China Rilis Obligasi Spesial Antisipasi Krisis, RI Bisa Tiru?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China sedang mengalami kekurangan uang dengan pandemi Covid-19. Turunnya pendapatan pemerintah terjadi saat pengeluaran terus meningkat untuk membayar stimulus ekonomi dan menahan wabah virus.
Salah satu opsi yang dapat diambil oleh Beijing adalah dengan menjual obligasi spesial negara (special sovereign bonds), alat pembiayaan yang jarang digunakan dan terakhir kali diluncurkan pada tahun 2020 untuk membantu mengangkat ekonomi tanpa menggelembungkan defisit anggaran. Sebelum itu, obligasi ini sempat dijual selama krisis keuangan Asia pada 1990-an dan untuk membantu memulai dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) China pada 2007.
Tidak seperti utang pemerintah biasa diterbitkan, obligasi spesial ini dapat digunakan untuk mengumpulkan uang tunai demi kelancaran kebijakan spesifik atau untuk membantu memecahkan masalah tertentu.
Obligasi ini bukan bagian dari anggaran resmi China dan karenanya tidak termasuk dalam perhitungan defisit. Dewan Negara, kabinet China, dapat mengusulkan penjualan obligasi tersebut, yang kemudian memerlukan persetujuan hanya oleh komite tetap Kongres Rakyat Nasional (National People's Congress/NPC), yang umumnya bertemu setiap dua bulan, buka dari badan legislatif penuh, yang bertemu hanya setahun sekali.
Hal ini berarti obligasi spesial dapat diterbitkan dengan cara yang lebih fleksibel daripada obligasi biasa, yang untuk dapat diterbitkan harus direncanakan dalam anggaran dan disetujui oleh sesi tahunan NPC.
Kenapa China perlu menggunakan obligasi spesial sekarang?
China memiliki target pertumbuhan produk domestik bruto sekitar 5,5% untuk tahun ini, tetapi dengan penguncian Covid dan kemerosotan properti, para ekonom mengatakan pemerintah hampir pasti tidak dapat mencapai itu, tanpa intervensi kebijakan tertentu.
Salah satu cara Presiden Xi Jinping berharap untuk mendorong pemulihan yang lebih cepat adalah dengan menghabiskan triliunan yuan untuk proyek infrastruktur. Mendanai stimulus semacam itu melalui anggaran (APBN China) akan menjadi tantangan berat, mengingat penurunan penerimaan pajak tahun ini pasti terjadi dan nilainya pun cukup signifikan.
Sebagian pembiayaan untuk 'menyelamatkan' ekonomi China akan datang dari bank-bank pembangunan milik negara China, seperti China Development Bank dan Agricultural Development Bank of China, yang telah ditugaskan Beijing menyediakan kredit pinjaman senilai 800 miliar yuan ($120 miliar) untuk investasi infrastruktur.
Sebagai sumber tambahan, obligasi spesial dapat menjadi opsi, mengingat pembiayaan jenis ini beberapa digunakan untuk tujuan yang relatif sejenis pada tahun 2020. Wang Yiming, penasihat komite kebijakan moneter bank sentral China (PBoC), menyoroti obligasi spesial tersebut sebagai salah satu opsi. Kemungkinan besar, obligasi tersebut dapat digunakan untuk menjembatani kesenjangan fiskal dan membiayai langkah-langkah stimulus yang diumumkan pemerintah pada bulan Mei, menurut analis Australia & New Zealand (ANZ) Banking Group Betty Wang dan Xing Zhaopeng.
Terakhir kali langkah ini diambil pada tahun 2020, obligasi senilai 1 triliun yuan terjual di awal pandemi. Secara luar biasa saat itu, para pimpinan eksekutif (Politbiro) Partai Komunis memutuskan untuk menjual obligasi dan NPC memberikan lampu hijau resmi pada pertemuan tahunan di bulan Mei. Sekitar 700 miliar yuan dari penjualan itu ditransfer ke pemerintah daerah untuk mendukung upaya pengendalian Covid dan investasi infrastruktur mereka, menurut laporan Kementerian Keuangan. Sisanya masuk ke dalam anggaran publik pemerintah pusat untuk mensubsidi pengeluaran pemerintah lokal untuk memerangi wabah pandemi.
Sebelumnya lagi pada 2007, 1,55 triliun yuan obligasi spesial diterbitkan untuk memodali China Investment Corp (CIC) yang merupakan SWF China. Hasil obligasi digunakan pemerintah untuk membeli cadangan mata uang dari PBoC, dan dana tersebut kemudian masuk ke CIC. Data Bloomberg mencatat sebagian dari obligasi akan jatuh tempo pada paruh kedua tahun ini.
Kemudian obligasi spesial ini juga diterbitkan selama krisis keuangan Asia. Kala itu China menjual obligasi senilai 270 miliar yuan - dan menjadi rekor penerbitan obligasi terbesar saat itu - untuk meningkatkan modal bagi bank-bank besar negara dan membantu mengimbangi kerugian dari aset bermasalah.
(fsd)