Wall Street Ambruk, Bursa Asia Bervariasi, Waspada IHSG!

Market - Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
30 September 2022 08:45
People walk past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, July 10, 2019. Asian shares were mostly higher Wednesday in cautious trading ahead of closely watched congressional testimony by the U.S. Federal Reserve chairman. (AP Photo/Eugene Hoshiko) Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Jumat (30/9/2022), di tengah koreksinya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin.

Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,15%, Shanghai Composite China naik 0,1%, dan Straits Times Singapura naik tipis 0,05%.

Sementara untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,69%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,57%, dan KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,45%.

Pada hari ini, data aktivitas manufaktur China pada periode September akan dirilis, di mana pasar dalam polling Reuters memperkirakan data manufaktur berdasarkan Purchasing Manager's Index (PMI) versi NBS diprediksi naik menjadi 49,6, dari sebelumnya pada Agustus lalu di angka 49,4.

Meski diprediksi naik, tetapi PMI manufaktur China masih berada di zona kontraksi, karena PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Sementara itu dari Jepang, produksi industri di Jepang tumbuh 2,7% pada Agustus lalu, dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 0,8%, menurut data resmi, menandai pertumbuhan bulan ketiga berturut-turut.

Penjualan ritel Jepang juga melonjak 4,1% pada Agustus dibandingkan dengan tahun lalu, mengalahkan perkiraan Reuters dari kenaikan 2,8%.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam hari ini terjadi di tengah lesunya lagi bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin, setelah sehari sebelumnya sempat rebound.

Indeks Dow Jones ditutup ambles 1,54% ke posisi 29.225,61, S&P 500 ambruk 2,11% ke 3.640,47, dan Nasdaq Composite anjlok 2,84% menjadi 10.737,51.

Pasar saham kembali terkoreksi karena kekhawatiran pelaku pasar bahwa resesi tidak akan menghentikan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga.

Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan Reuters, di mana The Fed akan semakin agresif menaikkan suku bunga, dan 'penderitaan' yang lebih besar akan datang.

Sebanyak 59 dari 83 ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada November. Kemudian, di Desember, The Fed diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5%.

Jika sesuai prediksi, maka suku bunga The Fed akan berada di level tertinggi sejak awal 2008, atau sebelum krisis finansial global.

Sebelum terkoreksi lagi, bursa saham global sempat rebound setelah adanya kabar baik yang datang dari Inggris, di mana bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) berencana untuk membeli obligasinya untuk menenangkan kekacauan pasar dan menstabilkan kembali poundsterling.

Kendati demikian, nyatanya poundsterling kembali melemah 1% terhadap dolar AS ke posisi GBP 1,078/US$. Poundsterling menjadi salah satu mata uang yang terdampak dari perkasanya dolar AS.

BoE kembali melakukan quantitative easing (QE), dan dikonfirmasi nilainya sebesar GBP 65 miliar. Pasar awalnya menyambut baik keputusan tersebut, QE memang bisa mengerek kenaikan bursa saham.

Tetapi, kini pasar menjadi bingung, sebab kebijakan tersebut tentunya berbalik dengan langkah BoE menaikkan suku bunga dengan agresif guna meredam inflasi.

"Kami skeptis bahwa suasana pasar yang lebih tenang pada hari Rabu menandai berakhirnya periode baru-baru ini dari peningkatan volatilitas atau sentimen risk-off. Untuk reli yang lebih berkelanjutan, investor perlu melihat bukti yang meyakinkan bahwa inflasi terkendali, memungkinkan bank sentral menjadi kurang hawkish, "tulis Mark Haefele dari UBS dalam catatan hari Kamis yang dikutip CNBC International.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun kembali naik setelah sempat turun sejenak pada hari sebelumnya, meskipun sempat mencapai 4%. Yield Treasury tenor 10 tahun terakhir naik menjadi 3,79%

Pasar obligasi pemerintah telah bersaing dengan kekhawatiran pelaku pasar tentang kenaikan suku bunga, resesi yang menjulang dan volatilitas yang tinggi di pasar mata uang global.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Kabar Baik Buat IHSG, Wall Street Cerah, Bursa Asia Meroket!


(chd/chd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading