
Resmi Default, Bagaimana Nasib Evergrande Dkk Selanjutnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkatan internasional, Fitch Ratings, dalam rilis resminya Kamis (9/12) kemarin mengatakan China Evergrande Group dan pengembang properti Kaisa Group Holdings telah mengalami gagal bayar setelah sebelumnya melewatkan pembayaran obligasi dalam dolar AS.
Selama berminggu-minggu, pasar global menyaksikan dengan seksama perjuangan China Evergrande, raksasa real estat yang terlunta-lunta oleh beban utang lebih dari US$ 300 miliar yang tampaknya hampir tidak mampu melakukan pembayaran yang diperlukan kepada investor global.
Kamis kemarin, tiga hari setelah tenggat waktu berlalu Evergrande masih bisu dan belum mengeluarkan pernyataan resmi apa pun, memaksa lembaga pemeringkatan internasional untuk menurunkan peringkat utang perusahaan pengembang tersebut.
Fitch Ratings dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka telah menempatkan pengembang properti China dalam kategori 'restricted default/RD'. Penurunan peringkat tersebut berarti Evergrande secara resmi telah mengalami gagal bayar tetapi belum memasuki segala jenis pengajuan kebangkrutan, likuidasi atau proses lain yang akan menghentikan operasinya.
Belum diketahui secara pasti langkah selanjutnya yang diambil perusahaan, apakah itu mengajukan kebangkrutan, penjualan cepat aset yang dimiliki atau malah tetap melaksanakan bisnis seperti biasa. Kondisi RD di banyak kawasan dunia lain memungkinkan pemegang obligasi untuk mendorong perusahaan melakukan berbagai langkah reorganisasi dan restrukturisasi, biasanya dipaksa oleh putusan pengadilan.
Hal tersebut mungkin masih dapat terjadi, walaupun Partai Komunis di China terus menangani krisis perusahaan agar tidak menyebar di luar kendali. Apalagi dengan Evergrande, risikonya lumayan besar mengingat pembubaran perusahaan secara tiba-tiba dapat menghantam sistem keuangan negara atau menjadi malapetaka bagi banyak pemilik rumah di China yang telah membayar apartemen Evergrande tetapi masih belum dibangun.
Investor perusahaan yang sebagian besar telah menyerah sekarang menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan Evergrande selanjutnya, yang dinasihati oleh lembaga keuangan yang terkait dengan negara.
Fitch mengatakan Evergrande belum menanggapi permintaan konfirmasi mengenai apakah mereka telah memenuhi atau melewatkan pembayaran US$ 82 juta (Rp 1,17 triliun) kepada pemegang obligasi yang jatuh tempo pada hari Senin.
Gagal bayar kali ini akan menguji pemahaman lama di antara investor asing bahwa Beijing pada akhirnya akan turun tangan untuk menyelamatkan perusahaan terbesarnya.
Selama bertahun-tahun, banyak investor memberikan uang kepada perusahaan seperti Evergrande berdasarkan asumsi tersebut. Baru-baru ini, pihak berwenang telah memberikan indikasi bahwa mereka mungkin saja membiarkan perusahaan gagal demi mengendalikan masalah utang China yang tidak berkelanjutan.
Untuk menegaskan poin tersebut, bank sentral China menyalahkan "manajemen yang buruk dan ekspansi sembrono" Evergrande sebagai masalah utama dan mengatakan krisis itu terbatas pada Evergrande.
Dikutip Reuters, pada hari Kamis kemarin Gubernur People's Bank of China (PBOC) Yi Gang mengatakan bahwa hak-hak pemegang saham dan kreditur Evergrande akan "sepenuhnya dihormati" berdasarkan senioritas hukum mereka, dan risiko yang disebabkan oleh beberapa perusahaan real estat China dalam jangka pendek tidak akan mengganggu pasar modal Hong Kong.
Evergrande telah mengatakan akan 'secara aktif' melibatkan kreditur asingnya untuk membuat rencana restrukturisasi, bagaimanapun, hampir bisa dipastikan bahwa Beijing akan turut memainkan peran utama. Awal pekan ini, Evergrande mengatakan pejabat dari beberapa lembaga yang didukung negara telah bergabung dengan komite risiko yang akan membantu perusahaan dalam restrukturisasi.
