CNBC Indonesia Research

RUU PPSK Dirancang Sangat Canggih, Bikin RI Kebal Krisis?

Maesaroh, CNBC Indonesia
09 December 2022 16:10
karangan bunga berisi penolakan rancangan undang-undang (RUU) penguatan, pengembangan sektor keuangan (PPSK) berjejer di depan gedung DPR/MPR
Foto: Sejumlah karangan bunga berisi penolakan rancangan undang-undang (RUU) penguatan, pengembangan sektor keuangan (PPSK) berjejer di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Puluhan karangan bunga berisi penolakan rancangan undang-undang (RUU) penguatan, pengembangan sektor keuangan (PPSK) memenuhi pagar depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis Moneter 1998 dan kasus Bank Century menjadi pelajaran pahit bagi pengelolaan sektor keuangan Indonesia. Aturan baru kemudian terus dilahirkan untuk memperbaiki sektor keuangan sekaligus mencegah krisis terulang.

Kelahiran Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) diharapkan mampu menjawab dari tantangan sektor keuangan ke depan sekaligus menghindarkan Indonesia dari krisis.

RUU PSK akan segera diketok menjadi UU pada pekan depan. RUU yang terdiri dari 27 bab dan 341 pasal ini setidaknya memiliki dua ruang lingkup besar yakni kelembagaan dan stabilitas sistem keuangan serta pengembangan dan penguatan industri/sektor keuangan.

Melalui UU PPSK ini masing-masing kelembagaan yang berperan dalam jaring pengaman sistem keuangan diperkuat baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga Menteri Keuangan.

UU PPSK juga mencoba menyesuaikan dengan perkembangan jaman di mana aset kripto dan pajak karbon dimasukkan sebagai bagian dari UU.

Krisis 1998 membuat Indonesia berbenah dalam pengawasan perbankan. Sistem pengawasan perbankan yang buruk pada saat itu membuat fondasi ekonomi keropos dan langsung ambruk begitu krisis menerpa.

Bank Indonesia bahkan sampai harus mengguyur dan bailout sebesar Rp 147,7 triliun untuk menalangi 48 bank yang ambruk.

Krisis 1997/1998 melahirkan sejumlah kebijakan dan aturan baru seperti devisa rezim bebas, Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang Perbankan, serta pemberian independensi Bank Indonesia.

Kasus Bank Century juga memberi pelajaran pahit mengenai sistematika pengambilan keputusan dalam penanganan bank sistemik di tengah krisis.

Seperti diketahui, Bank Century diberi bantuan bailout senilai Rp 6,76 triliun. Bailout diputuskan melalui Rapat Dewan Gubenur pada November 2008 dan kemudian disetujui oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang saat itu diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Penyelamatan melalui bailout dilakukan karena Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik.

Alasan penyelamatan waktu itu, kondisi Bank Century telah memburuk sehingga harus dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Keputusan ini kemudian dipertanyakan publik dan banyak pihak mengingat banyak yang meragukan dampak besar Bank Century jika ditutup.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun kemudian turun tangan dengan melakukan audit investigasi. Hasil audit menunjukkan jika ada kesalahan prosedur penyelamatan dan ketidakwajaran dalam pengambilan keputusan.

Terlebih, pengawasan pada bank tersebut dinilai tidak maksimal karena adanya beberapa pelanggaran yang dibiarkan. Termasuk di dalamnya adalah Rasio Kecukupan Modal (CAR) minus hingga 2,3%.

Melalui RUU PPSK, proses penyehatan bank bermasalah dan proses pengambilan keputusan kemudian diperkuat.

Ada proses panjang dan pengawasan ketat sebelum sebuah bank diselamatkan. Pasal 16A menyebut OJK menetapkan status pengawasan bank dalam tiga kategori yakni bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi.

Kesehatan perbankan akan terus diawasi dengan mengukur tingkat likuiditas dan tingkat permodalan.

Ketika status bank masuk dalam kategori "bank dalam penyehatan" maka OJK berwenang untuk memerintahkan bank menjual aset, membatasi kegiatan usaha, hingga menyerahkan pengelolaan bank tersebut ke pihak lain.

Jika langkah penyelamatan gagal maka OJK menetapkan bank tersebut sebagai "bank dalam resolusi". Yakni bank yang mengalami kesulitan keuangan, tidak memenuhi ketentuan permodalan minimum dan/atau giro wajib minimum, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangannya.

OJK akan menyampaikan pemberitahuan keputusan tertulis kepada LPS mengenai kenaikan status bank menjadi "bank dalam resolusi". LPS bisa mengajukan permintaan kepada OJK untuk mencabut izin usaha bank bersangkutan.

Pemberlakuan aturan untuk bank sistemik akan berbeda dari bank non-sistemik. Setiap bank yang masuk sistemik wajib menyusun rencana resolusi, termasuk soal struktur bank dan pihak terafiliasi. Rencana tersebut harus disampaikan kepada LPS.

Jika bank sistemik memiliki permasalahan keuangan, mereka wajib menerapkan rencana aksi pemulihan

Jika bank sistemik mengalami kesulitan likuiditas maka mereka bisa mengajukan permohonan secara tertulis kepada BI untuk memperoleh pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.

OJK dan BI wajib mengawasi penggunaan dan pelaksanaan rencana pembayaran pinjaman likuiditas sesuai dengan perjanjian.

Aturan baru yang masuk dalam RUU PPSK adalah kewenangan LPS untuk menempatkan dana pada bank dalam penyehatan. LPS akan melakukan pemeriksaan penggunaan dana tersebut.

Bank yang mendapatkan dana dilarang menyalurkan kredit, merealisasikan penarikan dana, serta membagikan dividen.

Ketentuan ini diharapkan bisa menghindari penyalahgunaan penggunaan dana. Sebagai catatan, salah satu isu panas bailout Bank Century adalah terkait aliran dana talangan. Dana tersebut dicurigai mengalir kepada pihak -pihak yang tidak seharusnya.

 

UU PPSK juga menjabarkan proses penanganan stabilitas sistem keuangan oleh kondisi krisis. BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan memiliki peran masing-masing dalam penanganan krisis.

UU tersebut menjelaskan kondisi krisis ditetapkan langsung oleh Presiden. Dalam menstabilkan sistem keuangan nasional oleh kondisi krisis, pemerintah bisa menerbitkan SBN dengan tujuan tertentu untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, badan usaha milik negara, investor korporasi, dan atau investor ritel.

Pemerintah juga bisa memberikan pinjaman kepada LPS. Pemerintah juga berhak menjalankan program pemulihan ekonomi nasional untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya.

BI diberi kewenangan untuk membeli SBN di pasar perdana dan membeli/repo SBN yang dimiliki LPS untuk biaya penanganan permasalahan Bank.

Terakhir, BI juga berwenang memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo SBN yang dimiliki korporasi/swasta melalui perbankan.

Langkah ini diharapkan bisa menjaga stabilitas harga SBN, nilai tukar, serta membantu likuiditas perbankan dalam satu langkah sehingga tercipta stabilitas sistem keuangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular