Roundup Sepekan

Seperti Pakai 'Obat Kuat'. IHSG Sepekan Terakhir Bergairah!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
06 August 2022 13:45
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini terbilang cukup apik karena dalam lima hari beruntun IHSG terus menguat.

Sepanjang pekan ini, Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut melonjak nyaris 2% atau tepatnya 1,92% secara point-to-point. Pada perdagangan Jumat (5/8/2022) kemarin, IHSG ditutup menguat 0,39% ke posisi 7.084,66.

Dalam harian, sepanjang pekan ini IHSG konsisten di jalur hijau. Bahkan pada pekan ini, IHSG berhasil menyentuh kembali zona psikologisnya di 7.000. IHSG juga berada di atas zona psikologis tersebut.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 62,8 triliun. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) mencapai Rp 3,76 triliun di pasar reguler pada pekan ini. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat menjual bersih (net sell) mencapai Rp 7,99 triliun, sehingga sepanjang pekan ini, asing net sell mencapai Rp 4,23 triliun di seluruh pasar.

Positifnya IHSG pada pekan ini terjadi karena sentimen pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri cenderung positif, sehingga investor dengan senang hati memburu saham-saham di Indonesia.

Dari dalam negeri, sentimen positif pertama datang dari perekonomian RI yang tumbuh positif pada kuartal kedua tahun 2022.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2022 tumbuh 5,44% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year-on-year (yoy). Sedangkan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi tumbuh 3,72%.

"Pertumbuhan ekonomi secara qtq 3,72% dan yoy sebesar 5,44%," ungkap Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jumat (5/8/2022) pagi hari ini.

Realisasi tersebut bahkan lebih tinggi dari polling Reuters sebesar 5,13% (yoy).

Margo menyebut pertumbuhan ekonomi yang impresif itu ditopang oleh perkembangan harga komoditas. Peningkatan harga komoditas menyebabkan Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan US$ 15,55 miliar pada kuartal II-2022.

"Indonesia mendapatkan windfall dan harga komoditas di pasar global," ujar Margo.

Selain itu, Hari Raya Idul Fitri juga memicu peningkatan konsumsi masyarakat yang merupakan kontributor terbesar PDB. Di kuartal II lalu, pertumbuhan konsumsi tercatat sebesar 5,51% dengan distribusi ke PDB 51,47%.

Selanjutnya adalah pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 3,07% atau distribusi 27,31% dan ekspor tumbuh 19,74% atau distribusi 24,6%.

Secara umum suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dalam dua kuartal beruntun secara tahunan. Dengan PDB Indonesia yang masih tumbuh, bahkan lebih tinggi lagi, resesi tentunya semakin jauh dari Tanah Air.

Di lain sisi, rilis laporan keuangan emiten bank-bank 'kakap' yang ciamik juga turut menjadi penopang IHSG pekan ini. Hal ini juga menjadi sentimen positif yang kedua.

Di sepanjang semester I-2022, bank-bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sukses mencatatkan pertumbuhan laba bersih dobel digit.

Laba bersih BBCA tumbuh hampir 25% secara tahunan. Sementara itu laba bersih BBRI paling fantastis dengan kenaikan 98% secara tahunan.

Kinerja impresif emiten perbankan tentu menjadi katalis positif untuk IHSG.

Namun, ada sedikit kabar kurang menggembirakan dari dalam negeri, di mana cadangan devisa (cadev) RI terpantau menyusut.

Bank Indonesia (BI) pada Jumat kemarin melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2022 sebesar US$ 132,2 miliar. Berkurang US$ 4,2 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Cadangan devisa Indonesia kini berada di posisi terendah sejak Juni 2020.

Anjloknya cadangan devisa tersebut menjadi yang terbesar sejak Maret 2020 atau awal pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

"Penurunan posisi cadangan devisa pada Juli 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ungkap keterangan tertulis BI, Jumat (5/8/2022) kemarin.

Sementara itu dari global, sentimen pasar sejatinya cenderung beragam, ada yang negatif, ada yang positif. Dari yang positif, yakni data aktivitas jasa Amerika Serikat (AS) pada Juli 2022.

Institute of Supply Management (ISM) melaporkan aktivitas jasa yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juli 2022 berada di 56,7. Naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 55,3 sekaligus mengakhiri penurunan yang sebelumnya terjadi tiga bulan beruntun.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau masih di atas 50, artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.

Kabar dari ISM ini amat melegakan, karena jasa menyumbang dua pertiga dari total aktivitas ekonomi di Negeri Paman Sam. Jadi, ada harapan AS bisa segera mentas dari resesi.

Sementara itu dari data ketenagakerjaan AS, Negeri Paman Sam pada Juli telah menciptakan 528.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll/NFP). Angka ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yakni Juni lalu yang sebesar 398.000.

NFP bulan lalu juga jauh lebih tinggi dari perkirakan pelaku pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan NFP berada di angka 250.000.

Pengusaha juga terus menaikkan upah dengan kecepatan stabil pada bulan lalu. Penghasilan per jam rata-rata meningkat 0,5% pada Juli lalu, setelah naik 0,4% pada Juni lalu. Itu meningkatkan peningkatan secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 5,2%, dari sebelumnya sebesar 5,1% pada Juni 2022.

Namun, positifnya jasa AS dan ketenagakerjaan AS membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) makin mempunyai banyak alasan untuk terus menaikan suku bunga acuannya.

Sementara itu dari sentimen yang mengarah ke negatif, ketegangan antara AS-China yang kembali memanas sempat membuat pelaku pasar sedikit 'jiper', karena ketegangan keduanya dapat memicu peperangan.

Konflik Rusia-Ukraina belum usai, kemudian ditambah panasnya AS-China, wajar pelaku pasar sempat khawatir.

Seperti diketahui, hubungan China dan Amerika Serikat (AS) kembali memanas dalam beberapa hari terakhir setelah Ketua DPR AS, Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan.

Beijing menganggap kehadirannya sebagai provokasi besar, meluncurkan peringatan, dan ancaman yang makin keras.

Sampai saat ini, China menganggap Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri dan demokratis sebagai wilayahnya dan telah berjanji suatu hari akan mengambil pulau itu, dengan paksa jika perlu.

Militer China telah melakukan latihan perang besar-besaran China di Selat Taiwan. Simulasi perang tersebut dilakukan China karena marah setelah kedatangan Pelosi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular