Bayang-bayang Suku Bunga Agresif, Harga Timah Masih Melemah

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Senin, 19/09/2022 17:35 WIB
Foto: PT Timah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia terpantau melemah pada sesi perdagangan hari ini. Pelemahan ini terjadi di tengah kekhawatiran terhadap dampak dari inflasi global yang masih tinggi dan antisipasi keputusan kebijakan moneter The Fed.

Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Senin (19/9/2022), puku 15:45 WIB tercatat US$ 21.100 per ton, melemah 0,18% dibandingkan harga penutupan Jumat minggu lalu yakni US$ 21.137 per ton.


Harga timah saat ini diperdagangkan di level US$ 21.000-an setelah sebelumnya sempat ambles di harga 20.000-an dan sempat nyaris menyentuh level US$ 49.000 awal Maret atau beberapa hari pasca serangan Rusia ke Ukraina.

Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) terus naik mencapai posisi tertinggi sejak Desember 2020. Pada 16 September 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 4.855 ton, naik 65,42% point-to-point (ptp) sejak awal bulan Juni lalu yakni sebesar 2.935 ton. Hal ini menjadi indikasi bahwa permintaan timah dunia masih tertekan sehingga persediaan di gudang masih terus menumpuk dan stok terus bertambah setiap harinya.

Permintaan yang tertekan memicu stock yang kian menumpuk dam membuat harga timah akan terus bergeraksideways, kecuali ada peristiwa besar yang membalikkan keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar.

Apalagi adanya dampak dari inflasi global yang masih meninggi maka pasar akan bersiap terhadap keputusan kebijakan moneter The Fed yang diproyeksi akan semakin hawkish.

Jika mengacu pada alat ukur FedWatch, pasar memprediksi peluang The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 3%-3,25% sebesar 80%. Sementara sisanya memproyeksikan The Fed akan lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 100 bps menjadi 3,25%-3,5%.

Lebih ekstrem lagi, analis Goldman Sachs Group memprediksikan bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya dan membawa tingkat suku bunga menjadi 4%-4,25% pada akhir tahun ini. Mereka juga memproyeksikan tingkat pengangguran di AS akan naik menjadi 3,7% pada akhir 2022. Pandangan serupa juga diutarakan Analis Global S&P.

Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar, begitu juga dengan aktivitas industri yang jadi konsumen timah.

Kekhawatiran resesi AS tentunya membuat negara-negara di dunia ikut ketar-ketir. Termasuk pula China di mana penguncian terus-menerus akibat Covid-19 pada akhirnya melemahkan permintaan timah.

Di sisi lain, kabar terbaru dari timah, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah ketentuan tarif royalti bagi pertambangan timah. Perubahan tarif royalti itu akan berubah dari yang sebelumnya flat 3% menjadi progresif sesuai dengan harga timah yang berlaku.

Dinamika kenaikannya akan tergantung dengan angka penjualan. Namun angka kenaikan tarif akan didiskusikan lebih lanjut dengan para pelaku usaha, agar menguntungkan kedua belah pihak. Hal ini diharapkan penerimaan negara dari komoditas timah dapat meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum)