
Pandu Sjahrir: Kejatuhan Kripto Mirip Krisis Moneter 1998

Titel spekulan ulung patut disematkan kepada Soros. Sebelum bikin geger Asia, ia menekuk lutut Inggris melalui peristiwa Black Wednesday yang terjadi pada 1992. Buku bertajuk "Soros: The Life, Times, and Trading Secrets of the World's Greatest Investor" yang dikarang Robert Slater menjelaskan secara gamblang salah satu kelalaian finansial Inggris selama menjadi anggota Uni Eropa itu.
Peristiwa Black Wednesday bermula saat dari sikap keengganan Inggris untuk bergabung ke dalam tahap pertama penciptaan mata uang tunggal Eropa bernama Exchange Rate Mechanism (ERM) pada 1979. Sebab, Inggris tak rela nilai mata uang poundsterling yang selama ini dikaitkan dengan emas harus berubah menjadi nilai mata uang masing-masing anggota Uni Eropa. Tentu saja nilai poundsterling bisa terjerembab jika mengikuti ERM.
Hanya saja, sejak 1987 Inggris mencoba mengaitkan poundsterling dengan deutsche mark, mata uang Jerman yang kala itu menjadi tolak ukur peg mata uang bagi negara-negara yang sepakat mengimplementasikan ERM. Dengan nilai 2,95 mark terhadap 1 poundsterling, maka biaya moneter untuk melakukan ERM kepada Inggris dianggap cukup tinggi. Apalagi, kala itu inflasi Inggris tercatat lebih tinggi ketimbang Jerman.
Berbekal tebak-tebak buah manggis, Soros akhirnya menjual poundsterling dengan nilai setara US$6 miliar dan membeli deutsche mark dengan nilai setara US$7 miliar.
Tak hanya itu, ia juga meminjam uang dari Bank of England sebesar 5 miliar poundstering untuk kemudian dikonversikan dengan deutsche mark dengan nilai tukar 1 poundsterling sama dengan 2,79 Deutsche mark.
Soros tetap menunggu. Berharap kebijakan Inggris untuk mendevaluasi mata uangnya benar-benar terjadi.
Tak tahan dengan tekanan inflasi, pada 16 September 1992 Inggris menaikkan suku bunga acuannya dua kali dalam sehari. Bahkan hingga mencapai 15 persen, sebuah angka yang cukup mengkhawatirkan kala itu.
Ibarat pisau bermata dua. Jika Inggris tetap bertahan pada suku bunga tinggi, selamanya kondisi ekonomi Inggris tak akan pulih.
Lambat laun, permintaan akan poundsterling kian berkurang lantaran kondisi makroekonomi yang tidak stabil. Aksi intervensi valuta asing bank sentral Inggris gagal. Nilai tukar poundsterling terhadap Deutsche mark sudah turun 3 persen dalam sehari.
Ini seperti tinggal menunggu waktu saja Inggris keluar dari kesepakatan ERM dan mengubah sistem peg mata uangnya.
Hari Rabu itu merupakan mimpi buruk bagi Inggris, namun angin surga bagi Soros. Benar saja, Inggris memutuskan untuk keluar dari ERM dan kebijakan mata uangnya kini menganut kondisi mengambang bebas. Nilai mata uangnya pun terjun hingga 2,65 Deustche Mark per 1 poundsterling.
Soros akan segera mengambil untung besar dari berspekulasi poundsterling. Tak terasa, keuntungan dari menerka-nerka poundsterling bikin kantong Soros US$2 miliar lebih tebal. Atas aksinya, kini Soros dikenang sebagai pria yang berhasil 'membobol' Bank of England. (dhf)
[Gambas:Video CNBC]
