Rusia-Ukraina Makin Panas, Bukan Cuma Emas yang Bisa Diborong

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
Minggu, 06/03/2022 09:55 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah memanasnya perang Rusia-Ukraina, selain memborong emas, investor juga tercatat masuk ke saham, terutama saham komoditas. Padahal, ketika sentimen memburuk, lazimnya, aset-aset berisiko akan dihindari.

Soal emas, si logam kuning tersebut memang sudah lama dikenal sebagai safe haven yang menawarkan lindung nilai (hedging) bagi investor dari keadaan ekonomi yang tak pasti atau krisis. Ini karena emas memiliki pergerakan harga yang stabil dan minim risiko.


Pada Jumat (4/3/2022), harga emas dunia di pasar spot ditutup di US$ 1.968,45/troy ons, melonjak 1,72% dibandingkan hari sebelumnya sekaligus menjadi yang tertinggi sejak awal September 2020.

Harga emas masih menjalani tren positif. Sepanjang pekan ini, harga emas membukukan kenaikan 4,37% secara point-to-point.

Dalam sebulan terakhir, harga melejit 8,8%. Adapun, sejak awal tahun (ytd), harga emas naik 7,66%.

Menurut Goldman Sachs, sejumlah harga komoditas diperkirakan akan melanjutkan tren kenaikan di tengah Barat terus memberi sanksi terhadap Rusia atas aksi militernya ke Ukraina. Goldman bilang, hal tersebut berkaitan dengan gangguan pasokan dan prospek inflasi-serta stagflasi-ke depan berkat perang Rusia di Ukraina.

Goldman memprediksi, emas adalah komoditas safe-haven yang akan mengalami reli yang jauh lebih besar ke depan.

"Eskalasi baru-baru ini dengan Rusia menciptakan risiko stagflasi yang jelas bagi ekonomi yang lebih luas, didorong oleh harga energi yang lebih tinggi, yang memperkuat keyakinan kami pada harga emas yang lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang dan target harga US$ 2.150/toz (troy ounce) kami," kata Goldman, dikutip Kitco (28/2).

Goldman menjelaskan, emas akan memainkan peran sentral dalam konflik ini karena Rusia beralih ke logam mulia sebagai leverage di tengah sanksi. Cadangan emas Rusia total 2.298,53 ton, menurut World Gold Council.

"Peran unik emas sebagai mata uang pilihan terakhir kemungkinan akan terlihat jika pembatasan terhadap bank sentral Rusia mengakses cadangan luar negeri membuatnya [Rusia] memanfaatkan stok emas domestiknya yang besar untuk melanjutkan perdagangan luar negeri, kemungkinan besar dengan China," kata bank tersebut.

Memang, secara historis, sejarah tercatat beberapa kejadian yang menyebabkan lonjakan harga emas dunia akibat perang.

Menurut penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, saat Perang Dunia I, harga emas dunia mencapai US$ 536,69/ troy ons pada April 1915. Setelah perang reda, harga emas pun ambrol dan mencapai harga terendah di US$ 275,2/troy ons.

Selang 50 tahun kemudian, harga emas dunia melejit hingga 290% sejak Desember 1970 hingga mencapai level tertinggi pada Maret 1974. Saat itu puncak harga emas berada di US$ 999,67/troy ons. Aset safe haven ini meroket karena perang Timur Tengah yang pecah pada 1973.

Sementara pada dekade 2000-an, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Irak pada membuat harga emas melambung hingga 50% dalam kurun waktu setahun.

Banjir Dana Asing, IHSG Cetak Rekor

Seperti sedikit disinggung di atas, perang Rusia di Ukraina ternyata tak menyurutkan selera risiko investor untuk memborong saham. Fenomena paling dekat terjadi di bursa saham RI.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level tertinggi sepanjang masa atawa all time high (ATH) di posisi 6.928,33 pada Jumat (4/3). Sejak awal tahun ini, IHSG sudah beberapa kali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masanya.

Praktis, saat ini, IHSG menjadi indeks saham acuan dengan kinerja termoncer di kawasan ASEAN, bahkan Asia-Pasifik, dengan kenaikan 5,27% sejak awal tahun (ytd). IHSG mengungguli indeks Straits Times Singapura yang naik 3,30% ytd.

Dana asing pun tak henti-henti mengalir ke bursa saham Tanah Air. Pada Jumat (4/3), investor asing melakukan beli bersih (net buy) dengan nilai jumbo Rp 1,90 triliun di pasar reguler dan Rp 491,73 miliar di pasar negosiasi dan tunai.

Secara year to date (ytd), asing sudah masuk ke bursa saham RI dengan nilai beli bersih Rp 27,57 triliun di pasar reguler.

Bahkan, kala IHSG anjlok 1,5%--bersamaan dengan 'terbakarnya' bursa saham global-pada Kamis (24/2) seiring kabar Rusia menginvasi Ukraina, asing tetap memborong saham emiten Indonesia dengan nilai Rp 821 miliar di pasar reguler dan Rp 881 miliar di pasar nego & tunai.

Adapun, saham-saham yang paling banyak diborong asing secara ytd didominasi oleh saham big cap (berkapitalisasi pasar jumbo) perbankan.

Saham bank BUMN, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), misalnya, sudah diborong asing dengan nilai beli bersih Rp 4,9 triliun secara ytd. Harga sahamnya pun melesat 13,63%.

Contoh lainnya, emiten bank Grup Djarum, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang mencatatkan net buy Rp 3,8 triliun ytd. Sejurus dengan itu, harga saham BBCA melejit 8,22%.

Asal tahu saja, kedua saham tersebut adalah penguasa di bursa dengan masing-masing kapitalisasi pasar sebesar Rp 707,78 triliun (BBRI) dan Rp 973,87 triliun (BBCA).

Selain soal kondisi ekonomi makro yang diperkirakan akan melanjutkan pemulihan, valuasi saham di RI yang masih menarik, analis menyebut, kinerja perbankan kakap yang solid sepanjang 2021 turut membuat investor, termasuk asing, berharap pembagian dividen jumbo.

Ambil contoh, BBRI baru saja mengumumkan akan membagikan dividen tahun buku 2021 sebesar 85% dari laba bersih atau tepatnya Rp 26,4 triliun yang akan dibagikan ke pemegang saham.

Halaman 2>>


(adf/adf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel, Saham Emas Kembali Jadi Incaran Pasar

Next Page
Halaman 2
Pages