Dari Astra Hingga Salim, Konglomerat RI Berjamaah Bisnis Tol

Tim Riset, CNBC Indonesia
05 July 2022 14:10
Kemacetan Arus Balik Mudik Lebaran di ruas jalan tol Ungaran, Jawa Tengah ke arah Jakarta
Foto: Suasana kemacetan arus balik mudik lebaran di ruas jalan tol Ungaran, Jawa Tengah ke arah Jakarta pada, Kamis (5/5/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembukaan kembali ekonomi pasca pandemi membuat sejumlah bisnis yang semula kurang menarik kini kembali dilirik. Salah satunya adalah bisnis jalan tol yang terdampak parah akibat turunnya kepadatan lalu lintas dampak pembatasan sosial.

Meski demikian sejumlah konglomerat tampaknya melihat ini menjadi potensi bisnis utama. Terlebih, kondisi likuiditas perusahaan jasa konstruksi yang tidak dalam perfoma terbaiknya. Dus, situasi ini memberikan andil akan negosiasi yang lebih mulus.

Terbaru, konglomerat Grup Salim memperluas usahanya di sektor jalan tol lewat mengakuisisi sebagian saham konsesi tol Jalan Layang Jakarta-Cikampek yang kini bernama Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ).

Berdasarkan informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, Metro Pacific Tollways Corporation (MPTC) menandatangani sale purchase agreement (SPA) atas pembelian 40% konsesi Tol MBZ dengan nilai transaksi mencapai US$ 269,6 juta atau setara Rp 4,03 triliun. SPA telah ditandatangani pada 30 Juni 2022 lalu.

Pembayaran atas akuisisi ini dilakukan secara bertahap. Pertama, senilai Rp 15 miliar dilakukan saat SPA. Kemudian, pembayaran secara tunai senilai Rp 791 miliar dilakukan saat penyelesaian transaksi. Sementara yang sebesar Rp 3,22 triliun juga dibayarkan saat penyelesaian transaksi, namun dalam bentuk promissory note yang diterbitkan MPTC untuk pemilik konsesi MBZ.

MPTC merupakan anak usaha Metro Pacific Investment Corp (MPIC). MPIC sendiri terafiliasi dengan First Pacific Company Limited, perusahaan di Hong Kong yang 44,3% sahamnya dimiliki oleh Anthoni Salim.

Tol MBZ merupakan salah satu portofolio tol milik PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Saat penyelesaian transaksi, saham konsesi Tol MBZ bakal dialihkan menggunakan nama MPTC, sehingga bakal terkonsolidasi sebagai ekuitas perusahaan terafiliasi.

Penjualan jalan tol ini disebut Jasa Marga sebagai asset recycling dan merupakan bagian dari strategi korporasi untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan kesinambungan bisnis perusahaan.

Corporate Communication and Community Development Group Head Jasa Marga Lisye Octaviana menambahkan, divestasi sebesar 40% dari total 80% saham Jasa Marga kepada PT Marga Utama Nusantara (MUN) saat ini memasuki tahap penandatanganan Conditional Sale and Purchase Agreement of Shares (CSPA) yang dilakukan pada Kamis (30/06) lalu.

MUN merupakan salah satu anak perusahaan Nusantara Infrastructure (META) dengan kepemilikan saham 76,51%, mengutip data keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia.

Manuver ke bisnis jalan tol telah dilakukan Grup Salim sebelumnya yang pada 3 November 2017, MPTC melalui Metro Pacific Tollways Indonesia, membeli saham META.

Selain itu terdapat sejumlah nama konglomerat lain yang ikut masuk ke bisnis jalan tol, beberapa di antaranya termasuk Grup Astra, Saratoga dan konglomerat rokok Gudang Garam.

Anak usaha Astra International Tbk (ASII) yang bergerak di bidang infrastruktur, ASTRA Infra, melalui PT Jakarta Marga Jaya diketahui mengambil alih kepemilikan 14% saham milik PT Marga Lingkar Jakarta dari PT Jasa Marga Tbk akhir Juni tahun lalu.

Dengan pengalihan tersebut, maka secara tidak langsung, ASTRA Infra memiliki 49% saham PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) yang merupakan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) JORR I Ruas Ulujami-Kebon Jeruk.

Sebelumnya di tahun 2020 Astra Infra juga telah menyelesaikan proses akuisisi 100% saham PT Jakarta Marga Jaya (JMJ) yang sebelumnya dimiliki 51% oleh PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) dan 49% saham milik PT Jaya Sarana Pratama (JSP). Pasca pengalihan ini, Astra Infra memiliki 35% saham PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ).

Saat ini ASTRA Infra setidaknya telah berkontribusi di infrastruktur jalan tol sepanjang 357,6 km dengan kepemilikan saham di 7 Badan Usaha Jalan Tol yang terdiri Ruas Tangerang-Merak (72,5 km), Cikopo-Palimanan (116,8 km), Semarang-Solo (72,6 km), Jombang-Mojokerto (40,5 km), Surabaya-Mojokerto (36,3 km), Kunciran-Serpong (11,2 km) dan JORR I Ruas Ulujami-Kebon Jeruk (7,67 km).

Selanjutnya ada emiten milik Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Uno yang juga telah lama diketahui terjun di industri tol. Saratoga merupakan salah satu pemilik dan pengelola ruas tol Cikopo-Palimanan (Cipali) sepanjang 116 Km sebelum dilepas ke Grup Astra.

Selanjutnya anak usaha Saratoga yakni PT Lintas Indonesia Sejahtera merupakan salah satu pemrakarsa jalan tol Cikunir-Karawaci sepanjang 40 Km dengan nilai investasi 26 T. Pelelangan proyek jalan tol tersebut sudah masuk dalam pipeline Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pada kuartal pertama tahun lalu.

Kemudian ada juga nama emiten rokok yang ikut masuk ke bisnis jalan tol akhir tahun 2020 lalu. Gudang Garam (GGRM) masuk ke bisnis pengelolaan jalan tol dengan mendirikan anak usaha baru yakni PT Surya Kertaagung Toll (SKT) dan kala itu disebut-sebut berencana membangun Tol Kediri-Tulungagung.

Berdasarkan keterangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), GGRM bersama dengan PT Suryaduta Investama masing-masing dengan kepemilikan saham 99,9% dan 0,1% atas SKA, memutuskan untuk melakukan penambahan modal dasar pada SKA.

Modal dasar SKA yang sebelumnya sebesar Rp 500 miliar dinaikkan menjadi Rp 3 triliun dan modal ditempatkan dan disetor yang awalnya sebesar Rp 500 miliar dinaikkan menjadi sebesar Rp 1 triliun atau sebanyak 1 juta saham dengan nilai nominal Rp 1 juta per saham.

Namun, hingga saat ini SKA belum memiliki konsesi jalan tol. Namun mengacu data Badan Pengatur Jalan Tol.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular