasar modal.

Kemudian, untuk pasal 23 sampai pasal 26 mengenai bursa karbon, pasal 27-32 mengenai pasar uang dan pasar valas, pasal 33 sarana kliring di pasar keuangan, pasal 34 tentang pegembanagn pasar keuangan, dan pasal 35 tentang fungsi pengelolaan dana perwalian.

Pasal 36 tentang permohonan pailit badan pengelola instrumen keuangan, pasal 37 pengelolaan instrumen keuangan dan pengelolaan dana perwalian, pasal 38 OJK berwenang mengenakan sanksi administratif kepada pihak yang melakukan pelanggaran, dan pasal 39 tentang pengaturan lebih lanjut tentang pengembangan pasar keuangan oleh pemerintah.

Lebih lanjut, pasal 40-47 tentang penyelesaian transaksi, pasal 48 kegiatan usaha penukaran valas, pasal 49 dan pasal 50 tentang kegiatan usaha penukaran valas. Lalu, pasal 51-52 mengenai perasuransian, pasal 53-54 asuransi usaha bersama, pasal 55 tentang anggaran dasar usaha bersama, pasal 56 keanggotaan usaha bersama, pasal 57 organ usaha bersama, pasal 58 wewenang RUA, pasal 59 penyelenggaraan RUA, dan pasal 60 tentang RUA tahunan dan rua luar biasa.

Pasal 61 kepesertaan RUA, pasal 62 dan 63 pemilihan peserta RUA, pasal 64 pemilihan RUA, pasal 65 tentang masa tugas dan pemberhentian peserta RUA, pasal 66 RUA, dan pasal 67-68 pengurusan usaha bersama, pasal 69 tentang masa tugas dan pemberhentian direksi usaha bersama, pasal 70 tugas, wewenang, dan kewajiban direksi usaha bersama, pasal 71 kewajiban anggota direksi usaha bersama, pasal 72 pengawasan usaha bersama hingga pasal 73, pasal 74 masa tugas dan pemberhentian dewan komisaris usaha bersama, pasal 75 - 76 tugas, wewenang dan tanggung jawab komisaris usaha bersama.

Pasal 77 membahas mengenai perubahan bentuk badan hukum, pasal 78 mengenai pembubaran usaha bersama, pasal 79 penyelenggaraan program penjamin polis, pasal 80-85 kepesertaan penjamin polis, pasal 86-89 tentang penyelenggara program penjamin polis.

Pasal 90 mengenai mekanisme penanganan perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah bermasalah, pasal 92 likuidasi hingga pasal 101. Pasal 102 tentang pengelolaan aset dan kewajiban hingga pasal 103, dan pasal 104 - 105 tentang penjaminan.

Sementara itu, pasal 106 - 107 tentang usaha jasa pembiayaan dan ruang lingkupnya, pasal 108 bentuk badan hukum, pasal 109 kepemilikan, pasal 110 - 111 kepengurusan dan penilaian kemampuan dan kepatuhan. Pasal 112 sumber dana penyertaan, pasal 113 - 114 izin usaha, pasal 115 konversi dan pembentukan unit usaha syariah, dan pasal 116 - 123 tentang penyelenggaraan usaha, dan pasal 124 penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan.

Pasal 125 pencabutan izin usaha, pasal 126 asosiasi penyelenggara usaha jasa pembiayaan, pasal 127 profesi penunjang usaha jasa pembiayaan, pasal 128 - 129 pengawasan dan pelaporan. Pasal 130-132 tentang kegiatan usaha bullion, pasal 133 - 200 dana pensiun, program jaminan hari tua, dan program dana pensiun.

Pasal 201 koperasi di sektor jasa keuangan, pasal 203 - 204 lembaga keuangan mikro, pasal 205 - 212 konglomerasi keuangan, pasal 213 inovasi teknologi sektor keuangan sampai dengan pasal 224, pasal 225 - 229 tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan, pasal 230 - 248 cakupan perlindungan konsumen di sektor keuangan.

Kemudian, pasal 249 - 251 tentang terkait akses pembiayaan mikro, kecil, dan menengah, pasal 252-273 tentang sumber daya manusia, sedangkan pasal 274 - 276 stabilitas sistem keuangan, pasal 277 - 278 tentang LPEI, pasal 279 - 282 mengenai sanksi administrasi terkait ITSK, pasal 283 tentang sanksi administrasi terkait usaha jasa pembiayaan, dan pasal 25 sanksi administrasi terkait perlindungan konsumen.

Adapun, bab 24 mengatur tentang ketentuan pidana yang di dalamnya termuat pasal 287 - 290 tentang ketentuan pidana terkait penjaminan polis, pasal 291 hingga 295 ketentuan pidana terkait usaha jasa pembiayaan, pasal 296 - 298 tentang ketentuan pidana, pasal 299 - 300 tentang ketentuan pidana terkait pasar uang dan pasar valas, pasal 301 - 306 terkait kegiatan usaha bullion.

Ketentuan lain-lain pun kemudian dibahas dalam pasal 307, ketentuan peralihan dari pasal 308 - 325, dan ketentuan penutup tertera dalam pasal 326 - 341.

"Bagian akhirnya berbunyi agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaga negara republik Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit selaku pimpinan panitia kerja (Panja).

Dolfie menjelaskan, UU ini nantinya akan disahkan dan ditandatangani Presiden Joko Widodo setelah disepakati di Tingkat II. Sementara diundangkan oleh Menteri Sekertaris Negara Pratikno.

Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Dari UU tersebut, diketahui cara KSSK dalam melakukan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan berubah. Tugas KSSK akan semakin ketat. Bukan hanya menangani krisis sistem keuangan, tapi KSSK juga akan menangani permasalahan lembaga jasa keuangan yang sistemik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan yang normal maupun dalam kondisi krisis.

Di dalam UU PPSK Pasal 5 dijelaskan, KSSK bertugas melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, melakukan penanganan krisis sistem keuangan.

Tugas KSSK juga yakni melakukan koordinasi penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.

Adapun wewenang KSSK juga berubah dari undang-undang eksisting, UU Nomor 9 Tahun 2016, dari 11 kewenangan menjadi 9 kewenangan.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga menyepakati untuk tidak menghapus Pasal 47 dari Undang-Undang BI. Yang dimana pasal ini adalah substansi mengenai terkait pelarangan Anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Mengingat dari draft UU PPSK usulan DPR sebelumnya, diusulkan agar Pasal 47 tersebut dihapus. Namun kini pemerintah dan sepakat untuk tetap menghadirkan pasal tersebut. Artinya, Anggota Dewan Gubernur BI tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Adapun di dalam UU PPSK, pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak lagi menggunakan istilah 'Bank Gagal'.

Pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tidak menggunakan lagi term atau kalimat 'bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya, serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh OJK sesuai wewenang yang dimilikinya.'

Term atau istilah yang disebutkan di atas diganti menjadi 'bank dalam resolusi'. Istilah ini akan digaungkan di saat undang-undang RUU PPSK mulai berlaku dan disahkan menjadi undang-undang.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular