
Nah kan PHP! Rupiah Tak Pernah Menguat Sepanjang Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah nyaris sepanjang perdagangan Jumat (28/1) berada di zona hijau, tetapi di penutupan perdagangan justru stagnan. Dolar Amerika Serikat (AS) memang sedang kuat-kuatnya yang membuat rupiah sulit menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17% ke Rp 14.360/US$. Penguatan sempat terakselerasi menjadi 0,24%, tetapi setelahnya terus terpangkas hingga berbalik melemah beberapa menit sebelum penutupan perdagangan.
Di akhir sesi rupiah berada di Rp Rp 14.385/US$ sama persis dengan penutupan perdagangan kemarin. Dengan demikian, rupiah sepanjang pekan ini tidak pernah menguat, rinciannya melemah 3 kali, stagnan 2 kali.
Mata uang utama Asia banyak yang mengalami pelemahan hari ini, sehingga stagnannya rupiah masih cukup bagus.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan akan menaikkan suku bunga di bulan Maret, dan akan lebih agresif lagi di tahun ini. Hal tersebut memberikan tekanan yang besar bagi rupiah.
Meski demikian, pelemahan rupiah tersebut terbilang masih normal, tidak ada gejolak yang berlebihan meski The Fed akan sangat agresif menormalisasi kebijakannya di tahun ini. Ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
Namun tekanan bagi rupiah semakin besar, indeks dolar AS pada perdagangan Kamis melesat 1,33% ke 97,225 yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020. Kenaikan tersebut menyusul rilis pertumbuhan ekonomi AS yang melesat tumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2021 yang melesat 6,9% (tahunan).
Capaian yang diumumkan Departemen Perdagangan tersebut melampaui ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang hanya memperkirakan angka pertumbuhan sebesar 5,5% secara tahunan.
Hal ini tersebut menguatkan ekspektasi The Fed akan sangat agresif di tahun ini dan berisiko membuat rupiah jeblok.
"Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR)," tulis pernyataan The Fed.
Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% - 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di bulan Maret.
Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.
"Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada," kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir CNBC International.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Sudah Antisipasi Kenaikan Suku Bunga The Fed
