Analisis Pasar

Ini Dua 'Fitnah' terhadap Saham-Saham Sektor Teknologi

Arif Gunawan & Feri Sandria, CNBC Indonesia
01 April 2022 11:15
PT GoTo Gojek Tokopedia (GoTo) ikut meramaikan gelaran Mandalika GP Series 2022 yang berlangsung dari 18 - 20 Maret 2022 lalu.
Foto: Dok GoTo

Lalu seperti apa perusahaan teknologi yang sahamnya resilien pasca-pandemi? Mari kita cek. Ada emiten pemilik sosial media Snap menguat terhitung melesat 30,7% sejak IPO pada 2017. Harga saham penyedia layanan jasa penginapan Airbnb juga menguat 20% di atas level IPO pada 2020.

Secara tahun berjalan (year to date/YTD) saham Airbnb terhitung lebih resilien dari Snap dengan terkoreksi hanya 2,9%, sementara Snap anjlok 22%. Hal ini menunjukkan bahwa investor  memandang Airbnb lebih prospektif ketimbang Snap, meski memikul rugi bersih jauh lebih besar.

Saat pandemi menekan kinerja emiten perhotelan, Airbnb tetap pede mencatatkan sahamnya. Pada 2020, rugi bersih perseroan mencapai US$ 4,6 miliar (Rp 66 triliun), memburuk dari rugi bersih 2019 senilai US$ 674 juta (sekitar Rp 10 triliun), dan dari posisi 2018 (US$ 17 juta).

Namun kini investor lebih memilih berinvestasi di saham Airbnb ketimbang Snap karena ia berada di sektor yang memasuki pemulihan. Prospek pemesanan penginapan ini kian cerah setelah risiko terburuk pandemi dinyatakan usai.

qSumber: Refinitiv

Ini menjelaskan kenapa raksasa ekosistem digital nasional PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk juga percaya diri listing di kala pasar seperti sekarang.

Layaknya Airbnb yang layanannya unik, GoTo memiliki value yang tak dimiliki perusahaan lain yakni ekosistem lengkap: e-commerce, pemesanan layanan digital segalarupa (on-demand services) dan jasa keuangan.

Di Indonesia, IPO GOTO menjadi momentum penguatan saham teknologi, seperti terlihat dari unicorn pertama yang tercatat di bursa Tanah Air, yakni BUKA. Meski sepanjang tahun berjalan masih terhitung minus 20%, saham perseroan melesat 11,61% sepanjang pekan ini di Rp 346/saham per 29 Maret.

Dalam riset berjudul "Underapreciated by Investors: Keep Buy", PT RHB Sekuritas Indonesia menilai pelaku pasar belum menangkap nilai positif saham BUKA pasca-sinergi dengan memiliki 11,49% saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI).

"Investasi ini bermanfaat bagi BUKA karena membantu membuka nilai yang bisa diraih dari berbagai ekosistem [di Allo Bank] serta memperkuat kemampuan pembiayaannya," tulis analis RHB Sekuritas Indonesia Shelly Setiadi, dalam riset yang dirilis Selasa (29/3/2022).

Perusahaan sekuritas asal Malaysia tersebut pun merekomendasikan beli saham BUKA dengan target harga Rp 900/saham, yang mencerminkan potensi penguatan sebesar 160% dalam 12 bulan ke depan.

Tak hanya BUKA, saham emiten teknologi lainnya seperti PT Galva Technologies Tbk (GLVA) sepekan menguat 6,30% di Rp 270 dan PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk (ZYRX) naik 2,7% di Rp 565, dan PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) naik 2,37% di Rp 432/saham, per penutupan pasar 29 Maret. 

Analisis RHB tersebut menunjukkan bahwa prospek saham perusahaan teknologi, terutama startup, tidak bisa diukur dengan pendekatan fundamental sederhana yakni laba-rugi. Startup yang rugi karena membangun ekosistem tak bisa disamakan dengan perusahaan yang diam.

Ibaratnya, petani yang masih rugi karena mengeluarkan belanja besar untuk membuka lahan pertaniannya tentu tak bisa disamakan dengan petani lain yang mencetak laba hanya dari sepetak tanah. Future value menjadi pertimbangan utama dalam trading saham demikian.

Harus diingat juga bahwa perusahaan-perusahaan digital ini bukan sekadar perusahaan online semata, melainkan mereka juga menyediakan produk dan layanan yang digunakan sebagai bagian dari hajat hidup orang banyak. 

Melihat proyeksi Yahoo Finance, banyak perusahaan digital yang dinilai memiliki tren bearish dalam jangka pendek (2-6 minggu), termasuk perusahaan penyedia layanan on-demand, ride-hailing, dan e-commerce.

Namun itu tak berlaku rata. Saham-saham seperti Uber, Airbnb, Grab, Alibaba, Sea Group, dan Lyft, semua memiliki tren bullish dalam jangka pendek.

Oleh karenanya, terlalu mengada-ada jika saham teknologi dinilai akan mencapai kiamat. Justru, bila diperhatikan, ada prospek pertumbuhan yang tercermin dari nilai future value serta valuasi masa depan yang ditetapkan, baik oleh perusahaan masing-masing, maupun para analis.

Di tengah teriakan perusahaan-perusahaan sedang merugi, mereka justru diam-diam memperkuat pasarnya, merebut kepercayaan masyarakat, dan bertumbuh pesat, seiring semakin banyak orang menggunakan produk dan layanannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular