Jelang Pengumuman RDG BI

Sejarah Membuktikan, Begini Cara BI Mengendalikan Suku Bunga

Maesaroh, CNBC Indonesia
21 September 2022 11:25
Gedung Bank Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi diperkirakan akan menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) dalam menentukan suku bunga acuan pekan ini. Pada periode sebelumnya, BI bahkan kerap menaikkan suku bunga sebelum kenaikan harga BBM untuk menekan ekspektasi inflasi.

Pada periode 2005-2022, pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi sebanyak enam kali yakni dua kali pada 2005 dan sekali pada 2008, 2013, 2014 serta 2022. Pada periode tersebut, BI selalu menaikkan suku bunga yang terbilang agresif. 

Pada 2005, pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi sebanyak dua kali yakni sebesar rata-rata 29% pada Maret dan sebesar 114% pada Oktober.  BI sendiri secara resmi baru mengenalkan kebijakan moneter sebagai kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF)) sejak 1 Juli 2005.

Merujuk pada Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2005, BI menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor jangka waktu 1 bulan pada Maret menjadi 7,70% dari 7,43% pada Februari.

BI kemudian menaikkan suku bunga SBI setiap bulan hingga akhir 2005 untuk menjangkar inflasi yang bergerak sangat cepat.
Pada Desember 2005, suku bunga SBI tenor 1 bulan ada di posisi 12,75% atau setara dengan BI rate. Artinya, bank sentral menaikkan suku bunga SBI tenor 1 bulan hingga 532 basis points (bps) sejak BBM dinaikkan pada Maret.

BI kembali memberlakukan kebijakan moneter ketat pada 2008 di mana pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi. BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan pada 6 Mei 2008 atau sebelum pemerintah resmi menaikkan harga BBM Subsidi pada 24 Mei tahun tersebut.


Suku bunga dinaikkan sebesar 25 bps menjadi 8,25% pada Mei 2008 setelah ditahan di level 8% sejak 6 Desember 2007. Setelah Mei, BI terus menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps setiap bulan dan baru menahannya pada November 2008.

Sepanjang Mei-Oktober 2008, BI mengerek suku bunga hingga 150 bps hingga menyentuh 9,50% pada Oktober 2008. Kebijakan moneter ketat juga dilakukan untuk menahan goncangan pasar keuangan global di tengah tren kenaikan suku bunga global.

Namun, bank sentral RI memangkas BI rate sebesar 25% menjadi 9,25% pada Desember. Pemangkasan suku bunga acuan sejalan dengan melandainya perekonomian global dan domestik serta melonggarnya kebijakan moneter di tingkat global.


BI kembali memberlakukan kebijakan ahead the curve pada pertengahan 2013 untuk mengerem ekspektasi inflasi setelah pemerintah berencana menaikkan harga BBM.

Pada 13 Juni 2013, BI memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6%. Kenaikan BI rate diputuskan sebelum pemberlakuan harga baru BBM Subsidi pada 22 Juni. Kebijakan agresif ini sangat bertolak belakang dengan 2011 dan 2012 di mana kebijakan moneter BI cenderung longgar.

Sebelum kenaikan pada Juni 2013, BI rate bahkan sudah ditahan pada posisi 5,75% selama 15 bulan. Namun, BI bertindak pre-emptive dengan terus menaikkan suku bunga acuan setelah kenaikan harga BBM.

"Meskipun laju inflasi dalam jangka pendek cukup terkendali, BI tetap mewaspadai tekanan inflasi yang berasal dari kenaikan ekspektasi inflasi terkait dengan kebijakan BBM yang akan ditempuh pemerintah," tulis BI dalam Laporan Perekonomian IndonesiaTahun 2013.

Sepanjang Juni-Desember 2013, kubu MH Thamrin menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps hingga  menyentuh 7,5% pada akhir 2013 atau level tertingginya sejak Maret 2009.

Pada 2014, BI melanjutkan kebijakan moneter bias ketat yang diberlakukan sejak pertengahan 2013. Sepanjang Januari-November 2014, BI mempertahankan suku bunga acuan BI Rate sebesar 7,50%.

BI langsung menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 7,75% pada 18 November 2014 atau bertepatan dengan pemberlakuan kenaikan harga BBM Subsidi.

"Kenaikan BI Rate ini ditempuh untuk mematahkan risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasarannya," tulis BI dalam Laporan Perekonomian Tahun 2014.

Pada tahun ini, BI di bawah Gubernur Perry Warjiyo juga telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Agustus 2022. Kenaikan tersebut untuk menekan ekspektasi inflasi akibat rencana kenaikan harag BBM Subsidi serta menjaga nilai tukar rupiah.

Sejak menjabat sebagai Gubernur BI pada Mei 2018, Perry baru menaikkan suku bunga acuan sebanyak enam kali yakni lima kali pada 2018 (Mei, Juni, Agustus, September, dan November) serta sekali pada Agustus 2022.

Namun, Perry pernah menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada awal masa jabatannya. Dia mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada 30 Mei 2018 dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Tambahan yang digelar hanya beberapa hari setelah dilantik menjadi Gubernur BI pada 24 Mei 2018.

Perry bahkan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Juni 2018 sebagai langkah pre-emptive dan frontloading mengantisipasi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Menarik ditunggu apakah Perry akan kembali menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada Kamis mendatang (22/9/2022) di tengah ekspektasi kenaikan ekspektasi inflasi serta tren kenaikan suku bunga global.

Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.  Kenaikan suku bunga 50 bps dimungkinkan jika The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps pada Kamis dini hari nanti waktu Indonesia.

Dia mengingatkan BI perlu menjaga spread atau selisih antara suku bunga acuan dalam negeri dan AS terjaga untuk menjaga appetite investor.

"The Fed menaikkan suku bunga 100 bps artinya spreadnya menjadi sangat thinning terhadap BI rate sehingga frontloading kemungkinan terjadi (kenaikan) 50 bps semakin tinggi," ujar Enrico dalam Power Lunch, CNBC Indonesia (Senin, 19/09/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular