Inflasi Turki Meroket 54% Tapi Lira Stabil, Erdogan Sakti?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 March 2022 13:15
tayyip erdogan
Foto: Cem Oksuz/Turkish Presidential Palace

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dengan Ukraina membuat harga minyak mentah meroket. Hal ini memicu kenaikan inflasi yang tajam di Turki. Meski demikian, sejauh ini nilai tukar lira masih terbilang stabil setelah jeblok hingga 44% pada tahun lalu.

Badan Statistik Turki kemarin melaporkan inflasi di bulan Februari tumbuh 4,81% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dilihat dari Februari 2021, inflasi meroket hingga 54,44% (year-on-year/yoy), menjadi yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Kenaikan harga minyak mentah menjadi salah satu pemicu lonjakan inflasi tersebut. Turki sangat tergantung dengan impor energi. Tingginya harga minyak mentah membuat defisit neraca perdagangannya melonjak hingga 140% (yoy).

Ekspor Turki di bulan Februari sebesar US$ 20 miliar tumbuh 25,4% (yoy), sementara impor meroket 45,6% (yoy) menjadi US$ 28,1 miliar, sehingga defisit neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 8,1 miliar.

Seperti diketahui, harga minyak mentah sedang meroket belakangan ini akibat perang Rusia-Ukraina. Minyak jenis Brent kemarin nyaris menyentuh US$ 120/barel, level tertinggi sejak 2008.

Meski inflasi Turki meroket, nilai tukar lira masih stabil melawan dolar Amerika Serikat (AS). Kemarin, lira hanya melemah 0,62% sementara pada perdagangan hari ini Jumat (4/3) pada pukul 11:16 WIB, berada di kisaran TRY 14,12/US$, melemah 0,2% melansir data Refinitiv.

Sepanjang tahun ini, lira mengalami pelemahan, sekitar 6%. Pelemahan yang cukup besar dibandingkan dengan rupiah misalnya, tetapi jika melihat pada tahun lalu yang jeblok hingga 44%, tentunya bisa dikatakan lira masih stabil, apa lagi pelemahanya sebagian terjadi akibat perang Rusia-Ukraina.

Stabilnya lira di tahun ini berkat kebijakan yang diterapkan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menjelang berakhirnya 2021.

Tetapi, jebloknya lira pada tahun lalu juga akibat Erdogan, di mana ia mengganti Gubernur Bank Sentral Turki (TCMB). Setelahnya Gubernur TCMB memangkas suku bunga berturut-turut hingga 500 basis poin menjadi 14% saat inflasi nyaris mencapai 20%. Alhasil, lira jeblok, dan turun memicu kenaikan inflasi di tahun ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> TCMB Gelontorkan US$ 30 Miliar Untuk Stabilkan Lira

Sebelum 2021 berakhir, Erdogan mengumumkan beberapa kebijakan yang akan meringankan beban lira Turki. Pemimpin yang sudah berkuasa selama 20 tahun ini mengatakan dengan kebijakan tersebut warga Turki tidak perlu mengkonversi lira menjadi mata uang asing selama lira crash, termasuk memberikan jaminan deposito.

"Kami menghadirkan alternatif keuangan bari bagi warga yang ingin meringankan kekhawatiran mereka saat melihat tabungan akibat kenaikan nilai tukar," kata Erdogan sebagaimana dilansir Reuters, Senin (20/12).

Pemerintah Turki akan memberikan insentif bagi warganya untuk mengkonversi tabungan dalam bentuk valuta asing mereka menjadi deposito dalam bentuk lira.

"Jika warga Turki memiliki simpanan atau deposito dalam bentuk valuta asing seperti dolar AS, euro, atau poundsterling hingga 20 Desember, dan mengkonversinya menjadi dalam bentuk deposito lira/dana partisipasi, maka akan memenuhi syarat untuk mendapat insentif," kata bank sentral Turki (TCMB).

"Deposito yang dimaksud memiliki waktu jatuh tempo dalam tiga, enam, dan dua belas bulan" tambah TCMB.

Insentif yang diberikan yakni TCMB akan menutupi jika ada selisih kurs saat pembukaan deposito hingga jatuh tempo. Dengan kata lain, warga Turki tidak akan mengalami kerugian kurs jika lira kembali terpuruk. Selain itu, deposito itu juga tidak dikenakan pajak.

Parlemen Turki juga menyetujui udang-undang yang membebaskan pajak pendapatan perusahaan dari deposito dalam bentuk lira. Hal ini bisa didapat oleh perusahaan jika mengkonversi depositonya yang saat ini dalam bentuk valuta asing menjadi lira.

Selain itu, TCMB juga melakukan intervensi yang sangat besar guna menstabilkan lira. Di bulan Desember, TCMB diperkirakan menguras cadangan devisanya hingga US$ 20 miliar. Kemudian di bulan Januari sebesar US$ 3 miliar.

Melansir Reuters, bankir di Turki mengatakan pada pekan lalu TCMB melakukan intervensi senilai US$ 4 miliar, dan Selasa lalu sekitar US$ 1 miliar - US$ 2 miliar. Sehingga total intervensi yang dilakukan sekitar US$ 29 miliar sejak Desember lalu.

Cadangan devisa Turki pun terus menipis, per 4 Februari lalu dilaporkan sebesar US$ 16,33 miliar, bahkan sebelumnya sempat menyentuh US$ 7,55 miliar di awal tahun ini yang merupakan level terendah sejak 2002.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular