
Membaca Kinerja GoTo dengan 'Aturan 40'

Oleh karena itu, mungkin saat ini pertanyaan yang lebih relevan untuk menguji sejauh mana prospek kinerja GoTo dan sahamnya adalah dengan mengukur kesehatan dan aspek keberlanjutan burn rate yang dijalankan.
Jika mengacu pada Aturan 40 tersebut, maka publik perlu melihat apakah aksi bakar uang itu berimbas positif terhadap penguasaan pasarnya, dan terutama terhadap kontribusi pendapatan per tahunnya (sekalipun belum ada margin laba).
Hal ini juga yang diperhatikan dari saham Amazon dan Facebook yang melantai di bursa ketika keduanya masih memikul rugi bersih. Investor memperhatikan keunggulan model bisnis mereka, besarnya penguasaan pasar, dan imbasnya ke neraca keuangan yakni pendapatan. Bukan laba.
Pada saat Amazon melantai, perseroan menggunakan neraca tahun 1996 dengan nilai pendapatan US$ 15,7 juta, yang kemudian melonjak 841% menjadi US$ 147,8 juta (1997) dan 312% menjadi US$ 609,8 juta (1998). Artinya, Aturan 40 berlaku di Amazon.
Facebook pun demikian. Pendapatan jelang listing (2011) adalah US$ 1,13 miliar, naik 40% menjadi US$ 1,58 miliar (2012), lompat 63,3% menjadi US$ 2,58 miliar (2013), dan lanjut reli sebesar 49,2% pada 2014 menjadi US$ 3,85 miliar.
Semuanya tumbuh di atas 40% dan terbukti kinerja emiten yang sekarang bernama Meta tersebut memang berkelanjutan yang berujung pada laba bersih US$ 64 juta pada kuartal IV-2012, atau US$ 53 juta selama setahun penuh 2012. Bagi Amazon, laba bersih dicetak 7 tahun setelah IPO, yakni pada 2004 senilai US$ 588 juta.
GoTo juga menunjukkan kecenderungan pertumbuhan serupa, di mana pendapatan 2018 tercatat Rp 1,44 triliun dan tumbuh di atas 40% di tahun-tahun selanjutnya. Pada 2019 pendapatan naik 59,7% ke Rp 2,3 triliun, lalu menguat 44,78% ke Rp 3,3 triliun (2020), dan lanjut melesat 88% menjadi Rp 6,28 triliun (2021).
Hal ini menunjukkan bahwa aksi bakar uang yang dilakukan GoTo masih bisa dijustifikasi sesuai dengan Aturan 40, karena berujung pada peningkatan omzet perseroan di atas 40%, yang secara bersamaan diikuti dengan peningkatan nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV).
Nilai transaksi bruto adalah ukuran yang lazim digunakan oleh perusahaan berbasis digital, untuk mengukur nilai transaksi yang diproses oleh pelanggannya melalui situs web atau aplikasi yang mereka kembangkan.
Besarnya GTV menunjukkan tingginya utilitas aplikasi digital mereka. GTV Tokopedia mencapai Rp 60,7 triliun (kuartal III-2021), atau melesat 67% secara tahunan, atau sesuai dengan prinsip Aturan 40 (Rule of 40).
Jika ditarik lebih panjang, nilai transaksi bruto GoTo secara rerata per tahun (compounded annual growth rate/CAGR), tumbuh 46% per tahun dalam kurun waktu 2018-2020, dengan pendapatan bruto tumbuh 56% per tahun dalam kurun waktu yang sama.
Oleh karena itu, aksi bakar uang GoTo demi mengembangkan sayapnya ke pasar regional bisa dibilang masih berkelanjutan, karena masih berujung pada pertumbuhan positif dari sisi pendapatan maupun dari sisi pengembangan pasar.
Namun, ada satu pembuktian sederhana mengenai prospek kinerja emiten, jika mengikuti saran investor berbasis nilai (value investor) Warren Buffet, yakni lihatlah apakah produk perseroan-dalam hal ini GoTo-Anda gunakan dan digunakan orang-orang terdekat Anda tiap hari?
"You should invest in companies that you both understand and believe will offer long-term value," tutur pria berjulukan Oracle of Omaha ini kepada CNBC International (23/11/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)[Gambas:Video CNBC]