Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (15/3). Ada banyak faktor yang menggerakkan pasar mata uang pada hari ini, baik dari luar dan dalam negeri.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03% ke Rp 14.335/US$. Setelahnya, rupiah sempat melemah 0,07% sebelum berbalik menguat 0,28% ke Rp 14.290/US$.
Sayangnya, di penutupan perdagangan rupiah rupiah berakhir di Rp 13.325/US$, rupiah menguat tipis 0,03% di pasar spot.
Fluktuasi juga terjadi di pasar non-deliverable forward (NDF) yang beberapa kali sempat ke bawah Rp 14.300/US$ untuk tenor 1 pekan, sebelum kembali ke atas level tersebut.
Periode | Kurs Kamis (15/3) pukul 8:54 WIB | Kurs Kamis (15/3) pukul 15:03 WIB |
1 Pekan | Rp14.330,5 | Rp14.301,1 |
1 Bulan | Rp14.325,0 | Rp14.313,0 |
2 Bulan | Rp14.351,0 | Rp14.332,0 |
3 Bulan | Rp14.376,0 | Rp14.358,0 |
6 Bulan | Rp14.456,0 | Rp14.451,0 |
9 Bulan | Rp14.564,0 | Rp14.558,0 |
1 Tahun | Rp14.682,0 | Rp14.671,9 |
2 Tahun | Rp15.110,8 | Rp15.119,1 |
Mayoritas mata uang Asia melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini, hingga pukul 15:03 WIB, selain rupiah hanya yen Jepang dan dolar Singapura saja yang mampu menguat.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Rupiah mendapat sentimen positif dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor bulan lalu sebesar US$ 16,64 miliar. Tumbuh 25,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor naik 38,53% yoy. Sementara konsensus Reuters menunjukkan angka pertumbuhan impor di 40,04% yoy.
Sebelumnya, BPS mengumumkan nilai ekspor Indonesia pada Februari 2022 sebesar US$ 20,46 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan masih membukukan surplus US$ 3,82 miliar. Ini membuat neraca perdagangan Tanah Air mempertahankan surplus selama 22 bulan beruntun.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Februari 2022 surplus US$ 1,8 miliar. Sedangkan konsensus versi Reuters 'meramal' surplus neraca perdagangan di US$ 1,66 miliar.
Surplus neraca perdagangan tersebut membantu transaksi berjalan mencatat surplus di tahun 2021 lalu. menjadi yang pertama dalam 10 tahun terakhir.
Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial bagi pergerakan rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil ketimbang pos Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) lainnya, yakni transaksi modal dan finansial.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perang Rusia-Ukraina, The Fed Hingga China Bikin Rupiah Berfluktuasi
Dari luar negeri, perang Rusia dan Ukraina masih menjadi perhatian utama. Kedua negara kembali melakukan pertemuan pada Senin waktu setempat.
Dalam diskusi itu, seorang pejabat Rusia mengatakan sudah ada progres yang signifikan didapat kedua belah pihak. Meski begitu, ia tidak menjabarkan secara pasti apa yang dimaksudkan progres signifikan itu.
"Pihak Rusia melihat kemajuan yang signifikan (dalam perundingan itu)," ujar anggota senior tim perunding Rusia, Leonid Slutsky, kepada jaringan televisi pemerintah RT.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut pihaknya masih melakukan negosiasi dengan pihak Rusia terkait pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menyebut pertemuan itu sangat menjadi penentu hubungan dua negara.
Perhatian juga tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Suku bunga pasti akan dinaikkan setidaknya 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.
Tetapi dalam pengumuman kebijakan moneter kali ini The Fed juga akan memberikan proyeksi terbaru mengenai inflasi hingga pertumbuhan ekonomi. Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga akan merilis dot plot yang akan menjadi perhatian utama pelaku pasar.
Dot plot bisa memberikan gambaran seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun ini dan dua tahun ke depan.
"Kenaikan 25 basis poin sudah pasti. Yang penting saat ini adalah apa yang terjadi setelahnya. Banyak yang bisa terjadi dari saat ini hingga akhir tahun nanti. Ketidakpastian sangat tinggi," kata Simona Mocuta, kepala ekonomi di State Street Global Advisor, sebagaimana diwartakan CNBC International, Senin (14/3).
Di sisi lain China yang kembali menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang cukup membebani sentimen pelaku pasar.
China saat ini kembali menghadapi serangan virus corona. Bahkan dalam update terbaru Selasa (15/3/2022), China mencatat 5.280 kasus infeksi baru.
Ini merupakan rekor tertinggi dalam dua tahun, sebagaimana dimuat Economic Times, mengutip Komisi Kesehatan Nasional (NHC).
Dengan kebijakan zero Covid, sehingga meski penambahan kasusnya tidak sebanyak negara lainnya, pemerintah China tetap melakukan lockdown.
Mengutip Reuters, kenaikan kasus terbesar disumbang Provinsi Jilin. Ibu kota Changcun juga sudah dikunci.
"Peningkatan itu menunjukkan bahwa beberapa daerah setempat, menghadapi peningkatan epidemi yang cepat, tidak memiliki kapasitas untuk memperluas sumber daya medis, yang mengakibatkan terbatasnya kasus infeksi diterima di fasilitas terpusat dalam waktu singkat," kata seorang pejabat provinsi Jilin dalam jumpa pers, dikutip Senin.
Secara total, kini China sudah mengkarantina 10 kota, dan masih mungkin akan bertambah lagi, sebab 3.000 dari total kasus yang baru merupakan transmisi lokal.
TIM RISET CNBC INDONESIA