Simak! Hasil Lengkap Pertemuan 'Pengawal' Sistem Keuangan RI

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
13 April 2022 13:07
Menkeu Sri Mulyani saat Konferensi pers KSSK : Perkembangan Makro Ekonomi & Sektor Keuangan Triwulan III Tahun 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memastikan situasi Indonesia dalam keadaan normal. Meskipun ada banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dari situasi global.

"Stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat karena perang di Ukraina. Perbaikan ekonomi global mengalami tekanan dan bergerak lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di sertai volatilitas pasar keuangan yang meningkat seiring eskalasi perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022)

Situasi global, pada awal tahun memang cukup menjanjikan. Harapan pemulihan seakan makin nyata seiring dengan penurunan kasus covid-19 di berbagai belahan dunia. Sayangnya, Februari 2022, perang Rusia dan Ukraina meletus.

Hal ini membuat dampak langsung terhadap harga komoditas internasional, mulai dari minyak dan gas bumi, batu bara, besi, baja, minyak kelapa sawit dan lainnya. Komoditas pangan juga tak ketinggalan, mengingat kedua negara pemasok gandum, jagung dan lainnya untuk banyak negara.

Situasi semakin memburuk setelah banyak negara ikut terlibat dalam perang, melalui sanksi yang diberikan kepada Rusia. Sanksi datang dari Amerika Serikat (AS), Eropa dan beberapa negara lainnya.

Pada saat yang sama beberapa negara maju, mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin bulan lalu. Demikian pula bank sentral Inggris (BoE) dan berbagai negara lain.

Saat ini inflasi terus meninggi, bahkan di AS sudah mencapai lebih dari 8%. Sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 1981.

"Dalam hal ini, kebijakan moneter di negara-negara maju adalah sebagai respons terhadap meningkatnya inflasi tinggi. Namun di sisi lain ada potensi pelemahan ekonomi, yang telah menimbulkan aliran modal pada emerging markets tertekan dan ini sejalan dengan realokasi aset untuk mencari tempat aman atau safe haven," papar Sri Mulyani

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi perekonomian global menjadi 3,5% dari 4,5%. Kemudian Bank Dunia juga menurunkan proyeksi untuk perekonomian Asia Pasifik dari 5,4% menjadi 4-5%.

Halaman selanjutnya --> Begini Situasi Terkini Ekonomi Dalam Negeri

Indonesia terkena imbas akan situasi global tersebut sudah pasti. Dimulai dari pasar keuangan. Kaburnya modal ke luar negeri pun tidak bisa terhindarkan.

"Dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan aliran modal asing ke pasar keuangan domestik alami tekanan maka investasi portoflio net outflow US$ 1,3 miliar sampai 31 mret 2022," ujarnya.

"Tekanan net outflow ini bila dibandingkan negara emerging market lainnya masih relatif lebih rendah atau lebih baik," tegas Sri Mulyani.

Meski demikian , Sri Mulyani meyakini ketahanan eksternal Indonesia. Terlihat dari sisi surplus neraca perdagangan akibat peningkatan ekspor yang dipengaruhi oleh melonjaknya harga komoditas internasional seperti batu bara, besi, minyak kelapa sawit dan baja.

Cadangan devisa masih kuat dalam posisi US$ 139,1 miliar. "Standar ini berada di atas standar kecukupan internasional yang biasanya dihitung sekitar 3 bulan kebutuhan impor," terangnya.

Inflasi Indonesia mulai merangkak naik sejak awal tahun. Secara tahun, hingga Maret 2022, inflasi sudah mencapai 2,64% dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan, energi dana lainnya.

Akan tetapi, perang antara Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut akan mempengaruhi inflasi ke depan. Apalagi sebentar lagi ada lebaran Idul fitri, di mana permintaan masyarakat akan barang dan jasa juga meningkat.

"Sejumlah risiko rambatan yang berasal dari kondisi global akan berpotensi mempengaruhi dari sisi inflasi, cost of fund dan kinerja perekonomian. Oleh karena itu, KSSK tetap mewaspadai dan pantau stabilitas sistem keuangan untuk tetap terjaga," jelas Sri Mulyani.

Halaman selanjutnya --> Rupiah, Inflasi & Arah Kebijakan Moneter BI

Nilai tukar rupiah masih dalam kondisi stabil terhadap dolar Amerika serikat (AS). Ada depresiasi selama tiga bulan pertama 2022, akan tetapi dibandingkan dengan negara kawasan, masih cenderung tipis.

Bank Indonesia (BI) masih optimistis inflasi Indonesia pada 2022 masih berkisar pada asumsi semula, yaitu 2-4%. Sekalipun kini harga barang dan jasa terus naik.

"Sejauh ini kami masih confident inflasi masih bisa terjaga 2-4%," kata Perry.

Apakah BI akan menaikan suku bunga acuan?

"Kami perlu menjelaskan bahwa kebijakan suku bunga selalu didasarkan ke perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan. Sejauh ini kami masih dalam stance suku bunga akan kami pertahankan 3,5% sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi," tegas Perry.

BI, lanjut Perry, juga tidak sembarangan dalam merespons inflasi. Apa yang akan direspons oleh MH Thamrin adalah inflasi yang sifatnya fundamental, yang dicerminkan dengan inflasi inti.

"Jadi tekanan harga pangan dan energi tentu saja BI tidak akan merespons dampak pertamanya. Kami akan respons dampak rambatan, kalau berdampak ke fundamental inflasi yang indikatornya inflasi inti," jelas Perry.

Halaman selanjutnya --> Perbankan RI Harus Mulai Siapkan Cadangan

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meminta bank segara melakukan percepatan pembentukan cadangan. Perbaikan ekonomi pasca pandemi covid-19 sudah memperlihatkan hasil, di mana restrukturisasi kredit mulai membaik.

"Yang kami lakukan meminta kepada perbankan untuk percepatan pembentukan cadangan. Karena kami ini sebagaimana tadi disampaikan baik oleh Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani), Pak Gub (Gubernur BI Perry Warjiyo), kita tahu ke depan tantangan tak mudah adanya perang Ukraina-Rusia, normalisasi kebijakan negara maju, dan juga adanya hyper inflasi global," kata Wimboh.

Situasi tersebut, menurut Wimboh, akan berimbas ke ekonomi Indonesia. Untuk itulah, perbankan diminta untuk segera mempercepat pembentukan cadangan. Apalagi menurut Wimboh perbankan Indonesia punya bantalan yang cukup kuat untuk membuat cadangan lebih besar hingga akhir 2021.

Pada kesempatan tersebut, Wimboh menyampaikan 3 hal terkait sistem keuangan Indonesia. Pertama, restrukturisasi kredit sudah mulai membaik. Jumlah total kredit yang direstrukturisasi tinggal 22,49% turun 3,8% dibanding Desember 2021.

Kedua, memberikan insentif lebih luas kepada industri yang mendukung agenda global terkait perubahan iklim. Untuk saat ini masih sebatas pada industri mobil listrik.

"Nanti kami perluas ke hulu-hilir dan dorong UMKM lebih gencar dengan berbagai program ada BBI Gernas dan bagaimana kami mendorong program belanja produk dalam negeri dan membawa ekosistem UMKM ke digital sehingga pemasaran bisa menggunakan itu," kata Wimboh.

Hal ini, kata Wimboh, akan memberikan ruang leluasa untuk UMKM bisa bangkit lebih tinggi dan memberikan kontribusi mengurangi beban penurunan ekonomi karena berbagai kondisi global.

"Ini yang kami lakukan dan kami percepat BPR/S masuk dalam platform digital karena selama ini lembaga keuangan sudah masuk ke sana, kalau BPR/S mempunyai ketentuan yg jelas dan ini kami awasi sebagaimana perbankan dengan kadar yg tentunya lebih longgar sehingga apabila masuk akan dorong akses keuangan yang cepat murah karena bisa salurkan program PEN yang bersubsidi," tambah Wimboh.

Ketiga, lanjut Wimboh, OJK mempersiapkan ekosistem bursa karbon di Indonesia dan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup serta Kementerian terkait lainnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular