Newsletter

Menunggu 'Gembok' China Dibuka, IHSG di Persimpangan Jalan

Maesaroh, CNBC Indonesia
05 December 2022 06:00
Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pekan lalu bergerak beragam. Nilai tukar rupiah dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) kompak tampil impresif. Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan kinerja yang mengecewakan.

IHSG lesu di tengah panasnya situasi di China serta berakhirnya masa penguncian saham GOTO, yang menjadi pendulum utama pergerakan harga pasar ke teritorial negatif.

Sementara itu, penopang positif dalam pergerakan rupiah dan SBN adalah laju inflasi domestik yang melandai serta sinyal pelonggaran kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (2/12/2022), IHSG ditutup melemah 0,02% di posisi 7.019,639.

Secara keseluruhan, IHSG melemah 0,48% secarapoint-to-point dalam sepekan. Pelemahan tersebut memperpanjang tren negatif IHSG menjadi tiga pekan beruntun. Terakhir kali IHSG menguat dalam sepekan adalah pada pekan kedua November (7-11 November 2022). Namun, selama IHSG masih mampu bertahan di atas level psikologis 7.000.

Selama empat hari perdagangan pekan lalu, IHSG mengakhiri perdagangan di zona merah sebanyak empat kali dan hanya sekali di zona hijau yakni pada Rabu (30/11/2022)).
Kendati melemah, investor asing masiih mencatatkan aksi beli (net buy) sebesar Rp 885,7 miliar di semua pasar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya di mana net buy tercatat hampir Rp 1,98 triliun.

Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat transaksi saham di bursa meningkat pesat menjadi Rp 71,6 triliun dalam sepekan.

Pergerakan IHSG sejalan dengan lesunya bursa utama Asia. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, indeks Nikkei 225 Jepang ditutup merosot 1,59%, Shanghai Composite China turun tipis 0,29%, Straits Times Singapura terkoreksi 1,02%, dan Hang Seng Index melemah 0,33%. Sementara itu, ASX 200 Australia terpangkas 0,72%, dan KOSPI Korea Selatan anjlok 1,84%.

Lemahnya bursa saham Tanah Air dan Asia disebabkan oleh kondisi di China. Seperti diketahui, protes langka terjadi di kota-kota besar China. Ratusan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar negara itu mulai Minggu (27/11/2022).

Kebijakan zero Covid-19 China membuat publik frustasi sehingga melancar aksi demo. Menyusul demo, otoritas di sejumlah wilayah China mulai mengendurkan kebijakan pembatasan mereka.

Dari Tanah Air, koreksi IHSG pekan lalu juga didorong oleh penurunan saham dengan bobot pergerakan signifikan terhadap IHSG seperti GOTO yang memiliki bobot 6,38% terhadap indeks.

Sudah 10 hari beruntun saham GOTO selalu berakhir di zona merah dan secara total ambruk 40,5%. Ambruknya GOTO ikut menyeret saham sektor teknologi melemah lebih dari 10% pekan lalu.

Sementara itu, nilai tukar rupiah kembali cemerlang dan menguat tajam melawan dolar AS pada pekan lalu, Dengan demikian mata uang Garuda sukses mencatatkan penguatan dua pekan beruntun.

Pada perdagangan Jumat (2/12/2022, rupiah menguat 0,88e% ke Rp 15.425/US$ dan dalam 2 hari hari saja penguatannya nyaris 2%. Dalam sepekan, rupiah sudah melesat 1,59% point-to-point.



Faktor utama dari cemerlangnya rupiah adalah ambruknya dolar AS. Indeks dolar pada pekan lalu ditutup melemah 104,55. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 26 Juni 2022 atau lima bulan lebih.
Indeks dolar melemah setelah Chairman The Fed Jerome Powell mengisyaratkan jika kenaikan suku bunga The Fed akan dinaikkan secara moderat ke depan.

Pernyataan Powell ini menjadi angin segar karena The Fed sudah mengerek suku bunga secara agresif sepanjang tahun ini yakni sebesar 375 bps menjadi 3,75-4,0%. Kenaikan suku bunga secara agresif itu membuat dolar AS dicari dan nilainya melambung. Dengan adanya isyarat suku bunga dinaikkan lebih moderat, dolar AS pun terpuruk.

Sementara itu, yield SBN menguat tajam dalam sepekan terakhir. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun ditutup di posisi 6,84%. Posisi tersebut adalah yang terkuat sejak pertengahan April 2022 atau lebih dari tujuh bulan lebih.

Dalam sepekan, yield SBN tenor 10 tahun melandai 1,44%. Yield berkebalikan dengan harga. Semakin rendah yield berarti harga SBN semakin bagus dan dicari investor.

Selain karena pernyataan positif Chairman Fed Powell, SBN juga menguat karena makin derasnya capital inflow dari investor asing. Berdasarkan data Bank Indonesia, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 8,76 triliun pada 28 November -1 Desember 2022.

Faktor positif lain adalah melandainya inflasi Indonesia pada November. Bulan lalu, inflasi Indonesia melandai ke 5,42% (year on year/yoy) pada November 2022 dari 5,71% (yoy) pada Oktober. Dengan inflasi yang melandai maka selisih real rate yang diterima investor SBN juga akan makin besar.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ditutup beragam setelah data tenaga kerja AS menunjukkan perbaikan yang lebih kuat dibandingkan ekspektasi. Indeks Dow Jones dan Nasdaq menguat sementara Indeks S&P 500 melemah. 
Data tenaga kerja AS juga membuat perdagangan pada terakhir, Jumat (2/12/2022), bergerak sangat volatile.

AS melaporkan tambahan lapangan kerja untuk non-farm payroll pada November 2022 mencapai 263.000. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 200.000. Masih kencangnya tenaga kerja AS menjadi kekhawatiran karena The Fed bisa kembali menaikkan secara bunga secara agresif.

Padahal, Chairman The Fed Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan akan melakukan moderasi kenaikan suku bunga.

Pada perdagangan Jumat lalu, indeks Dow Jones menguat 0,1% ke posisi 34.429,88. Indeks S&P 500 melemah 0,1% ke 4.071,07 sementara Nasdaq melandai 0,2% ke posisi 11.461,50.

Dalam sepekan, Nasdaq naik hampir 2,1% sementara S&P menguat 1,1% dan Dow Jones merangkak 0,2%. Ketiga bursa menguat dalam dua pekan beruntun dan fenomena ini merupakan yang pertama kalinya sejak Oktober 2022.

Managing director perdagangan saham Wedbush Securities, Michael James, mengatakan beragamnya pergerakan bursa AS pada perdagangan terakhir menunjukkan jika pelaku pasar masih optimis dengan pelonggaran kebijakan moneter The Fed ke depan.

"Pernyataan lebih dari cukup untuk mengatasi sentimen negatif dari data tenaga kerja. Pelaku pasar sangat yakin dengan pernyataan The Fed sehingga ini menopang pergerakan bursa," tutur James, dikutip dari Reuters.

Senada, wakil presiden Wells Fargo Securities Anna Han mengatakan pernyataan Powell terlalu kuat untuk diabaikan pasar sehingga data tenaga kerja AS yang kencang pun berdampak terbatas.

"Data tenaga kerja tidak cukup kuat menekan pasar setelah pernyataan Powell. Powell mengkonfirmasi jika kita akan segera melihat tren pelonggaran sehingga tekanan terhadap pasar berkurang," tutur Anna Han, dikutip dari CNBC International.

Sementara itu, yield surat utang pemerintah AS terus menurun tajam. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, yield surat utang pemerintah AS menyentuh 3,50%. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 19 September 2022 atau 2,5 bulan terakhir.

Dolar AS juga terus melandai. Indeks dolar pada pekan lalu ditutup melemah 104,55. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 26 Juni 2022 atau lima bulan lebih.

Investor patut mencermati sejumlah sentimen yang menggerakkan pasar hari ini, baik dari dalam negeri ataupun luar negeri.  Di antaranya adalah perkembangan di China, indeks PMI sektor jasa di AS, hingga hasil pertemuan OPEC+.

Untuk sepekan ke depan, sejumlah rilis ekonomi dari Tanah Air juga akan dirilis dan bisa mempengaruhi pergerakan pasar keuangan domestik. Termasuk di dalamnya cadangan devisa per akhir November pada Rabu (7/12/2022),  Survei Konsumen November 2022 pada Kamis (8/12/2022), Survei Penjualan Eceran Oktober 2022 pada Jumat (9/12/2022).

Dari luar negeri, ada rilis data klaim pengangguran awal AS pada Kamis (8/12/2022) serta pengumuman indeks harga produsen AS pada Jumat (9/12/2022).

Untuk hari ini, perkembangan di China akan menjadi perhatian besar investor mengingat Negara Tirai Bambu adalah ekonomi kedua terbesar di dunia serta mitra dagang utama Indonesia.

Seperti diketahui, China digoyang protes langka pada pekan lalu. Aksi turun ke jalan terjadi di beberapa kota di China, termasuk Beijing, memprotes kebijakan zero Covid.

Wall Street Journal pun melaporkan bagaimana demo juga menuntut penguasa, Xi Jinping turun. Ini disebabkan aturan penguncian (lockdown) di negeri itu.

Menyusul demo, otoritas di sejumlah wilayah China mulai mengendurkan kebijakan pembatasan mereka, termasuk Shenzen dan Beijing.  Kedua kota tersebut kini menghapus kewajiban tes negatif Covid untuk menggunakan transportasi umum.

Jika semakin banyak kota yang memperlonggar pembatasan maka ini akan menjadi faktor positif karena bisa menggerakkan ekonomi China lebih cepat. Kondisi ini akan menguntungkan Indonesia yang menggantungkan 26% ekspornya ke Beijing.
Jika pelonggaran terus diperluas, aktivitas ekonomi Cina juga diharapkan pulih dengan cepat sehingga bisa menggerakkan roda perekonomian global.


Pada Rabu pekan ini,
(07/12/2022) China akan mengumumkan neraca dagang, ekspor, dan impornya. Neraca dagang China pada November 2022 diperkirakan akan melambat yakni US$79,05 miliar menurut konsesus tradingeconomics.

Sebagai catatan, ekspor China ke seluruh dunia pada Oktober melandai 0,3% (year on year(yoy)) dan ambruk 7,5% (month to month/mtm).  Kondisi ini berbanding terbalik dengan kenaikan 5,7% (yoy) pada September. Sementara itu, total impor barang China pada Oktober melandai 0,7% (yoy) dan ambrik 10,4% (mtm).

Selain perkembangan di China, hasil pertemuan OPEC+ juga diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan Indonesia hari ini. 

Pada Minggu (4/12/2022), OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kesepakatan mereka yakni memangkas produksi minyak sampai 2 juta barel per hari atau setara dengan 2% permintaan minyak global sejak November hingga 2023. Keputusan OPEC tersebut ditujukan untuk menjaga agar harga minyak tidak terlalu jatuh.

Keputusan pemangkasan sudah ditetapkan pada Oktober lalu. Dua hari sebelumnya, Uni Eropa (UE) juga menyetujui batas harga US$ 60 per barel untuk minyak mentah lintas laut Rusia.
"Dengan risiko geopolitik melandai dan ada risiko pelemahan harga, keputusan OPEC bisa dipahami," tutur presiden Rapidan Energy Advisers LLC, Bob McNally, dikutip dari Reuters.

Mata investor juga akan tertuju pada pembacaan data PMI non-manufaktur Amerika Serikat yang dirilis pada Senin malam (5/12/2022). Data ini akan menunjukkan seberapa kuat ekonomi Amerika Serikat di tengah tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga acuan yang agresif. 

Sebagai catatan, PMI sektor jasa menembus 54,4 pada Oktober 2022. 

CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya IHSG memperkirakan IHSG masih belum beranjak dari rentang konsolidasi wajar. Arus modal asing memang mulai menunjukkan peningkatan cukup besar tetapi dampaknya akan terbatas karena minimnya sentimen lain.

Dia memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran 6836 - 7123

"Masih minimnya sentimen yang dapat mendorong kenaikan IHSG cenderung membuat IHSG bergerak sideways, sedangkan momentum tekanan masih dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target investasi jangka panjang," ujar William, dalam analisisnya.

 

Berikut beberapa data dan agenda ekonomi yang akan dirilis hari ini:

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo akan berbicara dalam Talkshow Rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat) "Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital" (pukul 08:00 WIB)

Chairman Bank sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde akan menjadi pembicara dalam seminar for Central Bank Governors organised by the IMF Singapore Regional Institute (STI) and South East Asian Central Banks (SEACEN) Centre (pukul 08:45 WIB)

Amerika Serikat akan mengumumkan data PMI non-manufaktur (PMI) sektor jasa untuk November (pukul 22:00 WIB)


Agenda korporat:

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rencana PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) pukul 09:00 WIN

RUPS Rencana Jasa Angkasa Semesta Tbk (JASS) pukul 10:00 WIB

Tanggal ex HMETD PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR)

Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)

Tanggal distribusi HMETD Mitra Investindo Tbk (MITI)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q III-2022 YoY)

5,72%

Inflasi (November 2022 YoY)

5,42%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2022)

5,25%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(3,92% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q III-2022)

1,3% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q II-2022)

(US$ 1,3 miliar)

Cadangan Devisa (Oktober 2022)

US$ 130,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular