Nah kan PHP! Rupiah Tak Pernah Menguat Sepanjang Pekan Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 January 2022 15:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah nyaris sepanjang perdagangan Jumat (28/1) berada di zona hijau, tetapi di penutupan perdagangan justru stagnan. Dolar Amerika Serikat (AS) memang sedang kuat-kuatnya yang membuat rupiah sulit menguat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17% ke Rp 14.360/US$. Penguatan sempat terakselerasi menjadi 0,24%, tetapi setelahnya terus terpangkas hingga berbalik melemah beberapa menit sebelum penutupan perdagangan.

Di akhir sesi rupiah berada di Rp Rp 14.385/US$ sama persis dengan penutupan perdagangan kemarin. Dengan demikian, rupiah sepanjang pekan ini tidak pernah menguat, rinciannya melemah 3 kali, stagnan 2 kali. 

Mata uang utama Asia banyak yang mengalami pelemahan hari ini, sehingga stagnannya rupiah masih cukup bagus. 

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia. 

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan akan menaikkan suku bunga di bulan Maret, dan akan lebih agresif lagi di tahun ini. Hal tersebut memberikan tekanan yang besar bagi rupiah.

Meski demikian, pelemahan rupiah tersebut terbilang masih normal, tidak ada gejolak yang berlebihan meski The Fed akan sangat agresif menormalisasi kebijakannya di tahun ini. Ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun tekanan bagi rupiah semakin besar, indeks dolar AS pada perdagangan Kamis melesat 1,33% ke 97,225 yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020. Kenaikan tersebut menyusul rilis pertumbuhan ekonomi AS yang melesat tumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2021 yang melesat 6,9% (tahunan).

Capaian yang diumumkan Departemen Perdagangan tersebut melampaui ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang hanya memperkirakan angka pertumbuhan sebesar 5,5% secara tahunan.

Hal ini tersebut menguatkan ekspektasi The Fed akan sangat agresif di tahun ini dan berisiko membuat rupiah jeblok.

"Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR)," tulis pernyataan The Fed.

Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% - 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di bulan Maret.

Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.

"Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada," kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir CNBC International.

Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Sudah Antisipasi Kenaikan Suku Bunga The Fed

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, kenaikan Federal Funds Rate (FFR) kemungkinan bisa sampai 50 basis poin (bps) di Maret mendatang.

"Berkaitan dengan FFR, kami ukur tahun ini adalah 4 kali kenaikan. Yang jelas Maret, kemungkinan 25 bps itu sangat besar, atau mungkin bisa 0,5%," ujar Perry dalam raker komisi XI DPR RI, Kamis (27/1/2022).

Menurutnya, BI telah melakukan perhitungan respon yang akan diambil jika adanya kenaikan suku bunga acuan AS. Namun belum bisa disampaikan karena hal tersebut belum terjadi.

Meski demikian, ia memastikan BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah karena kenaikan suku bunga AS akan diikuti dengan kenaikan yield US Treasury. Sehingga antisipasi tidak hanya dari kebijakan moneter tapi di mix dengan kebijakan fiskal.

"Berdasarkan bacaan itu kita ukur responnya apa. Dari BI kami merasakan dengan Menkeu, kenaikan FFR akan menaikkan US treasury. Kalau US treasury naik ya tentu saja dengan sendirinya ada juga kemungkinan probabilitas SBN naik. Tinggal bagaimana naiknya diukur secara baik," jelasnya.

Rupiah juga dimungkinkan tertekan akibat hal tersebut. BI juga memastikan akan terus menjaga stabilitas sistem keuangan terutama nilai tukar rupiah di saat banyaknya ancaman risiko yang muncul dari ketidakpastian global.

"Kami akan terus berkomitmen melakukan stabilitas nilai tukar rupiah," pungkasnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular