IHSG di Persimpangan, Masih Adakah Peluang untuk Reli?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia tak gentar lawan pasar global yang lesu. Meskipun Wall Street dan bursa Asia ambruk, nyatanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau.
IHSG yang sempat dibuka terkoreksi lebih dari 2% di awal perdagangan akhirnya sukses rebound dan finish di zona hijau. Pada penutupan perdagangan Kamis (19/5/2022) IHSG berhasil menguat 0,44% ke level 6.823,335.
Loncatan ini terjadi setelah pada pagi hari indeks sempat terlempar keluar dari level psikologis 6.700 dan menyentuh level terendahnya di 6.620,684.
Di tengah penguatan IHSG, investor asing tercatat melakukan jual bersih (net sell) senilai Rp 294,29 miliar di pasar reguler.
Saham Bank Mandiri (BMRI) dan Vale Indonesia (INCO) menjadi dua saham yang paling banyak diborong asing dengan net buy masing-masing sebesar Rp 92,3 miliar dan Rp 65,3 miliar.
Sementara itu di akhir perdagangan, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) menjadi dua saham paling banyak dilepas asing dengan net sell sebesar Rp 163 miliar dan Rp 156 miliar.
IHSG bersama indeks bursa Shanghai tercatat sukses menguat di kawasan Asia di tengah turbulen pasar ekuitas global. Shanghai ditutup menguat 0,36% ke level 3.096,96.
Mayoritas bursa saham Asia lainnya ambruk. Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni anjlok 2,54% ke level 20.120,68.Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 1,89% ke level 26.402,84, Straits Times Singapura merosot 1,07% ke 3.190,71, ASX 200 Australia ambrol 1,65% ke 7.064,5, dan KOSPI Korea Selatan tergelincir 1,28% ke posisi 2.592,34.
Sementara itu, Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (19/5/2022),karena investor terus mencari perlindungan di pasar obligasi dari ketidakpastian pasar keuangan.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun naik 5,1 basis poin (bp) ke level 5,289%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun menguat 8 bp ke level 7,595%.
Sementara untuk yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali turun 0,4 bp ke level 7,336% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya.
Saat IHSG jadi jawara Asia dan SBN menguat, rupiah merana. Mata uang Garuda masih belum mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang bulan ini. Rupiah sempat merosot hingga ke Rp 14.736/US$, yang merupakan level terlemah sejak 16 Oktober 2020, sebelum akhirnya ditutup di Rp 14.730/US$. Melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
(ras/luc)