
Bos Sawit Kipas-kipas Kalau DMO Dihapus, Begini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan berencana untuk menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit (crude palm oil/CPO). Bagaimana dampaknya untuk emiten minyak sawit? Berikut ulasan dari Tim Riset CNBC Indonesia.
Sektor perkebunan memang tengah mendapat angin segar. Pertama, soal harga komoditas yang sedang menghangat. Kemudian, selain wacana penghapusan DMO, pemerintah sebelumnya juga telah menghapus pungutan pajak ekspor CPO dan produk turunannya berdasarkan aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 tahun 2022 yang dimulai pada 15 Juli hingga 31 Agustus 2022.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi persediaan dalam negeri yang kini mencapai 7,1 juta ton. Padahal, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), di sepanjang 2021 Indonesia memproduksi sebanyak 46,8 juta ton. Jika dihitung rata-rata per bulannya, maka produksi CPO Indonesia mencapai 3,3 juta ton.
Artinya, persediaan CPO dalam negeri kini mencapai dua kali lipat dari jumlah produksi bulanan CPO. Penghapusan pungutan pajak ekspor tentunya menjadi katalis positif untuk emiten CPO yang memiliki porsi ekspor besar karena dapat menurunkan Harga Pokok Penjualan (HPP). Berkurangnya harga pokok bakal mengerek margin keuntungan.
Isu saat ini bergeser ke wacana penghapusan DMO. Jika kebijakan ini terealisasi, maka produsen CPO domestik tak perlu lagi memenuhi permintaan dalam negeri, sehingga mereka mampu menambah kuota penjualan ekspornya.
Produsen CPO yang hanya memiliki pangsa pasar domestik juga bisa diuntungkan. Sebab, mereka tidak perlu banyak bersaing dengan produsen yang memiliki pasar ekspor. Dengan kata lain, hasil produksi CPO pemain pasar domestik bisa terserap lebih cepat.
Melihat sentimen tersebut, tentu prospek perusahaan perkebunan, termasuk yang berstatus perusahaan tercatat, kembali berkilau. Berikut sejumlah emiten perkebunan domestik yang memiliki pasar ekspor tapi juga cukup kuat bermain di pasar domestik.
PT Sinar Mas Agro Resources and Tech Tbk (SMAR)
Melansir laporan keuangan kuartal I-2022, SMAR telah memproduksi CPO dan produk turunanya sebanyak 114.866 ton dengan kontribusi 15% pada total penjualan.
Sementara itu, penjualan bersih domestik senilai Rp 9,37 trilun dan jumlah penjualan bersih ekspor mencapai Rp 8 triliun.
Dengan begitu, SMAR berhasil membukukan penjualan senilai Rp 17,4 triliun pada kuartal I-2022, melesat 54% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG)
TAPG berhasil mencatatkan laba periode berjalan hingga akhir Juni 2022 senilai Rp 1,77 triliun, naik 338,51% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 405,89 miliar.
Seiring dengan hal tersebut, penjualan perseroan juga melesat hingga 61,56% menjadi Rp 4,61 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 2,85 triliun. Penjualan kelapa sawit dan inti kelapa berkontribusi pada pendapatan senilai Rp 4,57 triliun atau naik 63,19% dari sebelumnya Rp 2,8 triliun.
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO)
Pada kuartal I-2022, SGRO telah memproduksi CPO sebanyak 67.000 ton dengan pendapatan Rp 1,25 triliun, turun 6% dari kuartal yang sama pada tahun lalu di Rp 1,33 triliun.
Meski begitu, laba SGRO justru mengalami peningkatan sekitar 17% menjadi Rp 249,16 miliar ke Rp 212,57 miliar.
Jika kebijakan DMO dihapuskan, tentunya penjualan SGRO akan dapat terserap oleh pasar lebih cepat.
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)
Melansir laporan keuangan kuartal I-2022, SIMP membukukan penjualan senilai Rp 4,04 triliun, turun 14% dari periode yang sama pada 2021 di Rp 4,69 triliun. Penjualan ekspor berkontribusi sebanyak 8,27%.
Manajemen SIMP mengatakan bahwa penurunan penjualan karena turunnya volume penjualan produk sawit dan produk minyak dan lemak nabati (EOF).
Namun, SIMP mampu mencatat laba bruto senilai Rp 1,34 triliun, tumbuh 28% secara tahunan dan laba usaha Rp 886 miliar yang naik 47% secara tahunan.
Bukan hal yang tidak mungkin, jika kebijakan DMO dihapuskan porsi penjualan ekspor akan bertambah.
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
AALI telah memproduksi CPO sebanyak 286.000 ton pada kuartal I-2022 dan mencatatkan peningkatan pendapatan bersih senilai Rp 6,6 triliun yang melesat 30,7% secara tahunan. Angka tersebut telah dikurangi oleh pungutan ekspor dan pajak ekspor sebesar Rp 228 miliar pada kuartal I-2021.
Sejalan, laba bersih juga melesat 198,1% menjadi Rp 483,45 miliar dari Rp 162,43 miliar.
Beberapa waktu lalu, Senior Vice Presiden of Corporate Communication & Public Affair AALI, Tofan Mahdi mengatakan bahwa penyerapan penjualan domestik Astra Agro jauh lebih tinggi daripada porsi penjualan ke pasar ekspor.
Lalu, bagaimana dengan pangsa pasar CPO Indonesia? Simak di halaman berikutnya