Newsletter

Selamatkan Diri Masing-Masing! Amerika Serikat OTW "Bangkrut"

Riset, CNBC Indonesia
25 May 2023 06:00
Bursa Saham
Foto: Muhammad Sabki
  • IHSG berhasil menguat di menit akhir, sedangkan rupiah akhirnya melemah usai menguat 2 hari beruntun di hadapan dolar AS
  • Masih buntunya negosiasi plafon utang AS turut menekan kinerja Wall Street
  • Pihak Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR AS akan kembali bertemu membahas soal batas utang seiring tenggat waktu potensi gagal bayar semakin dekat

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menghijau pada perdagangan Rabu kemarin, melanjutkan kenaikan 4 hari beruntun. Berbeda nasib, rupiah akhirnya takluk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Faktor-faktor yang menggerakkan pasar finansial pada Kamis (25/5), termasuk diantaranya AS yang semakin dekat dengan "kebangkrutan" serta dampaknya ke dunia dibahas pada halaman 3. 

Balik lagi ke pergerakan kemarin, IHSG ditutup naik tipis atau 0,14% menjadi 6.745,80. Meski bergerak fluktuatif, kinerja IHSG hari ini memperpanjang penguatannya selama empat hari beruntun usai menguat di menit terakhir jelang penutupan.

Dengan demikian, dalam lima hari perdagangan terapresiasi IHSG naik 1,04%. Namun, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 1,53%.

Kenaikan IHSG kali ini ditopang 230 saham,sedangkan 273 saham melemah, dan 231 saham lainnya terpantau jalan ditempat alias tidak berubah.

Perdagangan pada Rabu melibatkan 18,6 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat hampir mencapai Rp. 10 triliun.

Asing sendiri melakukan pembelian bersih (net buy) Rp897,84 miliar di pasar reguler, dengan BBRI menjadi saham paling banyak diborong asing (Rp213,4 miliar).

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv sebagian besar sektor menguat. Sektor Teknologi dan Utilitas menjadi sektor yang paling menguntungkan indeks naik 1,54% dan 1,21%.

Adapun lima top movers IHSG berdasarkan bobot indeks poinnya pada penutupan sesi II pada Rabu adalah sebagai berikut:

1. PT Telkom Indonesia Tbk (14,48)

2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (12,19)

3. PT Astra International Tbk (3,48)

4. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (2,34)

5. PT DCI Indonesia Tbk (1,27)

Negosiasi plafon utang pemerintah AS yang sedang berlangsung turut mewarnai sentimen perdagangan pada Rabu.

Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy belum mencapai kesepakatan mengenai peningkatan plafon utang sebesar $31,4 triliun. Default semakin dekat, dan hal ini dapat berdampak negatif pada ekonomi global, termasuk Indonesia.

Pertemuan terakhir antara kedua belah pihak menegaskan pentingnya mencapai kesepakatan bipartisan untuk menghindari default. Namun, terdapat perbedaan pendapat yang signifikan antara Partai Demokrat yang dipimpin oleh Biden dan Partai Republik yang diperkuat oleh McCarthy.

Para analis ekonomi khawatir akan dampak kegagalan negosiasi ini. Jika AS gagal bayar, ekonomi global diperkirakan akan terganggu secara signifikan. Dampaknya termasuk peningkatan biaya pembiayaan dan suku bunga pinjaman yang dapat mempengaruhi perbankan global, termasuk Indonesia.

Investor saham dalam negeri juga sedang menanti pengumuman hasil RDG BI pada Kamis. BI diproyeksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%.

Sedangkan, rupiah melemah melawan dolar AS pada perdagangan Rabu (24/5/2023), menghentikan penguatan dua hari beruntun.

Perhatian pelaku pasar tertuju pada perkembangan pembahasan pagu utang AS, dan Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.895/US$, melemah 0,13% di pasar spot.

Beberapa hari sebelum Amerika Serikat kehabisan uang, perundingan masih alot dan belum ada titip temu. Partai Republik bahkan mempertanyakan apakah benar pemerintah akan kehabisan uang pada 1 Juni mendatang seperti yang dikatakan Kementerian Keuangan AS.

"Kami ingin melihat transparansi kenapa mereka menyebut tanggal itu," kata Steve Scalise, anggota DPR dari Partai Republik, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (23/5/2023).

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street melemah pada perdagangan Rabu (23/5/2023) 15:00 waktu setempat. Ini seiring negosiasi plafon utang AS yang terus berlanjut seiring tanggal AS berpotensi gagal bayar semakin mendekat.

Indeks Dow Jones melorot 0,80%, S&P 500 turun 0,93%, dan Nasdaq yang sarat saham teknologi tersungkur hingga minus 1,04%.

Melansir Reuters, negosiator dari kedua belah pihak, antara Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy, diharapkan akan bertemu lagi pada hari Rabu pagi waktu AS.

Menteri Keuangan Janet Yellen sebelumnya telah memperingatkan para anggota parlemen bahwa potensi gagal bayar pada awal Juni "sangat mungkin terjadi."

Ketua DPR Kevin McCarthy mengatakan dia telah melakukan diskusi "produktif" dengan Presiden Joe Biden pada Senin lalu.

Namun demikian, tidak banyak indikator kemajuan yang terlihat dalam negosiasi pada Selasa.

Bahkan jika pejabat Washington menaikkan batas utang, pasar dapat mengalami tekanan, kata Bill Merz, kepala riset pasar modal di U.S. Bank Wealth Management kepada CNBC International.

Itu karena Departemen Keuangan AS akan perlu menerbitkan banyak surat utang untuk membayar bunga utang atau pokoknya.

"Dampaknya kemungkinan akan mengurangi likuiditas dari pasar modal secara umum," kata Merz.

"Terutama baru-baru ini, hal itu benar-benar berdampak atau berkorelasi dengan kinerja saham secara umum, seperti indeks S&P 500," tambahnya.

Selain soal pagu utang, investor juga menunggu rilis risalah pertemuan FOMC bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) bulan ini yang dijadwalkan pada Rabu sore waktu AS (atau Kamis dini hari waktu Indonesia).

Musim laporan keuangan perusahaan AS per kuartal I 2023 masih berlanjut. Saham Kohl's dan Abercrombie & Fitch, misalnya, melonjak setelah mengumumkan laba di luar ekspektasi.

Sementara, perusahaan peritel pakaian American Eagle Outfitters dan raksasa semikonduktor Nvidia akan melaporkan kinerja keuangan pada Rabu setelah penutupan pasar.

Drama negosiasi plafon utang AS masih berlanjut seiring kebuntuan yang terjadi dalam beberapa pertemuan sebelumnya antara pihak Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy. Padahal, waktu untuk menghindari gagal bayar semakin sempit.

Baik pihak Biden maupun McCarthy harus segera mencapai kesepakatan untuk menaikkan plafon utang US$31,4 triliun demi menghindari "bangkrut" segera setelah 1 Juni mendatang.

Namun, sejauh ini para negosiator berada jauh dalam masalah-masalah kunci, terutama soal pemangkasan pengeluaran yang diminta oleh Partai Republik.

Pihak McCarthy menyebut pemerintah AS harus melakukan penghematan sebelum kenaikan pagu tersebut direstui.

Tetapi, Presiden Joe Biden, yang berasal dari Partai Demokrat, menyebut permintaan penghematan dari Partai Republik terlalu ekstrem dan menawarkan untuk membekukan pengeluaran diskresioner tahun depan. Kebuntuan pun terjadi.

Negosiator dari kedua belah pihak merencanakan kembali pertemuan yang masih buntu saat ini.

Kevin McCarthy yang berasal dari Partai Republik mengatakan dia telah berbicara dengan negosiator Gedung Putih pada Rabu pagi dan bahwa diskusi akan terus berlanjut.

"Kami akan bertemu pagi ini [waktu AS]," katanya, Rabu (24/5).

Amerika Serikat tidak pernah mengalami default. Baik pemerintah maupun parlemen tentunya tidak ingin itu terjadi, sebab dampaknya yang akan besar.

Jika terjadi gagal bayar, para ekonom menyebabkan hal tersebut bisa memicu resesi di AS, banyak orang kehilangan pekerjaan dan borrowing cost atau biaya pembiayaan serta suku bunga pinjaman akan meningkat cukup tajam.

Peringkat kredit Amerika Serikat bisa diturunkan. Bahkan, dengan seringnya mengalami masalah pagu, bukan tidak mungkin peringkat kredit AS akan diturunkan. Hal tersebut diungkapkan lembaga pemeringkat Fitch Ratings.

"Kondisi saat ini soal batas utang Amerika Serikat berpotensi menciptakan lebih banyak kerusakan pada ekonomi daripada sebelumnya," tulis Kepala Ekonom Bloomberg Economics, Anna Wong.

 Sebelumnya Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Senin menyebut "sangat mungkin" bahwa departemen yang dipimpinnya akan kehabisan uang pada awal Juni tanpa perpanjangan batas utang.

Indonesia Kena Dampak?

Selain berdampak pada ekonomi negeri sendiri, apabila AS benar default (bangkrut) untuk kali pertama dalam sejarah, hal tersebut akan mempengaruhi ekonomi dunia.

Sebagai contoh, mengutip APNews (22/5), pesanan untuk pabrik China yang menjual barang elektronik ke Amerika Serikat bisa menyusut tajam. Investor Swiss yang memiliki obligasi pemerintah AS (US Treasury) akan menderita kerugian. Perusahaan-perusahaan Sri Lanka tidak dapat lagi menggunakan dolar sebagai alternatif mata uang mereka sendiri.

"Tidak ada sudut ekonomi global yang akan terhindar" jika pemerintah AS gagal bayar dan krisis tidak diselesaikan dengan cepat, kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, dikutip APNews.

Zandi dan dua rekannya di Moody's telah menyimpulkan bahwa meskipun batas utang dilanggar tidak lebih dari seminggu, ekonomi AS akan sangat melemah, sangat cepat, hingga membuat sekitar 1,5 juta warga AS kehilangan pekerjaan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada imbas positif dan negatif. Buntut bila AS gagal bayar utang adalah masyarakat atau investor akan mencari aset-aset yang lebih aman. Alhasil bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) harus kembali meningkatkan suku bunga acuan.

Dia menyebut, dalam situasi ini, kemungkinan suku bunga AS akan naik 50-75 basis poin (bps). "Dan itu implikasinya cukup serius juga, ya. Bayangkan kalau misalnya suku bunga di Indonesia naik sampai 75 basis poin lagi. Sementara dua tahun terakhir sudah terjadi kenaikan suku bunga yang cukup agresif. Nah, itu imbasnya nanti ya, siapa yang akan minjem uang di perbankan kalau bunganya terlalu tinggi?" ujar Bhima saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Dalam situasi itu, penyaluran kredit perbankan akan terhambat. Kemudian, rasio risiko kredit bermasalah juga terancam naik.

Selain itu, efek sistemik lainnya, bank yang deposannya mengandalkan aliran investasi luar negeri akan terancam kekeringan likuiditas. Semua aset di luar negeri pun akan mengalami lonjakan bunga untuk mempertahankan agar investor tidak lari ke tempat lain.

Efeknya juga akan berimplikasi kepada surat utang yang diterbitkan oleh perbankan dan juga bunga deposito itu juga akan disesuaikan. Sementara itu, borrowing cost seperti yang dijelaskan sebelumnya akan lebih mahal.

Bhima mengatakan, dampak lain adalah mungkin akan lebih parah dari subprime mortgage crisis tahun 2007-2010 di Amerika yang menyebabkan gagal bayar sistemik di perbankan pada tahun 2008. Sebagaimana diketahui, hal itu juga memicu krisis ekonomi global 2007-2008.

Sementara, Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment PT Reswaya Gian Investa memandang bahwa gagal bayar AS tidak akan berdampak pada industri perbankan Indonesia. Ia menilai gagal bayar sudah menjadi 'rutinitas tahunan' di negeri Paman Sam itu.

"Jadi, harusnya kita nggak kaget. Perbankan kita di sini sehat semunya," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Ia merujuk pada margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) bank-bank di Indonesia yang tinggi. Menurut catatan LPS, NIM perbankan di akhir 2022 mencapai 4,68%.

Dengan tingkat NIM yang tinggi, lantas kata Kiswoyo, keuntungan bank juga besar.

Di samping itu, ia menyebut rasio kecukupan modal (CAR) perbankan Indonesia juga tinggi, melebihi standar internasional basel III, yakni 8%. Menurut BI, CAR perbankan di Indonesia mencapai 25,88% pada Januari 2023.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI juga ikut menanggapi problem pagu utang dan risiko default AS akhir-akhir ini.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Kementerian Keuangan masih terus memantau kebijakan politik AS yang telah melonjak hampir tiga kali lipat sejak 2008 untuk membiayai belanja pemerintah atas persetujuan kongres.

"Kita perhatiin dengan seksama seperti apa perkembangan di AS nya. Kan kalau baca berita, mereka coba cari solusi, pastinya nanti akan kita lihat bagaimana pergerakan di tingkat dunianya. Moga-moga enggak ada apa-apa," katanya kepada wartawan saat dijumpai di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (24/5/2023).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menilai, belum ada dampak signifikan ke pasar keuangan global termasuk pasar keuangan Indonesia.

"Kita belum lihat dampak signifikan ke pasar keuangan global, termasuk spill over ke pasar SBN kita, pasar SBN kita masih sangat baik dan supportive yang menandakan belum dilihatnya dampak debt ceiling di US ini," jelas Suminto, Senin (24/5/2023).

Risalah FOMC hingga Suku Bunga BI

Rilis risalah rapat FOMC The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia juga menambah sentimen pasar untuk hari ini.

Pasar saat ini melihat probabilitas kenaikan suku bunga pada bulan depan hanya 10%, turun dari sebelumnya yang sempat mencapai 30%, melansir data FedWatch milik CME Group. Probabilitas kenaikan suku bunga tersebut sangat volatil belakangan ini akibat rilis data tenaga kerja yang masih kuat, sementara inflasi dalam tren menurun.

Sebagai informasi, inflasi AS pada April dilaporkan tumbuh 4,9% year-on-year (yoy) lebih rendah dari ekspektasi ekonom sebesar 5%. Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 5,5%, lebih rendah dari bulan sebelumnya 5,6% tetapi sesuai ekspektasi.

Selain lanjutan kabar soal negosiasi plafon utang AS dan risalah FOMC The Fed, pelaku pasar dalam negeri juga akan menunggu kabar penting dari Bank Indonesia (BI) soal suku bunga acuan hari ini, tepatnya sekitar pukul 14.30 WIB.

BI diproyeksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%. BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu dan Kamis pekan ini (24-25 Mei 2023).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Apabila sesuai prediksi, hal ini bisa menenangkan pasar saham RI di tengah riuh problem plafon utang.

Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.

Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.

Jadwal cum dividen dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejumlah emiten juga akan menjadi perhatian investor hari ini.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data ekonomi pada hari ini:

- Rilis risalah FOMC The Fed (01.00 WIB)

- Keputusan suku bunga Korsel (08.00 WIB)

- Keyakinan konsumen Jerman (13.00 WIB)

- Keyakinan bisnis Prancis (13.45 WIB)

- Keputusan suku bunga RDG Bank Indonesia (BI) (14.30 WIB)

- Pertumbuhan kuartalan PDB AS per kuartal I (estimasi kedua) (19.30 WIB)

- Klaim pengangguran AS (19.30 WIB)

- Pidato pejabat The Fed (Collins) (21.30 WIB)

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

- Cum dividen BFIN

- Cum dividen TAPG

- Cum dividen TKIM

- RUPST ARTO

- RUPSLB BJBR

- RUPST & RUPSLB BSBK

- RUPST& RUPSLB BUKA

- RUPST EDGE

- RUPST ELPI

- RUPST GLOB

- RUPST IPAC

- RUPST MREI

- RUPST & RUPSLB OMED

- RUPST & RUPSLB PSBA

- RUPST & RUPSLB SDPC

- RUPST & RUPSLB SILO

- RUPST SPTO

- RUPST TRIO

- RUPST & RUPSLB VICI

- RUPST WSKT

- RUPST ZATA

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular