
Putin Sakti, Bikin Rubel Menang Lawan Dolar! RI Bisa Tiru?

Jebloknya nilai tukar rubel membuat CBR bergerak cepat dengan mengerek suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5% di awal Maret lalu. Dengan kurs rubel yang berbalik menguat inflasi di Rusia diperkirakan akan melandai, CBR pun akhirnya kembali menurunkan suku bunganya menjadi 14%. Meski demikian, kurs rubel masih terus menguat melawan doalr AS.
Pemerintah Rusia menerapkan kebijakan capital control menjadi kunci yang membuat rubel terus menguat. Kebijakan capital control memberikan dampak yang besar terhadap penguatan rubel.
Kebijakan tersebut mewajibkan perusahaan Rusia mengkonversi 80% valuta asing menjadi rubel. Rusia juga meminta gas dan minyak yang diimpor oleh negara-negara Eropa dibayar menggunakan rubel.
Selain itu, warga Rusia sebelumnya juga dilarang mengirim uang ke luar negeri, kebijakan tersebut kemudian dilonggarkan dengan memperbolehkan transfer maksimal US$ 10.000/bulan per individu.
Alhasil, nilai tukar rubel terus mengalami penguatan. Putin pun mengklaim "kemenangan" di bidang ekonomi. Putin mengatakan rencana negara Barat untuk menghancurkan ekonomi Rusia dengan berbagai sanksi yang diterapkan tidak berhasil.
Ia menunjukkan bagaimana kebangkitan nilai tukar rubel yang sempat jeblok ke rekor terlemah sepanjang sejarah, kini berbalik menjadi mata uang terkuat di dunia, membuat dolar AS yang sedang kuat-kuatnya tumbang.
Namun, kebijakan tersebut tentunya tidak bisa ditiru di Indonesia. Sebab, bukannya membuat rupiah menguat, justru akan membuat masa depan Indonesia semakin suram.
Kenaikan suku bunga yang agresif memang bisa membuat nilai tukar mata uang menguat. Tetapi ada harga yang harus dibayar, yakni pelambatan pertumbuhan ekonomi, bahkan tidak menutup kemungkinan hingga mengalami resesi.
Saat suku bunga dikerek, suku bunga pinjaman juga akan ikut naik. Hal ini akan menghambat ekspansi dunia usaha, begitu juga dengan konsumsi masyarakat yang merupakan tulang punggung perekonomian.
Amerika Serikat contohnya, perekonomiannya diperkirakan akan mengalami pelambatan signifikan, bahkan diprediksi akan mengalami resesi akibat bank sentralnya (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga.
Dampaknya sudah terlihat, bursa saham AS (Wall Street) terus mengalami kemerosotan.
Kemudian kebijakan capital control yang diterapkan justru membuat daya tarik investasi di Indonesia meredup, yang pada akhirnya berdampak pada seretnya capital inflow.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Penguatan Rubel Dikatakan Semu
(pap/pap)