Mantap! Rupiah Jaya di Negara-Negara Eropa
Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah perkasa, tidak hanya terhadap dolar Amerika Serikat (AS), tetapi juga di hadapan Euro dan poundsterling pada perdagangan hari ini, Selasa (15/2/2022).
Mengacu data Refinitiv, pada pukul 12:43 WIB, tercatat rupiah terapresiasi 0,08% di hadapan euro ke Rp 16.181,34/EUR dan terhadap poundsterling,rupiah menguat 0,15% ke Rp 19.346,70/GBP. Penguatan ini sudah terjadi selama 2 hari beruntun.
Bank sentral Eropa (ECB) diprediksikan akan menaikkan suku bunga acuannya pada kuartal II tahun ini, dan tidak menunggu hingga 2023 seperti yang diperkirakan sebelumnya, jika mengacu kepada jajak pendapat analis Reuters.
Perubahan pandangan mengikuti pergerakan Dewan Pemerintahan ECB terhadap kekhawatiran tentang inflasi harga konsumen yang meningkat pesat di sebagian besar dunia dan mencapai rekor tertinggi 5,1% di wilayah Eropa pada Januari secara tahunan.
Sementara itu, mayoritas pengamat ECB yang disurvei antara 7 dan 14 Februari memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,25% pada akhir tahun. Hal tersebut, mengindikasikan ECB masih kurang agresif dibandingkan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang diproyeksikan akan menaikkan suku bunga acuannya 0,25% di Maret. Bahkan, proyeksi dari beberapa perusahaan perbankan, The Fed akan menaikkan suku bunganya hingga 7 kali tahun ini.
Poling analis Reuters, terbagi menjadi 2 bagian tentang kapan ECB akan menaikkan suku bunga acuannya. Sebanyak 16 orang dari 51 orang memprediksikan pada kuartal III-2022 dan 21 orang sisanya memproyeksikan pada kuartal IV-2022. Sementara itu, 13 orang sisanya tidak memprediksikan kenaikan tahun ini.
Inflasi di wilayah Eropa diprediksikan menyentuh 3,8% tahun ini dan jauh dari target ECB yang hanya di 2%.
"Kami mengharapkan inflasi turun lagi pada kuartal berikutnya, sehingga ECB tidak akan menaikkan suku bunga acuannya pada setiap kuartal," tutur Senior Analis ZKB Martin Weder dikutip dari Reuters.
Jika inflasi tinggi maka akan menekan ECB untuk menaikkan suku bunga acuan dan membuat ekonomi di wilayah Eropa menjadi terhambat, karena perusahaan akan sulit untuk mengembangkan bisnisnya. Sehingga, membuat performa rupiah pada awal pekan ini berjaya di Benua Biru. Tidak sampai di situ, sentimen negatif lainnya masih menghantui investor dunia. Departemen Pengamat Perang Kings College London Rob Lee mengatakan bahwa jumlah militer udara, darat, dan laut Rusia secara kuantitatif jauh lebih besar.
"Jika perang Rusia dan Ukraina terjadi akan menambah 2 persentase poin ke inflasi negara maju, khususnya wilayah Eropa," tutur Analis Ekonomi Capital dikutip dari CNN International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)