
Inflasi Turki Meroket 54% Tapi Lira Stabil, Erdogan Sakti?

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Perang antara Rusia dengan Ukraina membuat harga minyak mentah meroket. Hal ini memicu kenaikan inflasi yang tajam di Turki. Meski demikian, sejauh ini nilai tukar lira masih terbilang stabil setelah jeblok hingga 44% pada tahun lalu.
Badan Statistik Turki kemarin melaporkan inflasi di bulan Februari tumbuh 4,81% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dilihat dari Februari 2021, inflasi meroket hingga 54,44% (year-on-year/yoy), menjadi yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
Kenaikan harga minyak mentah menjadi salah satu pemicu lonjakan inflasi tersebut. Turki sangat tergantung dengan impor energi. Tingginya harga minyak mentah membuat defisit neraca perdagangannya melonjak hingga 140% (yoy).
Ekspor Turki di bulan Februari sebesar US$ 20 miliar tumbuh 25,4% (yoy), sementara impor meroket 45,6% (yoy) menjadi US$ 28,1 miliar, sehingga defisit neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 8,1 miliar.
Seperti diketahui, harga minyak mentah sedang meroket belakangan ini akibat perang Rusia-Ukraina. Minyak jenis Brent kemarin nyaris menyentuh US$ 120/barel, level tertinggi sejak 2008.
Meski inflasi Turki meroket, nilai tukar lira masih stabil melawan dolar Amerika Serikat (AS). Kemarin, lira hanya melemah 0,62% sementara pada perdagangan hari ini Jumat (4/3) pada pukul 11:16 WIB, berada di kisaran TRY 14,12/US$, melemah 0,2% melansir data Refinitiv.
Sepanjang tahun ini, lira mengalami pelemahan, sekitar 6%. Pelemahan yang cukup besar dibandingkan dengan rupiah misalnya, tetapi jika melihat pada tahun lalu yang jeblok hingga 44%, tentunya bisa dikatakan lira masih stabil, apa lagi pelemahanya sebagian terjadi akibat perang Rusia-Ukraina.
Stabilnya lira di tahun ini berkat kebijakan yang diterapkan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menjelang berakhirnya 2021.
Tetapi, jebloknya lira pada tahun lalu juga akibat Erdogan, di mana ia mengganti Gubernur Bank Sentral Turki (TCMB). Setelahnya Gubernur TCMB memangkas suku bunga berturut-turut hingga 500 basis poin menjadi 14% saat inflasi nyaris mencapai 20%. Alhasil, lira jeblok, dan turun memicu kenaikan inflasi di tahun ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> TCMB Gelontorkan US$ 30 Miliar Untuk Stabilkan Lira