
Harga CPO Turun Lagi, Tanda-Tanda Resesi Global?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) turun tipis di sesi awal perdagangan Senin (17/10/2022). Isu resesi global kian menekan permintaan akan CPO di pasar nabati.
Mengacu pada Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan turun 0,08% ke MYR 3.830/ton pada pukul 09:54 WIB.
Lalu, bagaimana prediksi harga CPO hari ini?
Wang Tao, analis komoditas Reuters memproyeksikan harga CPO hari ini akan bergerak di sekitar titik support di MYR 3.707/ton, menyusul kegagalannya menembus titik resistance di MYR 3.858/ton.
![]() CPO 17 Okt |
Di sepanjang pekan lalu, harga CPO hanya berhasil menguat tipis 0,76% secara point-to-point/ptp. Kenaikan harga CPO tampaknya terbatasi oleh isu resesi global yang kian santer belakangan ini.
Tidak sekedar resesi saja, dunia juga berisiko menghadapi risiko resesi dengan periode waktu yang panjang karena bank sentral AS (The Fed) berencana menahan suku bunga tinggi dalam waktu yang lama.
Hal tersebut terindikasi dari rilis notula rapat kebijakan moneter pada Kamis (13/10/2022) dini hari.
Dalam notula tersebut tersurat para anggota The Fed terkejut dengan laju kenaikan harga yang cepat, sehingga menginginkan suku bunga akan tetap tinggi sampai inflasi menurun.
"Para partisipan menilai Komite perlu bergerak (menaikkan suku bunga), dan menahannya, kebijakan moneter yang lebih restriktif untuk mencapai mandat tenaga kerja maksimum dan stabilitas harga," tulis notula tersebut sebagaimana dilansir CNBC International.
Ketika suku bunga ditahan di level tinggi dalam waktu yang lama, tentunya akan membuat resesi semakin panjang. Ketika resesi terjadi akibatnya juga akan berdampak pada penurunan permintaan komoditas dunia, termasuk CPO.
Ekonom ternama Nouriel Roubini atau 'Dr.Doom' memproyeksikan resesi akan menghantam Amerika Serikat (AS) pada akhir 2022 sebelum menyebar secara global pada tahun depan.
Seperti diketahui, Negeri Paman Sam merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia dengan kontribusi PDB sebanyak 25% pada pertumbuhan ekonomi global. Sehingga ketika AS masuk ke zona resesi, tentunya juga akan mengerek perekonomian negara lain di dunia.
"Ini tidak akan menjadi resesi yang singkat dan dangkal, ini akan menjadi resesi yang parah, panjang dan buruk," kata Roubini, sebagaimana dilansir Fortune, Rabu (21/9/2022).
Penurunan akan permintaan CPO di pasar nabati telah terlihat dari persediaan CPO yang membengkak dan nilai ekspor yang menurun. Bahkan, ringgit Malaysia yang sedang terkoreksi terhadap dolar AS dan menyentuh level terendah selama 24 tahun, nyatanya belum dapat menopang permintaan CPO.
"Ringgit yang terus terdepresiasi ke level terendah 24 tahun selama tiga bulan beruntun terhadap dolar AS karena kenaikan suku bunga, tidak cukup untuk menarik permintaan ekspor yang lebih tinggi," tutur Pendiri Palm Oil Analytics (POA) Sathia Varqa dikutip Reuters.
"Meningkatnya pasokan dan meningkatnya faktor makro negatif, termasuk kenaikan inflasi dan suku bunga, kian menekan harga," tambahnya.
Pekan lalu, Malaysian Palm Oil Board (MPOB) melaporkan bahwa persediaan CPO Malaysia pada akhir September 2022 naik 10,5% dari bulan sebelumnya menjadi 2,32 juta ton dan menjadi posisi tertinggi dalam hampir tiga tahun.
Sementara Surveyor Kargo Intertek Testing Services mengumumkan ekspor CPO Malaysia pada periode 1-10 Oktober 2022, turun 17,3% dari periode yang sama pada bulan sebelumnya.
Nilai ekspor CPO yang turun menunjukkan bahwa permintaan turun, sehingga harga CPO pun turun.
Bahkan, pemerintah Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia juga menurunkan harga acuan minyak sawit mentah untuk periode 16-31 Oktober 2022 pada US$ 713,89/ton, turun dari harga acuan sebelumnya di US$ 792,19/ton pada paruh pertama bulan ini.
Harga refrrensi baru akan menempatkan pajak ekspor minyak sawit pada US$ 3/ton, turun dari US$ 33/ton pada paruh pertama Oktober 2022.
Selain itu, pada Jumat (14/10), pemerintah India juga telah memangkas harga dasar impor minyak sawit mentah karena harga terkoreksi di pasar dunia. Sejatinya, pemerintah India selalu menetapkan harga dasar impor CPO setiap dua minggu sekali untuk digunakan untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar importir.
Harga dasar impor CPO dipatok menjadi US$ 858/ton, turun dari harga sebelumnya di US$ 937/ton. Sementara, impor minyak sawit RBD di banderol harga US$ 905/ton dari US$ 982/ton.
Lantas, bagaimana prediksi harga CPO ke depannya?
Beberapa analis terkemuka dunia telah memprediksikan bahwa harga CPO akan melemah. Salah satu konsultan komoditas LMC International memproyeksikan jika harga CPO akan diperdagangkan di kisaran MYR 3.200-3.500/ton pada tahun depan.
"Lonjakan ekspor dari Indonesia, seiring pulihnya panen dan berkurangnya hambatan, menyebabkan stok Malaysia meningkat, tulis LMC International dalam analisanya dikutip Reuters.
"Harga akan terus turun menjadi sekitar MYR 3.200/ton pada kuartal pertama 2023, dan tetap di bawah MYR 3.500/ton hingga paruh kedua tahun itu," tambahnya.
Sedangkan, laporan prospek ekonomi Malaysia memprediksikan harga CPO akan diperdagangkan di sekitar level MYR 4.300/ton (US$928,93/ton) pada 2023, turun dari prediksi tahun ini di MYR 5.000/ton.
Penurunan prediksi tersebut karena Departemen Meteorologi Malaysia memproyeksikan adanya hujan lebat mulai Oktober 2022 dan seterusnya, sehingga ada kekhawatiran bahwa musim muson akan terjadi pada akhir tahun dan mengganggu produksi CPO Malaysia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terimakasih RI! Harga CPO Dunia Jadi Lebih Murah