Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak lama lagi, Indonesia akan memiliki perusahaan gula terbesar dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, sejauh ini, bagaimana kiprah perusahaan gula lainnya di RI?
Kementerian Pertanian (Kementan) telah menargetkan bahwa Indonesia bisa swasembada gula pada 2024. Dirjen Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah memprediksikan bahwa secara total, kebutuhan industri dan rumah tangga di Indonesia membutuhkan sekitar 7,3 juta ton pada tahun ini, di mana sekitar 4,1 juta ton merupakan kebutuhan gula industri.
Namun, jika mengacu pada data Kementan, data produksi gula tahun 2021 menunjukkan produksi gula nasional baru mencapai 2,35 juta ton yang terdiri dari produksi pabrik gula BUMN sebesar 1,06 juta ton dan pabrik gula swasta sebesar 1,29 juta ton.
Produksi tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebesar 3,2 juta ton, tapi masih terdapat kekurangan sebesar 850 ribu ton hanya untuk kebutuhan gula konsumsi saja. Sehingga, Indonesia masih harus mengimpor gula dari luar negeri hingga saat ini.
Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor gula dan kembang gula pada Juli 2022 mencapai US$ 233,3 juta atau setara dengan Rp 3,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.905/US$). Dengan begitu, Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi dan industri.
Namun, pemerintah terus berupaya untuk menurunkan ketergantungan RI terhadap impor gula, sedikit demi sedikit. Salah satunya, Kementeri BUMN Erick Thohir akan melakukan konsolidasi perusahaan perkebunan tebu dalam satu entitas bernama Sugar Co atau PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Konsolidasi tersebut bertujuan agar perusahaan dapat fokus mengelola bisnis dengan baik, karena tidak perlu pusing memikirkan komoditas lain.
Untuk Sugar Co, penggabungan aset-aset perusahaan perkebunan tebu milik PTPN dilakukan atas PTPT II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV.
Saat ini, lahan tebu yang dimiliki PTPN seluas 153 ribu hektar dan akan dilakukan penambahan luas lahan lima kali lipat dari luas lahan saat ini. Lokasi penambahan lahan perkebunan tebu tersebut sebagian besar di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Data yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia dari Laporan Tahunan tujuh PTPN yang aset perkebunan tebunya akan dilebur, diketahui total luas lahan kebun tebu mencapai 158 ribu hektar dan tersebar di tiga pulau.
Sebaran terbesar berada di provinsi Jawa Timur, yang mana terdapat tiga PTPN yang beroperasi yakni PTPN X, XI dan XII. Luas area kebun tebu di provinsi tersebut mencapai 106 hektar atau sekitar dua pertiga total luas kebun tebu eksisting saat ini.
Sementara itu jika ditambah luas kebun tebu PTPN IX yang berlokasi di Jawa Tengah, maka jumlah kebun tebu milik BUMN sebesar 76% berlokasi di Pulau Jawa. Adapun luas kebun tebu yang berlokasi di pulau Sumatera sebesar 16% dan 8% sisanya berada di pulau Sulawesi.
Penambahan luas lahan kebun tebu Sugar Co akan dilakukan secara bertahap. Hingga akhir 2022, luas lahan kebun tebu Sugar Co akan mencapai 153 hektar. Pada 2023 ditargetkan luas lahan akan tambah menjadi 200 ribu hektar, hingga akhirnya mencapai 700 ribu pada tahun 2028.
Dengan wacana tersebut, diharapkan Indonesia dapat melakukan swasembada gula, meskipun hanya untuk konsumsi rumah tangga saja.
Lantas, bagaimana kiprah produsen gula lainnya di RI?
BERSAMBUNG KE HALAMAN BERIKUTNYA >>>
PT Sugar Group Companies
Jika membicarakan gula, tampaknya tidak afdol jika tidak membahas perusahaan 'raksasa' gula terkenal dari Lampung, Sumatra bagian selatan yakni PT Sugar Group Companies yang memproduksi Gula Kristal Putih dengan merek Gulaku.
PT Sugar Group telah berdiri sejak 1975 di bawah kepemimpinan Liem Sioe Liong dan memiliki lahan tebu sebesar 61 ribu hektar dan dapat memproduksi gula sekitar 450 ribu ton tiap tahun. Pada 1997, produksi gula dari Sugar Group berkontribusi sebanyak 30% dari produksi gula nasional.
Namun, pada 1998, ketika Presiden Indonesia ke-dua Soeharto runtuh dari kekuasaannya, bisnis gula tersebut menjadi pahit. Sugar Group yang merupakan aset dari Salim Group terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang kemudian di masukan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tahun 1999.
Pada 29 November 2001, saham Sugar Group dibeli PT Garuda Panca Arta milik Gunawan Yusuf. Kini, PT Sugar Group Companies memiliki 4 anak perusahaan, yaitu PT Gula Putih Mataram (GPM), PT Sweet Indolampung (SIL), PT Indolampung Perkasa (ILP), dan PT Indolampung Distillery (ILD). Ketiga anak perusahaannya bergerak dalam produksi gula, sementara PT Indolampung Distillery memproduksi Etanol.
PT Prima Alam Gemilang (PAG)
Pabrik gula PT Prima Alam Gemilang (PAG) merupakan salah satu anak perusahaan PT Johnlin Batu Mandiri (Jhonlin Group) yang berlokasi di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan kapasitas produksi hingga 12.000 ton care per day (TCD) dan menjadi pabrik gula dengan jumlah produksi terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri.
Pabrik tersebut telah berdiri sejak 2016 Â dengan investasi senilai Rp 5 triliun dan didukung oleh sumber bahan baku area tebu inti plasma seluas 22.797 hektar.
Menurut Direksi PT PAG Bombana Arif Efendi, saat ini Pabrik Gula Bombana sudah menggunakan teknologi canggih yang didukung automatisasi. Hal ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Sehingga kami mampu menghasilkan produk dengan incumsa di bawah 100 UI dan total Losis di bawah 1.8 pol gula," ungkapnya dikutip dari laman Kemenperin (15/9/2022).
Pabrik Gula Bombana bertekad untuk turut berpartisipasi menopang program pemerintah dalam upaya swasembada gula dan ketahanan pangan.
"Dengan kapasitas produksi sebesar itu, kami berkomitmen bisa memenuhi kuota gula Indonesia bagian timur dengan harga di bawah HET. Sehingga masyarakat mampu menikmati harga gula yang wajar," tutur Arif.
Â
PT Aman Agrindo Tbk (GULA)
Melansir laman resmi perusahannya, PT Aman Agrindo Tbk (GULA) didirikan pada 2013 di Semarang. Setelah melakukan perizinan, GULA memulai bisnis perkebunan tebu pada 2016. Selanjutnya pada 2020, GULA melakukan perdagangan dan distribusi gula kristal dan gula cair.
Emiten tersebut juga melakukan perdagangan tebu yang sumbernya diperoleh dari perkebunan tebu yang dijalankan oleh perusahaan, baik dengan lahan yang di sewa dari pihak ketiga maupun lahan milik perusahaan.
GULA menjalankan 2 lahan perkebunan tebu yang berlokasi di Banten dengan total luas lahan perkebunan tebu sebesar lebih dari 150 hektar, di mana sekitar 80 hektar merupakan lahan milik perusahaan, sementara sekitar 70 hektar merupakan lahan sewa dari pihak ketiga.
Pada 8 Agustus 2022, GULA baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menargetkan dana sebanyak Rp 53,52 miliar. Dana tersebut akan digunakan seluruhnya untuk membiayai investasi dan operasional usaha.
Secara rinci, sekitar 23% akan digunakan untuk belanja modal yaitu pembangunan pabrik gula merah dan fasilitas penunjang lainnya untuk menunjang kegiatan produksi gula merah. Perusahaan akan menunjuk pihak ketiga sebagai kontraktor pembangunan pabrik gula merah dan fasilitas penunjang lainnya tersebut.
Selanjutnya, sekitar 57% lainnya akan digunakan untuk belanja modal berupa pembelian dan instalasi mesin produksi gula merah dengan pihak ketiga. Sementara sisanya akan digunakan untuk modal kerja, termasuk tetapi tidak terbatas untuk pembelian kebutuhan bahan baku dan bahan pendukung serta untuk membiayai kegiatan operasional.
Jika terealisasi, maka GULA akan berkontribusi pula terhadap produksi gula dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA