
Sentimen Fed Kalah, Harga Timah Menguat! Ternyata Gegara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia terpantau menguat pada sesi perdagangan hari ini pasca China mengumumkan proyek infrastruktur senilai 1,8 triliun yuan yang dianggap sebagai prospek langkah-langkah stimulus ekonomi dari sektor konstruksi.
Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Kamis (22/9/2022), pukul 14:15 WIB tercatat US$ 21.520 per ton, menguat 1,65% dibandingkan harga penutupan kemarin yakni US$ 21.170 per ton.
Harga timah saat ini kembali mulai menanjak dan diperdagangkan di level US$ 21.000. Namun pergerakan harga ini sepertinya belum mampu mencapai level US$ 49.000 seperti pada awal Maret akibat tak seimbangnya permintaan dan penawaran pasca perang Rusia-Ukraina meletus.
Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) terus naik. Berdasarkan pantauan Tim Riset CNBC Indonesia pada 21 September 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 4.885 ton, naik 66,44% point-to-point (ptp) sejak awal bulan Juni lalu yakni sebesar 2.935 ton.
Permintaan yang tertekan memicu stok yang kian menumpuk dan membuat harga timah akan terus bergerak sideways. Apalagi, The Fed yang memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) dan memproyeksikan kenaikan suku bunga masih akan tetap berlanjut untuk menjinakkan lonjakan inflasi.
Meskipun demikian komentar The Fed yang mengindikasikan The Fed tetap hawkish membuat investor makin waswas. Tingkat suku bunga terminal atau posisi FFR di mana bank sentral akan mengakhiri rezim pengetatannya diproyeksikan akan mencapai 4,6%.
Bank sentral juga mengindikasikan bahwa pihaknya berencana untuk tetap agresif, menaikkan suku bunga menjadi 4,4% pada tahun depan. Angka ini naik dari proyeksi sebelumnya di bulan Juni yang diperkirakan akan mencapai 3,8%.
Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar, begitu juga dengan aktivitas industri yang jadi konsumen timah.
Namun, sentimen The Fed hari ini seakan pudar bagi timah. Pasalnya, China mengumumkan proyek infrastruktur senilai 1,8 triliun yuan (US$ 257 miliar), menggemakan seruan pembuat kebijakan nasional untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat pandemi Covid-19, penurunan properti, permintaan domestik yang lemah, serta prospek perdagangan yang memudar.
Untuk memacu pertumbuhan, pihak berwenang juga menghapus pedoman lama, menerbitkan utang untuk mendanai proyek pekerjaan umum yang besar.
Delapan proyek itu termasuk pusat transportasi di daerah Pudong Shanghai timur, kereta api perkotaan dan perbaikan perumahan, serta proyek demonstrasi tenaga angin lepas pantai dan taman alam.
Beberapa bulan terakhir telah terlihat peningkatan dalam investasi infrastruktur di Shanghai, kata pemerintah kota, dengan kontrak ditandatangani untuk 597 proyek besar dari pertengahan Juni hingga pertengahan September, dan investasi 941 miliar yuan, sementara 296 di antaranya telah memulai konstruksi.
Ini menjadi harapan positif bagi timah karena China merupakan konsumen timah terbesar di dunia. Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia. Ketika permintaan naik, maka harga pun mengikuti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum) Next Article Melesat! Harga Timah 'Terbang' 3% Lebih