Wajib Baca! PKPU Garuda, Dividen BIRD Hingga Soal Holywings
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Senin (27/6/2022) awal pekan ini, di tengah bayang-bayang sinyal negatif terkait kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang bisa memicu resesi.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,38% ke posisi 7.016,055. Meski melemah, tetapi IHSG masih mampu bertahan di zona psikologis 7.000.
Pada awal perdagangan sesi I, IHSG sempat dibuka menghijau dan menyentuh zona tertinggi intraday-nya di 7.070,519. Namun selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah hingga penutupan perdagangan kemarin.
Namun pada perdagangan sesi II kemarin, pelemahan IHSG berhasil terpangkas, meski pada akhir perdagangan kemarin IHSG tak mampu berakhir di zona hijau.
Lalu bagaimana dengan hari ini? Yuk simak kabar emiten sebelum memulai perdagangan Selasa (28/6/2022).
1. Wah! Emiten Konglomerat Ini Bagi Dividen Lebih Besar dari BCA
Memasuki akhir kuartal kedua tahun 2022, sejumlah perusahaan yang diperdagangkan publik telah mengumumkan penggunaan laba perusahaan.
Emiten tambang batu bara milik konglomerat Dato Low Tuck Kwong, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) tercatat sebagai perusahaan yang membagikan dividen jumbo tahun ini. Jika dilihat secara per saham mengalahkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
PT Bayan Resources Tbk (BYAN) membagikan dividen tunai senilai Rp 14,5 triliun atau senilai Rp 4.385/saham, dan telah dibagikan kepada para pemegang saham pada 15 Juni 2022.
Jika dilihat secara per saham, BYAN lebih besar dibandingkan dengan BBCA yang sebesar Rp 145 per saham. Namun, secara dividen tunai keseluruhan nilai BBCA masih yang lebih besar yaitu Rp 17,9 triliun dibandingkan BYAN yang sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,5 triliun.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, pada kuartal pertama tahun ini perusahaan meraih pendapatan sebesar US$ 783,83 juta atau setara Rp 11,35 triliun (kurs Rp 14.480 per dolar AS) di kuartal I 2022. Angka tersebut tumbuh sekitar 56,44% dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 501,03 juta atau Rp 7,26 triliun.
Bayan Resources mencatat peningkatan beban pokok pendapatan dari US$ 217,98 juta pada kuartal I 2021 menjadi US$ 242,05 juta pada 2022. Sementara laba kotor senilai US$ 541,77 juta. Angka tersebut naik 91,4% dari tahun sebelumnya US$ 283,05 juta.
Dengan demikian, laba bersih senilai US$ 368,56 juta atau Rp 5,34 triliun pada kuartal I 2022. Laba tersebut melesat 122,2% dari US$ 165,86 juta atau Rp 2,40 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
2. Anak Eka Tjipta Widjaja Borong Lagi Saham BSDE, untuk Apa?
Presiden Komisaris PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), Muktar Widjaja membeli sebanyak 5,01 juta unit saham perseroan. Pembelian saham oleh anak Eka Tjipta Widjaja ini tercatat senilai Rp 4,51 miliar.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pembelian saham tersebut dilakukan pada periode 14-22 Juni 2022. Dengan demikian total kepemilikan saham BSDE oleh Muktar Widjaja menjadi 103,62 juta unit dari sebelumnya 98,61 juta unit.
Muktar membeli saham BSDE pada harga rata-rata Rp 899,99 per unit. Tujuan pembelian saham tersebut adalah investasi yang dimiliki secara langsung oleh Muktar Widjaja.
Pada awal Juni, Muktar juga membeli 2,18 juta unit saham BSED pada harga rata-rata Rp 917,49. Saat itu, dana yang dikeluarkan Muktar mencapai Rp 1,99 miliar.
Saat ini PT Paraga Arta Mida menjadi pemegang saham mayoritas BSDE dengan kepemilikan 33,28%, disusul oleh PT Ekacentra Usahamaju dengan kepemilikan 25,63% dan masyarakat dengan kepemilikan individu di bawah 5 persen sebesar 40,29 persen.
Pada kuartal I/2022, emiten Grup Sinar Mas ini mencatatkan penurunan laba bersih hingga 42,01 persen year on year (yoy) menjadi menjadi Rp347,9 miliar dari Rp599,95 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
3. IPO, Dewi Shri Farmindo Tawarkan Harga Rp 100 - Rp 110/Saham
Perusahaan peternakan unggas PT Dewi Shri Farmindo Tbk (DEWI) akan melepas sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dengan melepas sebanyak-banyaknya 700 juta saham baru atau sebesar 35% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO perseroan.
Sebanyak 700 juta saham baru tersebut bernilai nominal Rp 50 per saham. Dewi Shri Farmindo akan membuka harga penawaran di kisaran Rp 100 hingga 110 per saham. Sehingga, perusahaan akan mendapatkan dana segar hingga Rp 77 miliar dari aksi korporasi ini.
Nantinya, seluruh dana IPO setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan dipergunakan sejumlah Rp 7.485.570.000 atau sekitar 11,88% untuk pembelian tanah afiliasi, lalu sebesar Rp 3.672.134.375 atau sekitar 5,83% akan digunakan perseroan untuk pembelian tanah non-afiliasi seluas 10.773 m2.
Lalu, sekitar Rp 6,5 miliar atau 10,32% akan digunakan perseroan untuk pembangunan fasilitas RPA di atas tanah afiliasi, sekitar Rp 9.987.974.532 atau 15,85% akan digunakan perseroan untuk pembangunan fasilitas broiler commercial farm di atas tanah non-afiliasi.
Serta, sisanya akan digunakan untuk modal kerja perseroan yang akan digunakan untuk pembelian ayam DOC (day old chick) dan pembelian ayam karkas.
Untuk memuluskan aksi korporasi tersebut, perusahaan menunjuk PT KGI Sekuritas Indonesia dan PT Binaartha Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
4. Ramai Dibicarakan, Siapa Sebenarnya Pemilik Holywings?
Aktivitas promo minuman yang dilakukan Holywings menuai kontroversi dan menjadi perkara hukum karena tersangkut masalah agama.
Seperti diketahui, Holywings sempat heboh karena rencana promo minuman untuk mereka yang bernama Muhammad dan Maria. Dampak dari kasus tersebut, enam orang staf Holywings sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI No 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau Pasal 156 a KUHP. Kemudian Pasal 28 Ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Adapun ancaman maksimal 10 tahun kurungan penjara.
Lalu yang banyak menjadi pertanyaan publik adalah siapa sebenarnya pemilik dari Holywings?
Holywings didirikan oleh Ivan Tanjaya selaku Co-Founder bersama Eka Setia Wijaya.
"Nggak langsung Holywings. Saya nyoba F&B (dulu), itu namanya Kedai Opa. Saya berdua sama Eka (salah satu pemilik Holywings). Berdua sama Eka di Kelapa Gading itu tiga bulan konsepnya nasi goreng," ungkap Ivan, dikutip dari Detik.com, Senin (27/6).
Namun, kedai tersebut hanya bertahan selama tiga bulan. Setelah itu, Ivan dan Eka mengubah konsep bisnis dari Kedai Opa menjadi Holywings.
"Pada saat itu saya pikir, kalau saya 'geber' (Kedai Opa) mati nih. Setelah itu saya sama Eka berpikir kami ganti konsep total sesuai apa yang saya belajar dari China, minum sambil makan sambil live music," jelas Ivan.
Holywings pun terus berkembang sampai sekarang. Bahkan, pengacara kondang Hotman Paris dan artis Nikita Mirzani tertarik menjadi investor.
Keduanya resmi menjadi pemegang saham Holywings sejak Mei 2021 lalu. Namun, manajemen tak membeberkan rincian berapa dana yang dikucurkan Hotman dan Nikita untuk Holywings.
5. Emiten Lo Kheng Hong Mau RUPS, Bakal Bagi Dividen Lagi?
Emiten produsen ban yang mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1953 milik investor kawakan Lo Kheng Hong (LHK), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), mengumumkan akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 28 Juli 2022 mendatang.
Informasi tersebut disampaikan perusahaan lewat rilis di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun terkait mata acara dalam RUPST tahun ini, perusahaan belum merinci dan masih menunggu usulan dari pemegang saham lain.
"Setiap usul pemegang saham yang akan dimasukkan dalam acara rapat, harus memenuhi ketentuan Pasal 19 ayat 7 Anggaran Dasar Perseroan dan Pasal 16 POJK 15/2020 serta telah diterima oleh direksi perseroan selambatnya pada hari Rabu, tanggal 29 Juni 2022," tulis Direksi GJTL, dikutip CNBC Indonesia, Senin (27/6).
Sebelumnya lagi empat tahun beruntun dari 2012 hingga 2015 perusahaan rutin membayarkan dividen kepada pemegang saham.
Berkaca pada kinerja perusahaan tampaknya investor harus bersabar tahun ini. GJTL memang mampu meningkatkan pendapatan menjadi Rp 15,34 triliun tahun lalu dari semula Rp 13,43 triliun pada 2020.
Akan tetapi peningkatan beban pokok yang signifikan, dari 80% pendapatan 2020 menjadi 86% pendapatan tahun 2021, serta beban keuangan lain yang ikut membengkak membuat kinerja laba perusahaan tertekan.
Emiten milik LKH ini mencatat penurunan laba bersih hingga 73% menjadi Rp 86,36 miliar saja dari semula mencapai Rp 320,38 miliar pada tahun 2020.
(vap/vap)