Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang bulan Mei 2022, pasar kripto dihantam sentimen negatif yang pada akhirnya semakin menekan kinerja aset kripto secara keseluruhan, termasuk koin-koin idaman seperti Bitcoin.
Puncaknya yakni kejatuhan dua koin digital (token) besutan Terra yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST) pun semakin memperparah tekanan pasar kripto dan pada akhirnya membuat kripto mengalami crash parah.
Di Bitcoin, dari awal Mei hingga perdagangan Jumat pekan lalu, harganya pun ambruk hingga 27,38%, dari sebelumnya di kisaran level US$ 38.000 menjadi kisaran level US$ 28.000, menurut data dari CoinMarketCap pada Jumat pekan lalu.
Pada hari ini, Senin (30/5/2022), Bitcoin berhasil rebound dan melesat 5,52% ke level psikologisnya di US$ 30.000 atau tepatnya di level US$ 30.660,84 per keping (Rp 446.334.042 per keping).
Meski berhasil rebound, tetapi Bitcoin masih diperdagangkan di kisaran ketat antara level US$ 29.000-US$ 30.000.
Sumber: CoinMarketCapBitcoin |
Sejatinya, pergerakan Bitcoin memang sudah cenderung menurun sejak awal tahun ini, di mana Bitcoin cenderung sulit untuk kembali menembus level rekor tertinggi sepanjang masanya yang tercipta pada November 2021, yakni di kisaran level US$ 69.000.
Harga yang tak kunjung pulih diperparah oleh kondisi pedagang kripto yang masih dalam mode risk-off setelah mengalami pengembalian negatif hampir sembilan minggu berturut-turut.
Sementara untuk dua token Terra yakni LUNA dan UST, nasibnya pun lebih parah. Meski pada hari ini kembali pulih dan menghijau , tetapi keduanya masih jauh dari level psikologis US$ 1.
Di token LUNA, dari awal Mei hingga Jumat pekan lalu, harganya sudah anjlok hingga 100%, di mana pada awal Mei lalu masih di kisaran harga US$ 80, pada Jumat pekan lalu harganya hanya mencapai kisaran US$ 0,000124, menurut data dari CoinMarketCap.
Pada Senin hari ini, LUNA mulai kembali pulih dan melesat 69,34% ke level US$ 0,0001492 per keping (Rp 2,17 per keping). Meski berhasil pulih, tetapi harganya masih sangat jauh dari US$ 1.
Sumber: CoinMarketCapTerra Luna (LUNA) |
Sebagai informasi, saat diterbitkan pertama kali nilainya US$ 0,8 per koin dan sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa sebesar US$ 119,55 per koin pada April lalu. Bahkan pernah menjadi salah satu aset kripto dengan kapitalisasi pasar besar senilai US$ 40 miliar.
Sedangkan sister coin-nya yang merupakan stablecoin di ekosistem Terra yakni UST pun bernasib sama, di mana harganya ambruk parah hingga 96,34%, dari awal Mei lalu masih di kisaran US$ 1, pada Jumat lalu hanya seharga US$ 0,03667, berdasarkan data dari CoinMarketCap.
Meski pada hari ini berhasil pulih, tetapi UST masih jauh dari level US$ 1. Pada Senin hari ini, harga UST melonjak 13,85% ke level US$ 0.03143 per keping (Rp 458 per keping).
Sumber: CoinMarketCapTerraUSD (UST) |
LUNA punya peran yang vital untuk menstabilkan harga UST dan mengurangi volatilitas pasar. Saat UST turun sedikit, maka LUNA akan dibakar sebagai cara harga bisa stabil.
UST menjadi satu-satunya stablecoin berkapitalisasi pasar jumbo yang tidak memiliki aset yang mem-backing-nya seperti stablecoin lain dan hanya bergantung pada arbitrase pasar.
Seperti stablecoin umumnya, UST dipatok pada rasio 1 banding 1 (1:1) dengan dolar. Adapun untuk mencetak satu UST baru perlu menghancurkan satu LUNA.
Diketahui runtuhnya proyek Terra menyebabkan kerugian gabungan sekitar US$ 60 miliar (Rp 876 triliun) antara UST dan LUNA. Awal bulan ini, UST anjlok di bawah patokan US$ 1, yang memicu aksi jual mata uang kripto.
Meskipun harganya hancur lebur, sejumlah analis masih percaya jika Terra akan bangkit. Dilansir dari analytics insight, harga Terra kemungkinan akan kembali mendekati US$ 1 pada akhir 2022 kemudian meningkat menjadi US$ 3 pada 2023 dan US$ 5 pada 2025.
Namun, perlu adanya token dan blockchain baru jika ingin LUNA dan UST bisa kembali pulih.
Para pendukung proyek cryptocurrency Terra bakal kembali menghidupkan aset kripto dengan blockchain dan token LUNA baru. Adapun para pendiri juga telah mencari langkah untuk proyek yang beberapa waktu yang lalu mengalami kejatuhan itu.
Hal ini sudah diumumkan oleh Terra Daily, yang menyediakan berita harian mengenai jaringan tersebut. Melansir laman AA, pada Rabu lalu di akun Twitternya disebutkan bahwa akan Terra Luna akan lahir kembali.
Pencipta jaringan dan CEO Terraform Labs, Do Kwon mengatakan Luna 2.0 akan didukung banyak bursa kripto seperti Gate.io, Bitfinec, FTX, Huobi dan Bitrue.
"Terra 2.0 akan datang. Dengan dukungan luar biasa, ekosistem erra telah meloloskan Proposal 1623 untuk menyerukan asal usul blockchain baru dan pelestarian komunitas kami," tulis perusahaan dalam akun Twitter @Terra_money, dikutip dari Euronews, Jumat (27/5/2022).
Terra baru telah diluncurkan pada Jumat pekan lalu. Terra 2.0 membuat rantai Terra baru tanpa stablecoin algoritmik dan membuat blockhain baru terkait dengan token Luna.
Dengan adanya token baru Terra yang disebut sebagai Terra 2.0, maka Terra lama yakni LUNA akan disematkan 'classic' dan kode kriptonya pun berubah dari semula LUNA menjadi LUNC.
"Rantai lama disebut Terra Classic [token $LUNC] dan rantai baru akan disebut Terra [token $LUNA]. Pembaruan rantai dimulai beberapa jam setelah snapshot peluncuran," jelas Terra.
Luna lama akan digantikan dengan Luna 2.0. Tidak akan hilang sepenuhnya, tetapi hidup berdampingan dengan yang baru dan lebih baik.
Pemegang dua token lama yang akan berganti nama menjadi Classsic dan UST akan diberikan bagian 1 miliar token baru. Pemegang Luna akan menerima 35% dari semua token baru, 10% bagi pemilik UST sebelum keruntuhan terjadi dan 25% untuk yang masih memiliki Luna dan UST setelah kejadian yang lalu. Sementara itu, 30% akan dimiliki investor Luna.
Meski begitu, mitra pengelola Hartmann Capital, Felix Hartmann mengatakan bahwa proyek tersebut belum dipastikan dapat membangun kembali kepercayaan para investor.
"Ini juga akan membutuhkan banyak usaha keras dari para pendiri LUNA karena mereka tidak akan lagi memiliki kapitalisasi pasar miliaran dolar yang dimiliki sebelumnya. Mereka kemungkinan akan mulai dari dasar lagi," tambahnya.
Belum lagi saat ini, stablecoin tengah menjadi perhatian utama dari para regulator. Hal ini karena kurangnya transparansi dalam perdagangan stablecoin serta ketergantungan pelaku pasar pada mereka untuk memungkinkan perdagangan di protokol kripto lainnya.
Veteran industri kripto dan profesor di Columbia Business School, Omid Malekan menegaskan bahwa stablecoin sebagai ide sudah mati.
"Ada yang lain di luar sana yang tidak sebesar UST, dan mereka semua dalam kondisi gagal untuk mempertahankan pasak saat ini. Kegagalan itu telah membuat stablecoin lain yang lebih konservatif tampak sangat menarik. Tetapi pertanyaan terbuka sekarang adalah tanggapan regulasi seperti apa yang didapat seluruh industri," pungkas dia.
Apa yang sempat terjadi pada pasar mata uang kripto dikatakan mirip seperti apa yang terjadi pada Krisis 1998. Hal ini dianalogikan oleh Pandu Sjahrir dalam kanal Youtube miliknya beberapa waktu lali.
Pada medio tersebut, terjadi aliran dana yang dikenal dengan istilah great run on the bank. Tidak ada yang tahu pasti siapa aktor di balik kejadian ini. Yang pasti, mata uang yang tidak disenilaikan (peg) pada saat itu berguguran.
"Jadi, seperti 98 waktu itu krisis, ada yang di-peg ada yang enggak. Yang enggak ini yang diserang," terang Pandu yang juga merupakan bos Electrum sekaligus keponakan Luhut Binsar Panjaitan tersebut.
Masalahnya adalah, UST di pasar kripto memiliki kapitalisasi pasar atau market cap yang besar. Sehingga, ketika goyah, pasar kripto runtuh, termasuk Luna dan bitcoin.
Seperti diketahui, ketiga kripto itu punya andil dalam crash yang sempat terjadi. Pasalnya, ketiganya memang saling terkait.
Hal ini setidaknya disampaikan oleh CEO dari platform manajemen aset kripto NOBI, Lawrence Samantha, dalam Youtube Channel Pandu Sjahrir.
Basis atau underlying kripto ada dua. Pertama, mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Underlying tradisional ini tidak masalah di kondisi saat ini.
Kedua, underlying berupa algortimic stable token. Underlying terakhir ini yang menjadi basis Luna, yang secara tidak langsung turut mempengaruhi underlying UST.
"Luna ini ada harganya? Beberapa waktu lalu, ada. Satu UST bisa ditukar dengan luna setara senilai US$ 1," terang Lawrence dikutip Selasa (17/5).
Sedang, di balik Luna, ada lembaga bernama Luna Foundation Guard alias LFG. Berhubung kripto juga memiliki unsur kepercayaan, LFG menambah bitcoin sebagai cadangan atawa reserve yang nantinya membantu memberikan jaminan. Nilai UST pekan lalu jatuh. Inilah awal kejatuhan pasar kripto secara sistemik.
Organisasi nirlaba berbasis di Singapura yang dirancang untuk mempertahankan harga UST, yakni Luna Foundation Guard (LFG) merilis pernyataan pada Senin (16/5/2022) yang mendokumentasikan bagaimana LFG mencairkan kripto senilai jutaan dolar dalam upayanya untuk memulihkan kejatuhan UST.
Dalam laporan yang dirilis, LFG mengatakan telah mentransfer lebih dari 50.000 bitcoin untuk diperdagangkan dengan rekanan pada 8 Mei, karena harga UST awalnya mulai merosot.
Dikatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk mengeksekusi on-chain swap dan mentransfer BTC ke rekanan sehingga memungkinkan mereka memasuki perdagangan dengan Foundation dalam ukuran besar dan dalam waktu singkat.
Pada Kamis pekan lalu 12 Mei, LFG mengatakan 30.000 Bitcoin dari cadangannya dijual oleh Terraform Labs, perusahaan asli di belakang Terra, sebagaimana hal ini dilakukan dalam upaya terakhir untuk mempertahankan UST.
LFG juga mengatakan bahwa dana ini akan digunakan untuk mengkompensasi sisa pengguna UST, utamanya para pemegang terkecil terlebih dahulu.
Total, LFG mencatat bahwa cadangan Bitcoin-nya hampir habis dari sekitar 80.000 BTC menjadi 313 BTC. Aset yang tersisa, yang sebagian besar terdiri dari koin digital (token) UST dan LUNA yang jatuh, tampaknya akan digunakan untuk dana kompensasi kepada investor yang terdampak dari jatuhnya dua token tersebut.
CNN Indonesia pernah mengulas keterkaitan antara George Soros dengan krisis 1998. Saat krisis moneter yang melanda Asia, tak terkecuali Indonesia, 20 tahun silam, George Soros dituding sebagai biang kerok. Nama investor kelahiran Hungaria tersebut pertama kali didengungkan oleh Mahathir Muhammad.
Mantan Perdana Menteri Malaysia itu menyebut perusahaan hedge fund Soros telah membuat nilai tukar sejumlah mata uang di Asia terombang-ambing.
"Saya mengatakan perdagangan mata uang itu hal yang tidak penting, tidak produktif, dan tidak bermoral," ucap Mahathir 20 tahun lalu.
Kebetulan, salah satu perusahaan hedge fund yang baru melakukan operasi dalam jumlah besar di Asia kala itu adalah Quantum Fund, yang notabene dikelola oleh Soros.
Hedge fund secara umum adalah pengelolaan investasi kolektif global bagi nasabah kelas atas. Pengelola investasi itu akan mendapatkan biaya imbal jasa atas investasi yang dikelolanya berbasiskan kinerja.
Mengutip Business Insider, perusahaan melakukan spekulasi dengan meminjam Thailand baht dalam jumlah besar.
Pada 1997, nilai mata uang baht masih disenilaikan (peg) dengan dolar AS, sehingga korporasi di negara gajah putih itu merasa aman berutang dengan denominasi dolar AS. Hanya saja, mata uang dolar AS semakin menguat di pertengahan pada 1990-an. Mau tak mau, menggerus transaksi berjalan dan Thailand tak sanggup lagi untuk melakukan peg atas dolar AS.
Soros mengendus bahwa devaluasi baht akan terjadi sangat parah. Dengan modal kurang dari US$1 miliar, ia pun berspekulasi atas baht. Dan, benar saja, tak berselang lama, kebijakan nilai tukar mata uang Thailand berubah dari skema mengambang tetap menjadi mengambang bebas.
Nilai baht terjun bebas 60 persen melawan dolar AS. Quantum Fund menorehkan cuan yang fantastis. Arus modal keluar melanda Thailand. Tak berselang lama, kondisi serupa menular ke beberapa negara Asia lainnya.
Inilah dalih awal yang menegaskan bahwa Soros harus bertanggung jawab atas kepanikan yang melanda Asia kala itu. Namun, alih-alih minta maaf, Soros malah membela diri.
"(Pernyataan Mahathir) tak sesuai, sehingga tak perlu perhatian lebih," ujarnya kala itu. Ia menambahkan, Bank Sentral Thailand lah yang tidak memilki pengetahuan cukup soal hedge fund.
Titel spekulan ulung patut disematkan kepada Soros. Sebelum bikin geger Asia, ia menekuk lutut Inggris melalui peristiwa Black Wednesday yang terjadi pada 1992. Buku bertajuk "Soros: The Life, Times, and Trading Secrets of the World's Greatest Investor" yang dikarang Robert Slater menjelaskan secara gamblang salah satu kelalaian finansial Inggris selama menjadi anggota Uni Eropa itu.
Peristiwa Black Wednesday bermula saat dari sikap keengganan Inggris untuk bergabung ke dalam tahap pertama penciptaan mata uang tunggal Eropa bernama Exchange Rate Mechanism (ERM) pada 1979. Sebab, Inggris tak rela nilai mata uang poundsterling yang selama ini dikaitkan dengan emas harus berubah menjadi nilai mata uang masing-masing anggota Uni Eropa. Tentu saja nilai poundsterling bisa terjerembab jika mengikuti ERM.
Hanya saja, sejak 1987 Inggris mencoba mengaitkan poundsterling dengan deutsche mark, mata uang Jerman yang kala itu menjadi tolak ukur peg mata uang bagi negara-negara yang sepakat mengimplementasikan ERM. Dengan nilai 2,95 mark terhadap 1 poundsterling, maka biaya moneter untuk melakukan ERM kepada Inggris dianggap cukup tinggi. Apalagi, kala itu inflasi Inggris tercatat lebih tinggi ketimbang Jerman.
Dari sini, Soros mengendus kembali kemungkinan untuk mencari cuan dengan melakukan hedge fund. Apalagi, kala itu Inggris tengah mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi dan punya tingkat suku bunga acuan yang sangat tinggi. Soros berkeyakinan Inggris akan menurunkan tingkat suku bunga yang bisa melemahkan mata uangnya agar ekonomi kembali pulih.
Berbekal tebak-tebak buah manggis, Soros akhirnya menjual poundsterling dengan nilai setara US$6 miliar dan membeli deutsche mark dengan nilai setara US$7 miliar.
Tak hanya itu, ia juga meminjam uang dari Bank of England sebesar 5 miliar poundstering untuk kemudian dikonversikan dengan deutsche mark dengan nilai tukar 1 poundsterling sama dengan 2,79 Deutsche mark.
Soros tetap menunggu. Berharap kebijakan Inggris untuk mendevaluasi mata uangnya benar-benar terjadi.
Tak tahan dengan tekanan inflasi, pada 16 September 1992 Inggris menaikkan suku bunga acuannya dua kali dalam sehari. Bahkan hingga mencapai 15 persen, sebuah angka yang cukup mengkhawatirkan kala itu.
Ibarat pisau bermata dua. Jika Inggris tetap bertahan pada suku bunga tinggi, selamanya kondisi ekonomi Inggris tak akan pulih.
Lambat laun, permintaan akan poundsterling kian berkurang lantaran kondisi makroekonomi yang tidak stabil. Aksi intervensi valuta asing bank sentral Inggris gagal. Nilai tukar poundsterling terhadap Deutsche mark sudah turun 3 persen dalam sehari.
Ini seperti tinggal menunggu waktu saja Inggris keluar dari kesepakatan ERM dan mengubah sistem peg mata uangnya.
Hari Rabu itu merupakan mimpi buruk bagi Inggris, namun angin surga bagi Soros. Benar saja, Inggris memutuskan untuk keluar dari ERM dan kebijakan mata uangnya kini menganut kondisi mengambang bebas. Nilai mata uangnya pun terjun hingga 2,65 Deustche Mark per 1 poundsterling.
Soros akan segera mengambil untung besar dari berspekulasi poundsterling. Tak terasa, keuntungan dari menerka-nerka poundsterling bikin kantong Soros US$2 miliar lebih tebal. Atas aksinya, kini Soros dikenang sebagai pria yang berhasil 'membobol' Bank of England.