Pasar e-commerce di Tanah Air kini semakin kompetitif dengan hadirnya perusahaan-perusahaan baru baik dalam maupun luar negeri untuk menambang cuan di ceruk ekonomi digital RI.
Bukalapak yang sempat menikmati duopoli posisi puncak bersama e-commerce lokal lainnya, Tokopedia, kini harus puas turun kasta setelah anak usaha perusahaan asal Singapura Sea Ltd, Shopee, mulai membombardir pasar nasional. Selain itu Lazada juga siap untuk melangkahi Bukalapak.
Berdasarkan data iPrice, Tokopedia berada di puncak dengan rata-rata jumlah kunjungan per bulan mencapai 158,1 juta selama kuartal III-2021. Sementara Shopee memiliki rata-rata trafik sebesar 134,4 juta kunjungan.
Pada periode yang sama jumlah kunjungan Bukalapak hanya mencapai 30,1 juta atau kurang dari seperlima kunjungan ke Tokopedia, dengan Lazada tepat berada di belakang dengan total kunjungan lebih kecil 6,9% atau sebesar 28 juta.
Lazada sendiri sepertinya akan melakukan ekspansi pasar besar-besaran setelah induk usahanya, raksasa e-commerce China Alibaba telah menetapkan target gross merchandise value (GMV) atau nilai total transaksi sebesar US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1.435 triliun (kurs Rp 14.350/US$) untuk Lazada.
Target tersebut telah dibagikan kepada investor bulan lalu (16/12) dan kemudian dalam presentasi online publik, meningkatkan taruhan bagi Alibaba, yang memasuki wilayah tersebut melalui akuisisi pada tahun 2016.
Dalam presentasi tersebut, Lazada dikatakan mencatatkan US$ 21 miliar dalam GMV dari September 2020 hingga bulan yang sama pada tahun 2021. Selain itu, Lazada juga berharap dapat melayani 300 juta pelanggan, kira-kira dua kali lipat dari jumlah saat ini.
Sementara itu, Bukalapak yang juga fokus memberdayakan ekonomi UMKM mendapatkan saingan dari start up Ula yang pada jelang akhir tahun berhasil mengumpulkan pendanaan seri B US$ 87 juta atau sekitar Rp 1,24 triliun.
Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital, dengan investor lain yang berpartisipasi termasuk Bezos Expeditions, perusahaan venture capital milik pendiri Amazon, Jeff Bezos.
Selain itu, Ula menggaet Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Sjahrir sebagai penasihat perusahaan.
Start up yang juga dibekingi oleh Gojek dan Northstar Group ini membidik warung, segmen sama yang dibidik Bukalapak lewat Mitra Bukalapak.
Dana tersebut akan memberikan amunisi bagi Ula untuk pembangunan teknologi baru, infrastruktur logistik, dan rantai pasokan lokal. Sama dengan Bukalapak, start up itu juga menyasar pemilik warung tradisional, khususnya di kota tingkat (tier) dua hingga empat.
Pertumbuhan sektor e-commerce sering kali harus ditebus mahal dengan melonjaknya biaya operasional yang mengakibatkan perusahaan mesti berlapang dada menanggung kerugian yang jumlahnya tidak main-main.
Hingga akhir kuartal ketiga tahun lalu, Bukalapak masih membukukan kerugian bersih senilai Rp 1,12 triliun. Meski demikian angka kerugian bersih tersebut memang sedikit membaik dari periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 1,39 triliun.
Kerugian tersebut masih dialami meskipun selama sembilan bulan pertama 2021, Bukalapak tercatat membukukan pendapatan bersih senilai Rp 1,34 triliun, naik 42,09% dari periode yang sama di tahun sebelumnya senilai Rp 948,43 miliar.
Dari sisi total processing value (TPV) sampai dengan September ini tumbuh 45% menjadi Rp 87,9 triliun. Adapun, beban operasional perseroan pada periode September ini naik 4% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu salah satu pesaing utama dengan penetrasi pasar besar-besaran, Shopee, tercatat masih mengalami kerugian yang cukup dalam pada kuartal kedua tahun lalu, dengan nilai EBITDA yang disesuaikan tercatat naik lebih dari dua kali lipat secara tahunan menjadi negatif US$ 683,8 juta (Rp 9,81 triliun), nyaris sembilan kali total kerugian Bukalapak.
EBITDA negatif tersebut juga dibukukan meskipun pendapatan perusahaan tercatat meningkat 134,4% secara tahunan menjadi US$ 1,5 miliar (Rp 21,52 miliar), 16 kali lebih besar dari yang dibukukan oleh Bukalapak.
Segmen e-commerce Sea Ltd yang sahamnya melantai di Wall Street ini masih belum menguntungkan walaupun gross merchandise value (GMV) atau nilai total transaksi naik 80,6% menjadi US$ 16,8 miliar (Rp 240,40 triliun) yang diperoleh dari jumlah pesanan yang meningkat 123,2% menjadi 1,7 miliar transaksi.
Manajemen Sea Ltd menyampaikan bahwa untuk setiap pemesanan yang dilakukan perusahaan mengalami kerugian US$ 0,41 (Rp 5.863) dalam bentuk EBITDA yang disesuaikan, kerugian ini naik 7,89% dari kuartal pertama yang hanya sejumlah US$ 0,38 (Rp 5.434)
Buruknya kinerja kedua perusahaan menyebabkan masing-masing sahamnya ambles. Investor masih belum terkesan dengan Bukalapak yang masih mengalami kerugian meski pendapatan tercatat naik. Harga saham Bukalapak telah berkurang setengahnya dari harga penawaran perdana. Sementara itu induk Shopee, Sea Ltd, sahamnya terkoreksi nyaris 40% dalam tiga bulan terakhir.
Setiap tahun sejak 2014, lebih dari setengah laba operasional Amazon berasal dari divisi ritel komputasi awan (cloud), Amazon Web Services (AWS), yang menyediakan layanan dan prasarana online yang dapat disatukan oleh pengembang perangkat lunak untuk menjalankan situs web dan aplikasi.
Bukan hanya dari segi persentase, dalam hal dolar absolut, bisnis digital ini lebih mengesankan lagi. AWS mengakhiri tahun 2020 dengan laba operasional US$ 13 miliar, yang membantu Amazon melaporkan total laba bersih sebesar US$ 21 miliar untuk tahun tersebut.
Tidak mengherankan Amazon memilih kepala AWS selama 15 tahun, Andy Jassy, sebagai CEO baru ketika Jeff Bezos mengundurkan diri lebih awal tahun lalu.
Dari persaingan lokal, induk usaha Shopee memiliki unit bisnis yang memberikan kontribusi keuntungan sehingga mampu menekan (offset) kerugian dari unit bisnis e-commerce.
Garena yang merupakan anak usaha Sea Ltd yang bererak di segmen digital entertainment menjadi satu-satunya unit usaha yang mampu mencatatkan kinerja positif.
Pengembang gim seluler Free Fire tersebut mampu meningkatkan pendapatan menjadi US$ 1,2 miliar pada kuartal kedua tahun lalu, naik 29,2% secara tahunan. Hal ini terjadi karena jumlah pengguna yang berbayar meningkat 42,7% secara tahunan menjadi 92,3 juta akun. Alhasil EBITDA yang disesuaikan dalam tiga bulan dari Juli hingga September tahun ini mampu mencapai US$ 715,1 miliar atau meningkat 22,3% dari periode yang sama tahun lalu.
Manajemen Sea menyatakan kesuksesan di segmen tersebut dikarenakan Free Fire terus menjadi game seluler terlaris di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan India untuk kuartal ketiga tahun 2021 mengutip data App Annie.
AWS sering kali dianggap sebagai 'sapi perah' Amazon untuk melakukan penetrasi bisnis e-commerce, sehingga mampu menawarkan harga kompetitif dengan margin yang relatif kecil. Kontribusi kecil e-commerce, pada akhirnya dibantu oleh kinerja fantastis segmen komputasi awan, mampu memuaskan pada pemegang saham Amazon.
Senada dengan Amazon, kerugian Sea Ltd pun demikian, perang berdarah-darah yang masih berlangsung di sektor e-commerce Tanah Air dan ASEAN secara luas, membuat perusahaan mengalami kerugian fantastis. Sea Group berusaha meredam dengan catatan positif dari unit bisnis gim milik mereka.
Bukalapak yang masih baru melantai sebagai perusahaan publik, memang belum diketahui memiliki 'sapi perah' yang bisa membantu perusahaan menyeimbangkan neraca laba rugi perusahaan. Akan tetapi, BUKA yang terlihat mulai mengambil ancang-ancang untuk melakukan akuisisi dan mungkin ikut mengembangkan lengan baru yang berfokus pada investasi bisa jadi membangun unit bisnis baru yang kelak bisa jadi 'sapi perah' perusahaan.
Dihubungi CNBC Indonesia pihak Bukalapak tidak mengkonfirmasi atau membantah terkait potensi pengembangan lengan investasi perusahaan.
Head of Media & Communications BUKA, Fairuza Ahmad, kepada CNBC Indonesia secara diplomatis mengatakan bahwa "pada dasarnya Bukalapak akan terus berinovasi untuk mengembangkan ekosistemnya melalui berbagai strategi."
"Kami selalu mengeksplorasi peluang di sektor-sektor yang dapat mendukung upaya Bukalapak melengkapi layanannya untuk seluruh penggunanya," tambah pria lulusan Curtin University of Technology tersebut.
Meski telah mendapatkan persetujuan dalam rapat umum pemegang saham dan akan segera merealisasikan investasi di Allo Bank, sejatinya Bukalapak akan tetap menjadi perusahaan dengan fokus utama e-commerce.
Jika sekitar sepertiga dana IPO secara teori dapat dijadikan sebagai investasi, dua pertiga sisanya masih akan digunakan untuk mengembangkan bisnis inti perusahaan.
Diketahui sekitar 33% untuk modal kerja perseroan dengan sekitar 34% sisanya akan digunakan untuk modal kerja entitas anak.
Untuk entitas naka secara rinci, sekitar 15% dialokasikan kepada PT Buka Mitra Indonesia; sekitar 15% dialokasikan kepada PT Buka Usaha Indonesia; sekitar 1% dialokasikan kepada PT Buka Investasi Bersama;
Lalu, sekitar 1% dialokasikan kepada PT Buka Pengadaan Indonesia; sekitar 1% dialokasikan kepada Bukalapak Pte. Ltd.; dan sekitar 1% dialokasikan kepada PT Five Jack.
Selain itu, Bukalapak juga diketahui akan membangun perusahaan patungan dengan pengusaha Chairul Tanjung pada segmen makanan segar dan grosir.
Founder dan Chariman CT Corp Chairul Tanjung mengatakan sebesar 55% saham perusahaan patungan ini akan dikuasai Transmart dan 45% dimiliki Bukalapak.
Masuknya Transmart dan Bukalapak ke e-commerce grocery sebenarnya bukan tanpa alasan. Pasalnya pandemi Covid-19 telah membuat kebutuhan grocery online semakin meningkat dan membuat pasarnya bertambah besar.
Riset Facebook dan Bain & Company memprediksi tahun 2020 pasar grocery Asia Tenggara mencapai US$350 miliar sementara penetrasinya baru 0,3%.
Institute of Grocery Distribution (IGD), sebuah konsultan industri ritel, memprediksi Indonesia akan menjadi pasar grocery terbesar keempat di Asia pada 2022, setelah China, India, dan Jepang.
Pada akhirnya, Bukalapak masih memfokuskan diri pada bisnis e-commerce, setidaknya perusahaan dalam waktu dekat tidak akan meninggalkan bisnis utama yang telah dijalankan sejak tahun 2010 lalu.
Meski demikian pintu bagi Bukalapak untuk memperluas unit bisnisnya, khususnya terkait investasi, masih terbuka lebar, mengingat masih ada sisa dana IPO yang dapat digunakan untuk mengembangkan unit bisnis ini.