
Pak Jokowi, Ada Yang Lebih Ngeri dari Tapering Off di 2022!

Jika pasar finansial mengalami gejolak lagi seperti tahun 2013, maka Indonesia harus bersiap menerima efek buruknya.
Di tahun 2013, tapering yang dilakukan The Fed memicu lonjakan yield obligasi AS (Treasury). Alhasil, terjadi capital outflow yang sangat besar dari negara-negara emerging market termasuk Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat. Pasar finansial global seketika terguncang, aset-aset berisiko berguguran, dolar AS menguat sangat tajam. Fenomena tersebut disebut taper tantrum.
Rupiah menjadi korbannya.
The Fed saat itu mengumumkan tapering pada pertengahan 2013, dan berdampak pada pelemahan rupiah hingga tahun 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ kemudian terus melemah hingga mencapai puncaknya pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
![]() |
Jebloknya kinerja rupiah berdampak besar dan buruk bagi Indonesia. Beban pembayaran utang pemerintah juga jadi membengkak, inflasi juga meroket hingga ke atas 8%.
Inflasi yang tinggi pun memakan korban, daya beli masyarakat menurun yang pada akhirnya berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% year-on-year (YoY). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia sulit kembali ke atas 5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]