'Disayang' Pemegang Obligasi, Evergrande Hindari Gagal Bayar

Feri Sandria, CNBC Indonesia
14 January 2022 15:20
FILE PHOTO: FILE PHOTO: An exterior view of China Evergrande Centre in Hong Kong, China March 26, 2018. REUTERS/Bobby Yip/File Photo/File Photo
Foto: REUTERS/Bobby Yip

Jakarta, CNBC Indonesia - China Evergrande Group pada hari Kamis (13/1) mendapatkan persetujuan penting dari pemegang obligasi dalam negeri untuk menunda pembayaran pada salah satu obligasinya. Sementara itu, pengembang lain dengan kondisi finansial terbatas juga mengambil jalan serupa dan bergegas untuk menegosiasikan persyaratan baru dengan para kreditur untuk menghindari gagal bayar (default).

Berjuang untuk melunasi kewajiban senilai US$ 300 miliar atau setara dengan Rp 4.305 triliun (kurs Rp 14.350), raksasa pengembang properti China, Evergrande menginginkan waktu pembayaran yang lebih panjang bagi kupon obligasi dan pembayaran untuk menghindari gagal bayar yang akan mempersulit restrukturisasi yang sensitif secara politik.

Batas waktu yang berakhir lebih awal pada hari Kamis untuk memilih penundaan selama enam bulan untuk pembayaran senilai 4,5 miliar yuan (US$ 157 juta), terhadap obligasi 6,98% Januari 2023.

Dalam sebuah pernyataan Kamis malam, unit utama pengembang Hengda Real Estate Group mengatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan pemegang obligasi untuk menunda pembayaran.

Dari mereka yang memberikan suara, 72,3% menyetujui proposal untuk memperpanjang waktu penebusan dan pembayaran kupon, kata pernyataan itu, menambahkan bahwa perdagangan obligasi, yang ditangguhkan sejak 6 Januari, akan dilanjutkan pada Senin.

Evergrande, perusahaan properti paling berhutang di dunia, sejauh ini telah memenuhi pembayaran obligasi dalam negeri yang merupakan porsi jumbo dari utangnya, meskipun telah mengalami gagal bayar pada beberapa obligasi luar negeri yang menggunakan denominasi dollar.

Pengembang China menghadapi tekanan likuiditas yang belum pernah dirasakan sebelumnya karena pemerintah mulai menerapkan aturan baru terkait pinjaman, yang mengarah ke serangkaian gagal bayar yang terjadi atas utang luar negeri, penurunan peringkat kredit dan diobralnya saham dan obligasi pengembang oleh investor.

Laporan prospek ekonomi Bank Dunia mengatakan awal pekan ini penurunan parah dan berkepanjangan di sektor real estat China akan memiliki gaung ekonomi yang signifikan, karena gabungan utang domestik dan luar negeri dari pengembang Negeri Panda nilainya nyaris mencapai 30% dari PDB negara itu.

Shimao Group yang berbasis di Shanghai dikabarkan Reuters akan mengadakan pertemuan daring dengan kreditur di dua efek beragun aset (asset-backed securities/ABS) pada 17 Januari, untuk memberikan suara terkait proposal perpanjangan pembayaran.

Dua produk ABS China daratan senilai total 1,17 miliar yuan (Rp 2,63 triliun) akan jatuh jatuh tempo akhir bulan ini, tetapi Shimao berusaha untuk memperpanjang hingga akhir 2022 sembari turut melakukan beberapa pembayaran secara bertahap hingga batas tenggat waktu yang baru.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi Default, Bagaimana Nasib Evergrande Dkk Selanjutnya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular