
Rupiah Jeblok dan Terburuk di Asia, Masa Jaya Sudah Berakhir?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (17/1/2023) setelah menguat tajam dalam 4 hari terakhir. Tidak sekedar melemah, rupiah juga menjadi yang terburuk di Asia.
Melansir data Refinitiv, hingga pukul 12:33 WIB rupiah melemah hingga 0,68% ke Rp 15.142/US$. Mayoritas mata uang utama Asia memang melemah melawan dolar AS, tetapi pelemahan rupiah menjadi yang terbesar.
Maklum saja, dalam 4 hari perdagangan rupiah tercatat melesat 3,4%, bahkan kemarin sempat menyentuh Rp 14.975/US$, level terkuat sejak 20 September 2022. Dengan penguatan tersebut, maka wajar terjadi koreksi teknikal yang membuat pelemahan rupiah menjadi tajam hari ini.
Pelaku pasar saat ini juga menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) Kamis pekan ini.
Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Dengan demikian, selisih suku bunga akan kembali melebar. Tetapi pasar juga menanti proyeksi suku bunga ke depannya, apakah BI akan menaikkan suku bunga hingga 6% atau 6,25%.
Sebab, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya pasca rilis data inflasi yang menunjukkan penurunan.
Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret menjadi 4,75% - 5%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari sebelumnya di mana pasar melihat puncak suku bunga The Fed di 5% - 5,25%.
Dengan selisih suku bunga yang dipertahankan 125 basis poin, atau mungkin lebih lebar lagi, capital outflow bisa semakin deras masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Sejauh ini kebijakan BI sukses membuat investor asing kembali masuk ke pasar obligasi sekunder dalam dua bulan terakhir.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), pada November 2022 tercatat capital inflow sebesar Rp 23,7 triliun. Kemudian pada Desember meningkat menjadi Rp 25,3 triliun.
Sementara sepanjang di awal tahun ini hingga 12 Januari capital inflow di pasar obligasi sekunder mencapai Rp 16,3 triliun.
Inflow tersebut juga membantu rupiah menguat melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
