
Putin Sakti, Bikin Rubel Menang Lawan Dolar! RI Bisa Tiru?

Meski saat ini menjadi mata uang terbaik di dunia, tetapi ke depannya rubel diperkirakan bisa kembali terpuruk.
"Bank sentral Rusia menggunakan banyak instrumen untuk membuat rubel kembali bernilai, tetapi orang-orang di luar Rusia tidak mau membeli rubel kecuali memang sangat harus membeli, dan para trader melihat rubel tidak lagi mata uang yang bisa diperdagangkan dengan bebas," kata Charles-Henry Monchau, kepala investasi Syz Bank di Swiss, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu pekan lalu.
Ia menambahkan, rubel bisa terus menguat jika Rusia bisa menemukan jalan keluar dari konflik Ukraina, tetapi sebaliknya akan jeblok jika perang terus berlarut-larut."Jika Rusia bisa menemukan solusi masalah Ukraina dengan konsekuensi yang terukur, kemudian sanksi dicabut dan hubungan dengan Barat mulai pulih, maka rubel akan mempertahankan penguatannya.
"Di sisi lain, jika tidak ada resolusi, maka rubel akan jeblok, yang bisa membuat inflasi meroket dan perekonomian Rusia akan mengalami resesi yang dalam," katanya.
Selain itu, penguatan rubel justru berdampak buruk. Eksportir akan kesulitan menjual produknya, begitu juga pendapatan Rusia akan terancam seret.
"Semakin kuat nilai tukar maka defisit anggaran akan semakin besar. Penguatan itu akan mempersulit para eksportir, menaikkan biaya dan mengurangi pendapatan," kata Evgeny Kogan, profesor di Higher School of Economic di Moskow, sebagaimana dilansir Bloomberg, Senin (23/5/2022).
Menurut Kogan, nilai tukar rubel yang mendukung perekonomian berada di kisaran RUB 78-80/US$. Risiko yang dihadapi Rusia tersebut membuat pemerintah Rusia dikatakan berencana melonggarkan kebijakan capital control.
Eksportir yang sebelumnya diwajibkan mengkonversi 80% valuta asingnya diperkirakan akan diturunkan menjadi 50%, menurut sumber yang dikutip Bloomberg. Kebijakan tersebut dikatakan paling cepat akan berlaku di pekan ini, dan rubel diperkirakan akan melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]