
Dow Jones Ambles Lagi, Sinyal Negatif Untuk Wall Street?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan di perdagangan Kamis (16/6/2022), setelah bursa saham AS reli kemarin.
Kontrak futures indeks Dow Jones ambles 575 poin atau 1,9%. Hal serupa terjadi pada indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi masing-masing sebesar 2,3% dan 2,8%. Padahal, ketiga indeks sempat diperdagangkan di zona positif.
Imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun melanjutkan pergerakan besarnya hari ini dan naik ke 3,44% setelah berakhir di 2,84% pada Mei lalu.
Pergerakan tersebut terjadi setelah bank sentral AS (Federal reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuannya dan menjadi yang tertinggi sejak 1994 pada Rabu (15/6). The Fed akan menaikkan suku bunganya sebanyak 75 basis poin (bps) dan sudah diprediksikan oleh pasar.
"Sudah jelas, kenaikan 75 bps hari ini bukan hal yang umum dan saya tidak mengharapkan tindakan tersebut menjadi normal," tutur Ketua The Fed Jerome Powell dikutip CNBC International.
Saham-saham reli pada Rabu (15/6) setelah Powell mengatakan bahwa kenaikan sebesar 50-75 bps tampaknya masih mungkin pada pertemuan selanjutnya di Juli dan menunjukkan The Fed berkomitmen untuk meredam inflasi.
Powell memperingatkan bahwa keputusan akan dibuat pada masing-masing pertemuan.
Namun, sentimen pasar tampak suram hari ini karena bank sentral lain di seluruh dunia juga mengadopsi kebijakan yang agresif.
Bank sentral Swiss (SNB) menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 15 tahun. Sedangkan, bank of England (BOE) diprediksi akan menaikkan suku bunga selama lima pertemuan beruntun hari ini.
"SNB dan bank sentral Hungaria menaikkan suku bunga lebih dari yang di antisipasi pasar, melanjutkan tren agresif untuk mengetatkan kebijakan moneter global. Sementara, Bank of Japan (BOJ) diharapkan akan mempertahankan target suku bunga 25 bps," tutur Analis Vital Knowledge Adam Crisafulli.
Dia juga menambahkan bahwa harga gas melonjak di Eropa karena Rusia menarik pasokannya dan menambah tekanan terhadap bank sentral Eropa (ECB). Kombinasi pengetatan bank sentral dan harga energi yang melonjak mendorong yield naik di seluruh dunia, sehingga melemahkan sentimen ekuitas.
Indeks S&P 500 dan Nasdaq berada di bear market (zona penurunan), berada 21% dan 32% dari rekor tertingginya di Januari dan November. Sedangkan indeks Dow Jones berada 17% di bawah rekor tertingginya di 5 Januari.
Inflasi yang merajalela dan tertinggi dalam 40 tahun telah membebani mayoritas indeks saham. Serta, kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kemungkinan resesi.
Hari ini, investor akan disibukkan dengan rilis data ekonomi dari angka klaim pengangguran secara mingguan, di mana poling analis Dow Jones memprediksikan ada 220.000 klaim. Disusul oleh musim rilis kinerja keuangan dari Adobe dan Kroger.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gara-gara Netflix Dow Jones Runtuh, Kok Bisa?