Jakarta, CNBC Indonesia - Permintaan minyak mentah dunia akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2022 sebesar 2,9% kemudian akan bertumbuh pada 2023 sebesar 3,2%.
Ekonomi pada 2022 masih terpengaruh oleh pandemi, perkembangan geopolitik di Eropa Timur, dan ketatnya kebijakan moneter untuk melawan inflasi global. Berlanjutnya pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) pada 2022 adalah risiko lain yang dapat mengekang pertumbuhan ekonomi global. Namun tergantung pada penanganannya.
Sementara pasar tenaga kerja diperkirakan akan tetap ketat. Pun kemacetan rantai pasokan mungkin tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek dan tingkat utang yang tinggi di seluruh dunia mungkin tetap ada.
Pengendalian Covid-19 yang lebih baik akan menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi dunia yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap permintaan minyak mentah dunia.
OPEC dalam laporan bulanan nya memperkirakan rata-rata harga minyak mentah jenis brent pada 2022 senilai US$ 104,94/barrel. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding 2021 sebesar US$ 65,23/barrel.
Sementara jenis light sweet atau WTI rata-ratanya US$ 101,77/barrel pada 2022, melonjak dari tahun lalu US$ 62,22/barrel.
Pertumbuhan permintaan minyak dunia pada tahun 2022 tetap tidak berubah dari perkiraan bulan sebelumnya di 3,4 mb/d. Permintaan minyak di Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) diperkirakan meningkat sebesar 1,8 mb/d, sementara non-OECD tumbuh sebesar 1,6 mb/d. Total permintaan minyak diproyeksikan rata-rata 100,3 mb/d.
Kuartal pertama tahun ini direvisi lebih tinggi, di tengah permintaan minyak yang lebih baik dari perkiraan di negara-negara konsumen utama OECD.
Namun, dengan kebangkitan Covid-19 di China dan ketidakpastian geopolitik yang sedang berlangsung, permintaan minyak di kuartal kedua 2022 direvisi lebih rendah.
Permintaan minyak global pada 2023 diperkirakan akan tumbuh 2,7 juta barel per hari (mb/d).
Permintaan dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) diperkirakan meningkat sebesar 0,6 mb/d.
Sementara permintaan negara-negara non-OECD diproyeksikan menunjukkan peningkatan 2,1 mb/d. Peningaktan ini didukung dari China dan India karena adanya pemulihan pemintaan bahan bakar transportasi dan dari bahan bakar industri yang kuat.
Bahan bakar minyak, bensin, dan solar diharapkan memimpin pertumbuhan permintaan minyak pada 2023. Permintaan datang seiring meningkatnya mobilitas di negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat (AS), China, dan India.
Sementara permintaan diesel akan didorong permintaan dari kegiatan industri seperti konstruksi dan pertanian di negara-negara OECD.
Sementara permintaan sulingan minyak ringan (light distillates) akan didukung oleh penambahan kapasitas pabril NGL di AS, pabrik Propane Dehydrogenation (PDH) di China, dan margin petrokimia yang stabil.
Bahan bakar jet akan terus pulih karena perjalanan udara domestik dan internasional meningkat. Namun, ketidakpastian karena ada kekhawatiran Covid-119 khususnya di China.
Dari sisi pasokan, pertumbuhan dari non-OPEC pada 2022 tetap tidak berubah dari prediksi bulan sebelumnya, meskipun ada revisi ke naik dari China dan Kanada.
Produksi diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,1 mb/d menjadi rata-rata 65,7 mb/d.
Pendorong utama pertumbuhan pasokan adalah AS, Kanada, Brasil, Cina, Kazakhstan, dan Guyana. Sementara produksi diperkirakan akan menurun terutama di Rusia, Indonesia, dan Thailand.
Produksi minyak non-OPEC diperkirakan tumbuh sebesar 1,7 mb/d pada 2023 didukung oleh permintaan yang kuat. Investasi hulu di negara-negara non-OPEC diperkirakan sekitar US$ 415 miliar, sama seperti tahun 2022 dan lebih tinggi 18% dibanding 2021. Meskipun demikian, nilai ini masih hanya setengah dari US$ 755 miliar dari 2014.
Produksi baru oleh proyek-proyek yang disetujui hingga 2023 diperkirakan sekitar 19,7 mb/d, naik 10% dibanding prakiraan 2022 sebesar 17,8 mb/d.
Pertumbuhan produksi di AS diperkirakan sebesar 1,1 mb/d, terutama dari minyak mentah Permian AS dan NGL non-konvensional serta dari Teluk Meksiko.
Sementara produksi minyak dari Norwegia, Brasil, Guyana, Kazakhstan, dan Argentina diperkirakan akan meningkat melalui lapangan kerja baru dan peningkatan proyek yang ada.