
"Hantu" Stagflasi 1970an Muncul, Lebih Ngeri Dari Resesi?

Tak bisa dipungkiri pasca perang tersebut, harga minyak mentah global melonjak ke level tertingginya. Belum lagi harga-harga bahan pangan juga ikut melonjak akibatnya, inflasi negara-negara di dunia pun kian meninggi. Perang Rusa-Ukraina menambah beban perekonomian global untuk dapat pulih setelah terpukul oleh pandemi Covid-19.
Negara-negara Barat kini menjadi yang paling berisiko mengalami stagflasi. Inflasi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris berada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Di zona euro, yang terdiri dari 19 negara, inflasi bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa.
Memburuknya kondisi ekonomi tak bisa dibohongi, sebab kondisi bisnis banyak yang tengah berjuang mengalami tekanan. Bursa Saham AS terus ditutup berguguran di tengah kekhawatiran bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunganya demi melawan inflasi yang meninggi.
Tahun 2022 menjadi tahun yang sulit bagi pelaku ekonomi maupun para pemodal. Investor dituntut untuk berpikir ekstra keras untuk menempatkan asetnya di tengah kenaikan inflasi dan suku bunga acuan yang agresif.
Tekanan bertambah karena pelaku pasar khawatir tentang kekalahan di mata uang global dan pasar utang.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (30/9/2022), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) berakhir tergelincir 500 poin atau 1,71%. Sedangkan, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite melemah tajam masing-masing 1,51%.
Di sepanjang September 2022, indeks Dow Jones ambles 8,8%, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq jatuh yang masing-masing sebesar 9,3% dan 10,5%. Dari 11 sektor pada indeks S&P 500, hanya indeks sektor real estate yang berhasil di zona hijau, sementara sektor teknologi terkoreksi tajam.
"Ini adalah lingkungan yang sulit untuk ekuitas dan fixed income, sesuatu yang kami harapkan mengingat pandangan kami tentang Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama dan pasar mulai melihat pandangan itu," tutur Manajemen Portfolio Horizon Investments Zachary Hill dikutip CNBC International.
Kinerja pasar saham AS akhir-akhir ini terseret oleh saham emiten kelas berat pada sektor teknologi. Di mana, Apple Inc dan Nvidia Corp yang merosot lebih dari 4%. Alhasil, indeks Nasdaq pun merosot mendekati level terendah di tahun 2022, yang ditetapkan pada pertengahan Juni lalu.
"Dalam waktu dekat, kami kemungkinan akan melanjutkan volatilitas pasar dengan bias ke bawah saat kami menuju musim rilis kinerja keuangan," tambahnya.
Wakil Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Lael Brainard pada Jumat (30/9) menggaris bawahi perlunya menurunkan inflasi dan mengatakan bahwa The Fed berkomitmen untuk menghindari penurunan suku bunga acuannya sebelum waktunya.
Saham Nike turun tajam setelah melaporkan penjualannya meningkat, tapi rantai pasokan dan masalah inventaris menghambat laba. Sahamnya berakhir ambles 12,8%.
Pada kuartal III-2022, indeks S&P 500 dan Nasdaq anjlok yang masing-masing sebesar 5,3% dan 4,1%, sedangkan indeks Dow Jones jatuh 6,7% dan mengalami penurunan pada kuartal ketiga beruntun dan menjadi pertama kalinya sejak 2015.
Jika melihat kinerja setahun terakhir, indeks S&P 500 telah anjlok 24,77% sementara indeks Dow Jones ambles 20,95%m dan Nasdaq telah terjun lebih dalam mencapai 32,77%.
Ini tak lepas dari kondisi ekonomi saat ini. Ekonomi AS mengalami kontraksi 0,6% secara tahunan pada kuartal II/2022. Ini tak berubah dari pembacaan awal pada akhir Juli lalu. Data tersebut mengonfirmasi bahwa AS telah memasuki resesi secara teknis. Pasalnya Paman Sam juga kontraksi 1,6% pada kuartal I-2022.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kondisi Pasar Tenaga Kerja dan Indeks Dolar AS
(aum/aum)