Waspada Resesi, Kayanya Pekan Depan Kondisi Pasar Masih Jelek
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia kembali tertekan pekan ini, dan kemungkinan besar akan berlanjut pada pekan depan. Sebabnya, ada beberapa sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pada pekan lalu sebenarnya sempat menguat kurang dari 1%. Sayangnya, pada Jumat lalu IHSG jeblok hingga 1,61% yang membuatnya mencatat pelemahan dengan persentase yang sama dalam sepekan.
Hal yang sama terjadi pada kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Tercatat ambles pada perdagangan pekan ini. Bahkan, rupiah telah terkoreksi selama 5 hari beruntun.
Melansir Refinitiv, di sepanjang pekan ini, mata uang Tanah Air membukukan pelemahan yang cukup signifikan sebesar 271 poin atau terkoreksi 1,86% di hadapan dolar AS dan menjadi koreksi terbesar secara mingguan sejak Juni 2020.
Rupiah menutup perdagangan pekan ini dengan berakhir di Rp 14.821/US$ atau ambles 0,38% di pasarspot.
Sementara harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (16/6/2022), di mana investor masih mengevaluasi kebijakan moneter terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS).
Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini setelah beberapa hari mereka melepasnya, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN berjangka panjang yakni tenor 25 dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknyayielddan harganya yang melemah.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 25 tahun naik 3,4 basis poin (bp) ke 7,598%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun menguat 7,1 bp ke 7,352%.
Baik IHSG, Rupiah dan SBN berisiko langsung tertekan pada perdagangan Senin besok. Sebab, sentimen pelaku pasar sedang memburuk pasca The Fed yang memutuskan menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin (bps) menjadi 1,75%. Tidak sampai di situ, keagresifan The Fed juga diprediksikan akan terus berlanjut di setiap pertemuan di Juli hingga September
Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.
Namun, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) di pekan ini anjlok 9,21% ke US$ 109/barel, sementara jenis Brent anjlok 7,29% ke US$ 113,12/barel. Anjloknya harga minyak jenis brent ini yang terendah sejak 20 Mei 2022, turun pertama kalinya dalam 5 minggu. Sementara jenis WTI turun pertama kalinya dalam 8 minggu terakhir. Dengan harga minyak mentah yang turun saat ini, inflasi diharapkan segera mereda.
Jika inflasi akan terus menanjak, maka konsumsi rumah tangga, salah satu tulang punggung perekonomian, berisiko terpukul. Di sisi lain, kenaikan suku bunga dengan agresif, alhasil pelambatan ekonomi tak bisa dihindari. Risiko resesi semakin meninggi.
Di lain sisi, sejumlah data ekonomi di AS yang dirilis pada pekan depan akan menunjukkan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. Tidak hanya di Amerika Serikat, beberapa negara juga mengalami nasib yang sama.
Dari Jerman, besok Senin (20/6/2022) akan ada rilis data Producer Price Index/PPI untuk Mei 2022 maupun secara tahunan (yoy). Sementara pada Rabu (22/6/2022) Inggris akan mengumumkan data Inflasi dan PPI baik secara tahunan maupun bulanan.
Dari dalam negeri, pekan depan Bank Indonesia (BI) akan kembali mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada23-24Juni2022 yang kemungkinan akan merespon kebijakan The Fed yang telah menaikkan suku bunga.
Selain itu, kasus pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali menjadi perhatian. Sebab, terjadi kenaikan yang signifikan. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat ada tambahan lebih dari 1000 kasus. Jumlah tersebut merupakan penambahan kasus tertinggi dalam 7 pekan terakhir.
Rata-rata penambahan kasus selama 7 hari hingga Sabtu kemarin tercatat sebanyak 1264 kasus, dibandingkan sepekan sebelumnya 574 kasus. Secara persentase, rata-rata penambahan kasus tersebut melejit lebih dari 120%.
Covid-19 di Indonesia terus merangkak naik, Jika dibandingkan minggu lalu kenaikan kasus Covid-19 mencapai 120,2%. sementara dua hari terakhir kasus harian Covid-19 melampaui seribu kasus sejak Rabu (15/6/2022).
Kementerian Kesehatan RI menduga dua penyebab lonjakan kasus didorong longgarnya protokol kesehatan dan kemunculan sub varian baru Omicron BA.4 serta BA.5. Sub varian Omicron baru yakni BA.4 dan BA.5, telah dikonfirmasi masuk ke Indonesia. Ini juga diyakini memicu kembalinya kenaikan kasus Covid-19.
Bagaimana perkembangan kasus Covid-19 akan menjadi perhatian, apabila terus menunjukkan kenaikan maka bisa menjadi sentimen negatif ke pasar finansial.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)