RUU PPSK

Terbaru Soal RUU PPSK: Aturan OJK, LPS & BI Dirombak Habis!

Cantika Adinda Putri & Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
09 December 2022 12:30
Konferensi Pers: Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022
Foto: Konferensi Pers: Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) telah disepakati dan ditandatangani bersama oleh pemerintah dan Komisi XI DPR.

Dari draft terbaru RUU PPSK tertanggal 8 Desember 2022 yang diterima CNBC Indonesia, diketahui ada perubahan tugas dan fungsi pada Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, RUU PPSK akan menjadi pondasi perekonomian Indonesia yang sangat penting.

Sri Mulyani bilang, ada beberapa hal penting yang menjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR di dalam RUU PPSK, terutama dalam menjaga stabilitas keuangan melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Pemerintah menegaskan bahwa independensi BI, OJK, dan LPS dikedepankan. Anggota dan kepemimpinan di lembaga itu tak boleh berasal dari kalangan politisi.

"Disini (RUU PPSK), peranan BI, OJK, LPS, independensi mereka masih sangat dijaga, pencalonan anggota dewan komisioner maupun dewan gubernur. Tidak boleh dari partai politik," jelas Sri Mulyani di Gedung DPR kemarin, Kamis (9/12/2022).

"Dan juga dari sisi misi yang mereka lakukan, semuanya masih dijamin independensinya dan kewenangan serta tugas yang harus dilaksanakan," kata Sri Mulyani lagi.

Dalam naskah terbaru RUU PPSK ini, memang terdapat perubahan dari draft RUU PPSK tertanggal 20 September 2022 sebelumnya. Misalnya saja, cara KSSK dalam melakukan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.

Di RUU PPSK terbaru, dijelaskan, tugas KSSK akan semakin ketat, bukan hanya menangani krisis sistem keuangan, tapi KSSK juga akan menangani permasalahan lembaga jasa keuangan yang sistemik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan yang normal maupun dalam kondisi krisis.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga menyepakati untuk tidak menghapus Pasal 47 dari Undang-Undang BI. Yang dimana pasal ini adalah substansi mengenai terkait pelarangan Anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Mengingat dari draft RUU PPSK usulan DPR sebelumnya, diusulkan agar Pasal 47 tersebut dihapus. Namun kini pemerintah dan sepakat untuk tetap menghadirkan pasal tersebut. Artinya, Anggota Dewan Gubernur BI tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Adapun di dalam RUU PPSK, pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak lagi menggunakan istilah 'Bank Gagal'.

Pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tidak menggunakan lagi term atau kalimat 'bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya, serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh OJK sesuai wewenang yang dimilikinya.'

Term atau istilah yang disebutkan di atas diganti menjadi 'bank dalam resolusi'. Istilah ini akan digaungkan di saat undang-undang RUU PPSK mulai berlaku dan disahkan menjadi undang-undang.

CNBC Indonesia telah mendapatkan dokumen RUU PPSK terbaru tertanggal 8 Desember 2022 yang sudah disepakati pemerintah dan DPR. Berikut peranan KSSK serta fungsi dan kewenangan baru dari BI, OJK, dan LPS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, KSSK di dalam RUU PPSK diperkuat di dalam cara mengkoordinasi mengenai sharing data dan bagaimana keputusan KSSK memberikan penguatan kepercayaan ke sektor keuangan di tanah air.

Berkaca dari situasi krisis 2008 atau saat terjadi gejolak saat pandemi, kata Sri Mulyani keputusan di dalam rapat KSSK harus dibuat cukup cepat, namun tetap harus hati-hati.

"Oleh karena itu kepastian dalam menghadapi potensi terjadinya masalah di sektor keuangan, ini semuanya di address di dalam undang-undang ini, jadi ini baik untuk kelembagaan," jelas Sri Mulyani kemarin Kamis (9/12/2022).

Adapun anggota KSSK yakni menteri keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dengan hak suara, Gubernur BI sebagai anggota dengan hak suara, Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai anggota dengan hak suara, dan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota dengan hak suara.

Di dalam RUU PPSK Pasal 5 dijelaskan, KSSK bertugas melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, melakukan penanganan krisis sistem keuangan.

Tugas KSSK juga yakni melakukan koordinasi penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.

Adapun wewenang KSSK juga berubah dari undang-undang eksisting, UU Nomor 9 Tahun 2016, dari 11 kewenangan menjadi 9 kewenangan.

Kewenangan KSSK beberapa di antaranya yakni menetapkan kriteria dan indikator untuk penilaian kondisi stabilitas sistem keuangan, merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan langkah penanganan krisis sistem keuangan, dan sebagainya.

Adapun Sekretaris KSSK yang ditunjuk harus berasal dari pejabat Eselon I Kementerian Keuangan. Tugas sekretariat di dalam KSSK pun ditambah.

"Sekretariat KKSK melakukan analisis, riset, dan/atau assesmen stabilitas sistem keuangan," tulis Pasal 7 ayat (4) RUU PPSK.

Adapun, KSSK tetap melakukan rapat secara berkala 1 kali setiap 3 bulan, namun dapat menyelenggarakan rapat koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan.

Pengambilan keputusan KSSK yang dilakukan dalam rapat secara musyawarah untuk mufakat, dan diambil berdasarkan suara terbanyak. Namun jika tidak tercapai, menteri keuangan sebagai koordinator lah yang memutuskan.

"Dalam hal pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak tidak tercapai, menteri keuangan sebagai koordinator KSSK mengambil keputusan atas nama KSSK," jelas Pasal 9 ayat (5).

KSSK juga harus melaksanakan langkah penanganan krisis sistem keuangan setelah Presiden memutuskan kondisi krisis sistem keuangan. Di undang-undang eksisting, aturan ini tidak ada.

Peran LPS di dalam RUU PPSK ditambah, yakni harus melindungi dana masyarakat yang ditempatkan pada bank dan perusahaan asuransi.

Adanya penambahan tugas itu maka Anggota Dewan Komisioner LPS berjumlah 7 orang, yakni 1 pejabat setingkat Eselon I yang ditunjuk oleh Menkeu, 1 orang anggota DK OJK yang ditunjuk Ketua DK OJK, 1 orang anggota Dewan Gubernur BI yang ditunjuk oleh Gubernur BI, dan 4 orang anggota yang berasal dari dalam/atau dari luar LPS.

Anggota DK LPS yang dimaksud terdiri atas Ketua DK merangkap anggota, anggota DK yang membidangi program penjaminan dan resolusi bank, dan anggota DK yang membidangi program penjaminan polis.

Sehingga fungsi LPS diantaranya menjamin simpanan nasabah penyimpanan, menjamin polis asuransi, turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan sesuai dengan kewenangannya, melakukan resolusi bank, dan melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK.

Di dalam Pasal 5 RUU PPSK, dijelaskan, tugas LPS yakni merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan dan melaksanakan penjaminan.

Dalam menjalankan fungsi menjamin polis asuransi, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan program penjaminan polis.

LPS juga bertugas merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan stabilitas sistem keuangan sesuai kewenangannya.

Kemudian dalam menjalankan resolusi bank, LPS harus merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan persiapan tindakan resolusi bank, termasuk uji tuntas pada bank, serta penjajakan kepada bank atau investor lain.

LPS juga bertugas "Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan resolusi bank yang ditetapkan sebagai bank dalam resolusi," tulis Pasal 5 ayat (4).

Begitu juga dalam menjalankan fungsinya dalam melakukan penyelesaian perusahaan asuransi. LPS harus merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan persiapan likuidasi perusahaan asuransi.

LPS juga harus merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan likuidasi perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK.

Dalam rangka penjaminan polis, LPS harus menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis, serta menetapkan dan memungut kontribusi pada saat perusahaan asuransi pertama kali menjadi peserta.

Selain itu, LPS juga berwenang melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya, termasuk melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang serta aset lainnya.

LPS juga berwenang mendapatkan data simpanan nasabah penyimpanan, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank.

LPS juga berwenang mendapatkan data pemegang polis, tertanggung, dan peserta asuransi. LPS juga berwenang mendapatkan data kesehatan perusahaan asuransi, laporan keuangan perusahaan asuransi, serta laporan hasil pemeriksaan perusahaan asuransi.

"Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan mengenai pembayaran klaim penjaminan dan pelaksanaan penjaminan polis," seperti dikutip Pasal 6 ayat (1) huruf g.

Adapun, LPS boleh menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.

LPS juga diperbolehkan melakukan pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, secara sendiri atau bersama dengan OJK.

LPS juga berwenang melakukan penempatan dana pada bank dalam penyehatan berdasarkan permintaan dari OJK dan menunjuk pengelola statuter pada bank yang menerima penempatan dana LPS.

LPS juga berhak melakukan pengalihan portofolio pertanggungan, pembayaran klaim penjaminan, dan pengembalian premi atau kontribusi yang belum berjalan, pada saat perusahaan asuransi dilikuidasi.

Kewenangan LPS yang lain yakni juga diperbolehkan mengalihkan polis asuransi tanpa persetujuan pemegang polis asuransi dan menjatuhkan sanksi administratif.

Pada Pasal 10A, dijelaskan, bahwa LPS dapat menjamin simpanan untuk kelompok nasabah. Ketentuan mengenai penjaminan kelompok nasabah akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Adapun, disaat LPS menerima pemberitahuan tertulis dari OJK dalam persoalan Bank Resolusi atau Perusahaan Asuransi yang dicabut izin usahanya, LPS berwenang:

- Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS.

- Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Dalam Resolusi dan Perusahaan Asuransi.

- Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Dalam Resolusi dan Perusahaan Asuransi dengan pihak ketiga yang merugikannya.

- Menjual dan/atau mengalihkan aset bank atau perusahaan asuransi tanpa persetujuan debitur dan/atau mengalihkan kewajiban Bank Dalam Resolusi atau Perusahaan Asuransi tanpa persetujuan kreditur.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, sumber anggaran operasional OJK bukan hanya bersumber dari APBN, namun juga dari iuran industri yang diawasi oleh OJK.

Dengan demikian, kata Sri Mulyani akan memberikan kepastian kepada OJK mengingat ke depan fungsi pengaturan dan pengawasan OJK akan ditambah.

"Di sini nanti disebutkan mereka menggunakan APBN, tapi iuran dari industri akan masuk sebagai PNBP yang kemudian diberlakukan budget dari OJK," jelas Sri Mulyani.

"Ekspansi organisasi harus bisa didanai dan ditopang dengan anggaran dan pendanaan yang matang," kata Sri Mulyani lagi.

Pungutan yang dimaksud Sri Mulyani, yaitu pungutan yang berasal dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pungutan akan dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.

Ketentuan mengenai pungutan mulai berlaku mulai tahun 2025 dan ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan dana dan tata kelolanya akan diatur lebih lanjut dalam PP.

Seperti diketahui, di dalam RUU PPSK fungsi wewenang pengaturan dan pengawasan OJK di dalam RUU PPSK akan ditambah.

Pengaturan dan pengawasan OJK bukan hanya akan meliputi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun.

Namun kini, pengawasan OJK juga ditambah, yakni untuk mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya.

Serta, tugas pengawasan OJK juga ditambah untuk kegiatan di sektor inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK), aset keuangan digital, dan aset kripto.

OJK juga harus melakukan pengaturan dan pengawasan kepada pelaku usaha jasa keuangan, serta pelaksanaan edukasi dan perlindungan konsumen.

Tugas OJK lainnya juga mencakup mengatur dan mengawasi sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan.

"Selain tugas yang dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan bertugas melaksanakan pengembangan sektor keuangan, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan otoritas terkait," jelas bleid Pasal 6 ayat (2).

Adapun OJK merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan/atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap debitur yang merupakan bank, perusahaan efek, bursa efek, penyelenggara pasar alternatif, lembaga kliring dan penjaminan, serta LJK lain yang diawasi oleh OJK.

Adanya penambahan fungsi tugas pengaturan dan pengawasan OJK, wewenang OJK pun bertambah yakni:

- Memberikan perintah tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi.

- Menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.

- Menetapkan kebijakan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan RUPS atau rapat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Memberikan data dan informasi yang dibutuhkan oleh pemerintah, dalam rangka penanganan permasalahan perekonomian dan/atau LJK yang berada di bawah pengawasan OJK.

Pemerintah menegaskan bahwa independensi BI tetap dikedepankan dan dipastikan Anggota Dewan gubernur BI tidak boleh berasal dari kalangan politisi.

Hal tersebut tercermin dari dimasukkan kembali Pasal 47 mengenai ketentuan Anggota Dewan Gubernur BI. Dimana mereka dilarang untuk mempunyai kepentingan langsung/tidak langsung pada perusahaan manapun juga.

Anggota Dewan Gubernur BI juga dilarang merangkap jabatan pada lembaga lain, kecuali karena kedudukan wajib memangku jabatan tersebut. Juga dilarang menjadi pengurus dan /atau anggota partai politik.

Kendati demikian, apapun yang menjadi mandat yang ditujukan kepada BI pada akhirnya harus bermuara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tanah air.

"Tujuan BI adalah mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tulis RUU PPSK Pasal 7 Bagian Kelembagaan BI, dikutip Jumat (9/12/2022).

Dalam mencapai tujuan yang dimaksud, tugas BI yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten dan transparan.

Tugas BI lainnya yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, juga menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial.

Ditegaskan dalam Pasal 9 bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan undang-undang ini.

BI juga wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugas.

Dalam mengelola likuiditas untuk pertumbuhan ekonomi. BI dapat melakukan melalui pembelian atau penjualan surat berharga dan/atau surat berharga berkualitas lainnya di pasar sekunder.

BI juga dapat melakukan penempatan dana pada lembaga keuangan dalam rangka pengembangan pasar uang, kebijakan giro wajib minimum (GWM), bauran kebijakan moneter, dan/atau instrumen kebijakan lainnya.

Dalam pengelolaan likuiditas di dalam RUU PPSK, dijelaskan bahwa BI harus mengutamakan pencapaian tujuan untuk mencapai kestabilan nilai rupiah dalam rangka kebijakan moneter, dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi.

Hal yang juga berbeda dari aturan sebelumnya di dalam aturan BI, yakni kewenangan BI yang ditambah dalam penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh krisis.

Pemberlakukan burden sharing atau berbagi beban oleh BI kepada pemerintah akan berlaku selamanya lewat RUU PPSK ini. Aturan ini secara jelas diatur di dalam Pasal 36A.

Pasal 36A menyebutkan bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, BI berwenang untuk membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Seperti diketahui, sebelumnya konteks burden sharing hanya ditetapkan sementara untuk mendukung APBN dalam menangani dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan UU No. 2/2020, burden sharing BI dan Pemerintah hanya berlaku hingga 2022.

Diubahnya ketentuan skema burden sharing antara BI dan pemerintah dituangkan di dalam RUU PPSK, dan kemudian disahkan menjadi undang-undang. Maka BI bisa melakukan burden sharing selamanya selama undang-undang ini berlaku.

Adapun penjelasan lengkap Pasal 36A sebagai langkah BI dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh krisis, kewenangan BI diantaranya:

- Membeli Surat Berharga Negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

- Membeli/repo SBN yang dimiliki LPS untuk biaya penanganan permasalahan bank.

- Memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo SBN yang dimiliki korporasi/swasta melalui perbankan.

Adapun dalam pembelian SBN di pasar perdana harus disepakati melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI.

"Skema dan mekanisme pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia," Pasal 36A ayat (4), dikutip Jumat (9/12/2022).

RUU PPSK menambah tiga kelembagaan baru yakni Badan Supervisi LPS, Badan Supervisi OJK, dan Badan Supervisi BI.

Di mana badan supervisi ini berfungsi membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap LPS, OJK, dan BI.

Tujuan adanya badan supervisi ini adalah untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan, baik itu LPS, OJK, dan BI.

Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI ini akan membantu DPR dalam membuat laporan evaluasi kinerja kelembagaan, melakukan monitoring untuk meningkatkan akuntabilitas kelembagaan, dan menyusun laporan kinerja.

Adapun kewenangan tiga badan supervisi ini diantaranya meminta penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan, baik itu LPS, OJK, dan BI.

Juga menerima tembusan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan secara triwulanan dan tahunan dari LPS, OJK, dan BI, melakukan telaah atas tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan, dan sebagainya.

Kendati demikian, Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI ini tidak termasuk menghadiri rapat dewan komisioner LPS dan OJK ataupun dewan gubernur BI. Juga tidak berwenang menyatakan pendapat untuk mewakili LPS, OJK, dan BI.

Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI juga tidak berhak menyampaikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas kepada publik.

Adapun anggaran Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI bersumber dari anggaran operasional masing-masing lembaga.

Keanggotaan Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI terdiri paling sedikit 5 orang yang dipimpin 1 orang ketua yang dipilih dan oleh anggotanya.

Anggota Badan Supervisi LPS, OJK, dan BI terdiri dari atas unsur pemerintah, akademisi, dan masyarakat dan calon anggota harus memenuhi persyaratan tertentu.

Salah satu persyaratannya yakni bukan pengurus partai politik saat pencalonan, tidak pernah dijatuhi penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Syarat untuk anggota Badan Supervisi LPS, OJK, dan LPS berikutnya yakni tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus lembaga jasa keuangan (LJK)/perusahaan yang menyebabkan LJK/perusahaan tersebut pailit atau dilikuidasi berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dan syarat lain-lainnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular